25. SEBUAH PENOLAKAN

2669 Kata
Taman Kanak-Kanak... Malam sebelum tidur, Rakha memberitahukan pada keempat orang temannya mengenai jadwal latihan yang harus mereka jalani besok. Rakha meminta kepada semuanya untuk melatih kekuatan mereka sebelum terjun langsung ke lapangan menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan pertolongan mereka. "Kita wajib melatih dan membiasakan kekuatan kita terlebih dahulu agar saat menjalankan misi nanti kita bisa bekerja secara maksimal sekaligus meminimalisir kegagalan," ucap Rakha. Karin dan Ega mengiyakan perkataan Rakha perihal latihan yang harus mereka jalankan, sedangkan Qyan sebaliknya, ia merasa malas dan tidak setuju dengan ide yang Rakha katakan. Bagaimana dengan Zain? Zain sedang tertidur lelap di kasurnya. Tapi walaupun begitu, ia pasti setuju-setuju saja dengan langkah yang Rakha ambil. "Apakah kita harus melakukan latihan ini?" tanya Qyan. Dengan tegas, Rakha pun menjawab, "Ya, harus!" "Kamu ingin bisa bertemu dan menolong ketiga sahabatmu yang lain, bukan?" tanya Rakha. Qyan mengangguk, mengiyakan pertanyaan Rakha. "Kalau begitu latihlah kekuatanmu, buat kamu bisa menguasai kekuatanmu sepenuhnya. Kalau kamu tidak bisa menguasai kekuatanmu dengan baik, mungkin kamu akan mati konyol sebelum sempat bertemu dengan ketiga sahabatmu itu," ujar Rakha. Dengan malas, Qyan pun akhirnya mau mengikuti latihan yang Rakha jadwalkan besok. "Baiklah, aku mau mengikuti jadwal latihan yang kamu buat," ucap Qyan sembari membuang pandangannya ke arah samping. "Bagus, dengan begini kita sudah memulai langkah pertama untuk menjadi sebuah tim penyelamat. Aku yakin, dengan kekuatan super yang kita miliki ini, kita bisa menolong banyak orang di luar sana yang sangat membutuhkan pertolongan." Rakha terlihat sangat yakin dan percaya diri. "Sekarang bubar dan istirahatlah, besok pagi-pagi sekali kita harus bersiap untuk latihan," perintah Rakha dan lalu dikuti oleh semuanya. Karena Rakha adalah seorang wakil ketua kelas dan juga wakil ketua OSIS di sekolahnya, jiwa kepemimpinannya amat sangat berguna di saat seperti ini. Kedua temannya yaitu Qyan dan Karin kini telah pergi ke tempat mereka masing-masing, namun tidak dengan Ega. Pemuda itu tetap berdiri di tempatnya yang mana berhadap-hadapan langsung dengan Rakha. "Ada apa? Apa ada yang mau kamu bicarakan?" tanya Rakha. Ega menggeleng dan itu malah membuat Rakha sedikit bingung. "Lalu, kenapa kamu masih berdiri di depanku?" Sambil sedikit menyunggingkan senyumnya, Ega pun berkata, "Aku hanya kagum dengan caramu memimpin kelompok ini." Rakha terdiam mendengar ucapan Ega. Ia sedikit kaget mendengar kata-kata yang bernada pujian itu, keluar dari mulutnya. "Semoga saja dengan kepemimpinanmu ini, kita beserta orang-orang yang akan kita selamatkan nanti, bisa tetap hidup sampai semua masalah ini berakhir." Ekspresi wajah penuh harap terpampang jelas di wajah Ega. Tanpa Rakha inginkan, kini ia mengemban sebuah tanggung jawab yang sangat besar sebagai seorang pemimpin. "Aku tidak bisa berjanji untuk menyelamatkan nyawa kalian semua, tapi aku akan berusaha semaksimal yang aku bisa untuk membuat kalian semua tetap hidup," kata Rakha dan lalu diikuti dengan sebuah senyuman. "Aku akan membantumu, jadi jangan sungkan untuk memintanya," ucap Ega sembari menepuk pelan pundak Rakha. "Terima kasih." Dua orang kepercayaan sang pemimpin yang sebelumnya selalu bertengkar karena mempertahankan pandangan dari masing-masing pemimpin yang diikuti, kini mulai menjalin sebuah hubungan baik yang mana tercipta secara tidak sengaja dari keadaan yang mendesak ini. Kini, karena keduanya bertugas untuk berjaga malam itu, mereka pun memutuskan untuk berjalan ke pos penjagaan bersama-sama. Keduanya sudah tidak secanggung sebelumnya dan bahkan, mereka sudah bisa saling melempar senyuman. *** Supermarket... Kartini, Adipati dan Nando berjalan keluar bangunan supermarket. Mereka yang mendengar respons dari orang yang ada di seberang radio, yang katanya ingin menghampiri mereka, kini menunggu dengan hati yang berdebar dan perasaan yang tidak sabar. "Mana? Tidak ada? Kalian mengerjaiku ya?!" tanya Nando dengan nada bicaranya yang selalu terdengar ketus. Mungkin karena lawan bicaranya adalah Adipati, makanya ia jadi seperti itu. "Ya sabar lah, Nan, mereka masih dalam perjalanan menuju ke sini," jawab Adipati. Ia terlihat mulai malas meladeni Nando yang terus-terusan bersikap seperti itu padanya. Kartini yang berdiri di samping keduanya, untuk ke sekian kalinya menatap heran ke arah Adipati dan Nando. Ia tidak menyangka kalau Tom & Jerry versi dunia nyata ternyata benar-benar ada, dan itulah mereka berdua. Sementara itu, di tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi supermarket tempat ketiga orang itu berada, mobil baja Barakuda milik Jenderal Dipa dan mobil-mobil lainnya yang membawa persediaan persenjataan serta makanan sedang melaju dengan kecepatan normal ke arah supermarket. Dilihat dari kecepatannya, mereka sebentar lagi akan sampai di tempat Adipati, Nando dan Kartini berada. Dari kejauhan, Adipati mulai melihat ada cahaya terang yang datang mendekat ke tempatnya. Wajahnya pun terlihat sangat senang sekarang. "Itu mereka," ucap Adipati. "Mereka datang," tambahnya. Rombongan cahaya itu mendekat dan semakin mendekat. Namun, saat rombongan cahaya itu sudah berada beberapa meter di depan mereka, ketiganya langsung terkejut sembari membelalakkan kedua mata mereka. "M-m-monster ...," ucap Kartini terbata-bata. Ya, kini yang datang menghampiri mereka bukanlah Jenderal Dipa beserta rombongannya, melainkan rombongan Zyn yang memiliki tubuh bercahaya. "Masuk," ucap Adipati pelan. "A-apa?" tanya Nando dengan wajah pucat ketakutannya. "Masuk kembali ke dalam supermarket!" kata Adipati tegas. Karena perkataan Adipati yang begitu tegas, kedua orang lainnya segera tersadar dari rasa takut mereka dan lalu segera berlari masuk ke dalam supermarket. Para Zyn yang mengarah ke tempat mereka, berlari dengan sangat cepat seperti seekor puma yang sedang mengejar mangsanya. Karena cepatnya mereka berlari, kini para monster yang terlihat sangat kelaparan itu sudah berada tepat di depan pintu masuk supermarket yang terbuka lebar. Mereka lalu masuk satu per satu ke dalam supermarket untuk mencari keberadaan tiga mangsa yang sempat mereka lihat di luar tadi. Kartini, Adipati dan Nando yang sedang bersembunyi di dalam box-box kayu yang ada di gudang penyimpanan barang yang terletak di basemen supermarket, menutup mulut mereka agar tidak mengeluarkan suara sama sekali. Mereka bahkan sedikit menahan napas mereka agar deru napas mereka tidak terdengar oleh para Zyn yang kini mulai mendatangi tempat tersebut. Posisi box tempat mereka bersembunyi berjarak cukup berdekatan. Namun, box tempat Nando bersembunyi sedikit berjarak dari dua box tempat Adipati dan Kartini berada. Dalam keadaan bersembunyi, secara perlahan mereka mulai mendengar suara langkah kaki para Zyn yang semakin lama semakin mendekat ke arah mereka. Suara geraman mirip harimau pun terdengar seiring dekatnya para Zyn dengan box tempat ketiganya bersembunyi. Saking takutnya, ketiga orang itu benar-benar menutup mulut mereka seerat yang mereka bisa. Mereka bahkan semakin menahan dan memperkecil suara deru napas mereka hingga benar-benar tidak ada suara apa pun yang terdengar di sana. Selama beberapa menit, para Zyn yang berjumlah tujuh ekor itu berkeliling dan terus mencari keberadaan mangsa yang telah mereka tandai. Mereka yang memiliki tubuh berwarna hitam dengan corak loreng berwarna biru bercahaya di seluruh permukaan tubuhnya, terus mencari dengan menggunakan ketiga mata mereka yang sangat tajam. Makhluk-makhluk itu tidak memiliki hidung, sebagai pengganti alat pernapasan, mereka menggunakan lubang udara mirip insang yang ada di leher mereka. Lubang itu hanya bisa mengambil oksigen dan tidak bisa membedakan bau. Itulah sebabnya mereka kesulitan untuk menemukan keberadaan Adipati, Nando dan juga Kartini yang mana ketiganya berada dekat sekali dengan mereka. Setelah cukup lama berkeliling dan tidak menemukan keberadaan mangsa-mangsanya, salah satu Zyn yang merasa kesal, secara kasar menghempaskan salah satu box dengan ekornya, dan sialnya, box itu berisi Nando. Otomatis pemuda itu terhempas bersamaan dengan box yang hancur. "Argh!" "Nando!" ucap Kartini kaget, namun dengan suara yang pelan. Gadis itu bisa melihat apa yang terjadi pada Nando dari lubang kecil yang ada di box tempatnya bersembunyi. Erangan kesakitan Nando yang terhempas oleh Zyn, terdengar dan seketika membuat para Zyn yang masih berada di ruangan itu langsung menatapnya. Mereka semua langsung berlarian mendekati Nando. Namun, saat ketujuh Zyn itu mau meraih tubuh Nando, tiba-tiba saja mereka terdiam dan mematung. Mereka berhenti bergerak seperti ada yang memberhentikan mereka. Nando yang sempat menutup wajahnya karena takut, kini menatap ke arah para Zyn yang berdiri tepat di depannya. Ia begitu keheranan karena monster-monster pemakan daging itu mematung tanpa sedikit pun ada pergerakan. "Apa yang terjadi?" batin Nando bertanya-tanya. Ketika ia masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi, sosok Adipati yang sudah keluar dari dalam box tempatnya bersembunyi, kini tengah menggunakan kekuatan supernya pada para Zyn yang ada di depan sana. Kedua mata birunya aktif dan bahkan terlihat sedikit bercahaya. Masih dengan menggunakan kekuatannya, Adipati lantas berkata sesuatu kepada para Zyn. "Habisilah ... sesama kalian." Dan setelah itu, para Zyn yang berjumlah tujuh ekor itu langsung menurutinya. Kekacauan pun terjadi. Para Zyn yang awalnya ingin menangkap dan berebut tubuh Nando, kini beralih jadi saling serang dan saling bunuh terhadap sesama kelompok mereka sendiri. Melihat kekuatan supernya berhasil, Adipati lantas meminta Nando untuk segera pergi dari tempatnya berada saat ini. Namun, ia tidak mengatakannya secara langsung, melainkan ia mengatakannya melalui media telepati. "Nando, pergi dari sana!!" ucapnya. Nando sedikit tersentak kaget karena tiba-tiba saja ada suara Adipati di dalam pikirannya. Namun setelahnya, ia bergegas untuk pergi dari tempat itu. Kartini yang baru saja keluar dari dalam box, dengan cepat menyeret Adipati untuk segera pergi dari tempat itu. Saat menyeret Adipati, Kartini bisa merasakan kalau tubuh adiknya itu terasa lemas. Itu pasti karena efek dari kekuatan super yang digunakannya tadi. Kini ketiga orang itu berlari keluar dari tempat penyimpanan barang menuju ke dalam supermarket. Namun, saat mereka sampai di sana, mereka malah bertemu dengan Zyn yang masih satu kelompok dengan Zyn yang ada di ruang penyimpanan barang. Seketika mereka bertiga langsung menjadi incaran para Zyn yang sangat kelaparan itu. Saat para Zyn tengah berlari ke arah Kartini, Adipati dan Nando, tiba-tiba saja rentetan tembakan menghujani mereka hingga membuat mereka semua tumbang dengan tubuh yang berlubang. "Cepat kemari! Mereka akan bangkit lagi!" teriak Jenderal Dipa. Dengan segera Kartini, Adipati dan Nando berlari ke arah Jenderal Dipa dan juga rekan-rekannya. Dan benar saja, tak lama setelah ketiganya pergi, para Zyn yang terluka itu kembali bangkit dengan luka-luka mereka yang beregenerasi. "Bawa mereka ke mobil! Aku dan beberapa orang lainnya akan menahan para Zyn ini!" pinta Jenderal Dipa. "Siap, Pak!" kata salah satu anggota TNI. Sebelum pergi, Jenderal Dipa dan Kartini saling pandang sejenak dan baru setelahnya, Kartini pergi menuju mobil baja Barakuda menyusul Adipati dan Nando yang sudah ada di sana. Rentetan tembakan kembali terdengar sepeninggal Kartini, Adipati dan Nando. Dan ketika ketiga orang itu telah berada di dalam mobil baja Barakuda, barulah Jenderal Dipa beserta rekan-rekannya menarik diri dari tempat itu. Setelah semuanya berada di dalam mobil, gas pun ditancapkan. Rombongan mobil-mobil besar itu pun pergi dari area supermarket, meninggalkan para Zyn yang kini masih meregenerasi tubuh mereka. Selama perjalanan menuju ke kamp pengungsian yang ada di Gelora Bung Karno, Adipati yang kelelahan terus merebahkan kepalanya di pundak Kartini yang duduk di sebelahnya. Kartini pun dengan setia mengusapi pucuk kepala adiknya itu dengan penuh kasih sayang. Nando yang melihat betapa perhatiannya Kartini pada Adipati, merasa begitu iri karena salah satu anggota keluarga dari rivalnya itu masih hidup sementara ia, tidak ada satu pun dari anggota keluarganya yang tersisa. "Kamu selalu saja beruntung, Di," batin Nando sembari menatap sinis ke arah Adipati. Setelah satu setengah jam perjalanan, sampailah mereka di Gelora Bung Karno. Kedatangan rombongan mobil mereka langsung disambut oleh para anggota TNI dan polisi yang sedang berjaga di pintu masuk Gelora Bung Karno. Jenderal Dipa yang memimpin, menyempatkan diri untuk turun sebentar. Ia ingin menanyai kondisi kamp selama ia tidak ada. "Bagaimana, apa kondisi tempat ini aman saat saya tinggal?" tanya Jenderal Dipa. "Aman, Pak. Tidak ada Zyn ataupun masalah yang terjadi di dalam kamp," jawab salah seorang anak buahnya. "Bagus, kalau begitu lanjutkan pekerjaan kalian," ucap Jenderal Dipa. Namun saat Jenderal Dipa ingin kembali memasuki ke dalam mobilnya, si anak buah itu dengan cepat mencegatnya. "Tunggu, Pak, ada sesuatu yang ingin saya laporkan," katanya. Jenderal Dipa pun berbalik dan lalu menunggu anak buahnya itu untuk berbicara. "Helikopter terakhir yang mengudara, sore tadi jatuh karena serangan Zyn." Mendengar laporan itu, Jenderal Dipa pun langsung mengembuskan napasnya berat. Bagaimana tidak, sekarang ia tidak punya lagi alat transportasi yang bisa melakukan pengamatan melalui jalur udara. "Hem, saya mengerti. Terima kasih atas laporannya," ucap Jenderal Dipa. Ia kemudian masuk ke dalam mobil baja Barakudanya dan tak lama kemudian iring-iringan mobil pun bergerak masuk ke dalam area Gelora Bung Karno. Setelah mobil-mobil berukuran besar itu sampai di tempat pemberhentian, Jenderal Dipa lantas langsung mempersilakan Kartini, Adipati dan juga Nando untuk turun. "Tunggu di sini sebentar, saya mau memerintahkan sesuatu kepada para anak buah saya, jika sudah selesai, saya akan langsung mengantarkan kalian bertiga ke tempat kalian bisa beristirahat," ucap Jenderal Dipa. "Baiklah," balas Kartini. Pria dan wanita itu kembali saling tatap selama beberapa detik sebelum akhirnya Jenderal Dipa pergi melaksanakan pekerjaannya. Selama menunggu, Adipati yang terlihat sangat pucat dan lemas, terus dibopong oleh Kartini. Pemuda itu sudah tidak sanggup lagi untuk berdiri. "Bertahanlah, sebentar lagi kamu bisa beristirahat," kata Kartini dan lalu diangguki oleh Adipati. Tak lama kemudian Jenderal Dipa pun kembali dan lalu ia memimpin jalan menuju ke tempat di mana orang-orang yang selamat berada. Kartini, Adipati dan Nando dengan tenang mengekor di belakang Jenderal Dipa tanpa bertanya ataupun berbicara sama sekali. Jenderal Dipa yang melihat betapa lemas dan pucatnya wajah Adipati, lantas melontarkan pertanyaan pada Kartini. "Ada apa dengannya, kenapa ia terlihat begitu lemas dan pucat? Apa dia sakit?" tanya Jenderal Dipa. "Dia hanya kelelahan dan masih shock dengan apa yang baru saja terjadi di supermarket tadi," jawab Kartini bohong. Gadis cantik itu sengaja tidak mengatakan hal yang sejujurnya pada Jenderal Dipa karena ia takut kalau Adipati dan Nando akan dikarantina di tempat yang terpisah darinya. Atau mungkin, keduanya malah tidak diizinkan untuk masuk karena baik Adipati maupun Nando sama-sama terjangkit Virus-69. "Kalau begitu sesampainya kalian di dalam, kalian harus segera menemui para tenaga medis kami untuk melakukan pengecekan," kata Jenderal Dipa yang sebenarnya sedikit menaruh curiga pada ketiga orang itu. Dengan wajah yang terlihat gugup, Kartini pun hanya mengangguk sebagai respons atas perkataan Jenderal Dipa. Tak lama kemudian keempat orang itu pun sampai di dalam, tepatnya di kawasan tenda-tenda pengungsian. Banyak orang-orang yang selamat berkumpul di sana. Dan secara kebetulan, Dokter Nick yang sedang berkeliling pun bertemu dengan keempat orang itu. "Kartini," panggil Dokter Nick. "Dokter Nick," panggil Kartini balik. Dengan wajah yang terlihat senang, Dokter Nick menatap Kartini dan Adipati secara bergantian. Dia yang dulu bertugas sebagai dokter dari BKN yang menangani Keluarga Rahadian saat awal-awal wabah mulai menyebar, merasa senang dapat melihat kedua kakak beradik itu lagi. "Syukurlah kalian berdua selamat." Senyum pun mereka di kedua sudut bibir Dokter Nick. "Bagaimana dengan kedua orang tua kalian?" tanya Dokter Nick. Dengan ekspresi wajahnya yang sedih, Kartini menggelengkan kepalanya. Dokter Nick yang mengerti pun seketika merasa tidak enak karena telah melontarkan pertanyaan tersebut. "Maafkan aku." "Tidak apa," kata Kartini sembari mencoba untuk tersenyum. Jenderal Dipa yang melihat betapa akrabnya Dokter Nick dan Kartini, tidak sedikit pun tertarik dengan apa yang membuat keduanya bisa jadi seakrab itu. Ia malah ingin menitipkan ketiga orang yang baru saja ia temukan itu pada Dokter Nick karena sekarang ia harus kembali melanjutkan pekerjaannya. "Aku titip mereka," pinta Jenderal Dipa pada Dokter Nick. "Siap!" balas Dokter Nick. "Oiya, jangan lupa lakukan pemeriksaan pada mereka. Kita harus tahu kalau mereka bersih dari virus mematikan itu atau tidak," tambahnya. Dokter Nick yang sudah mengetahui kalau Adipati terjangkit Virus-69, seketika melakukan aksi saling tatap dengan Kartini yang ada di depannya. Dokter muda itu tidak tahu, apakah ia harus mengatakan hal ini pada Jenderal Dipa atau tidak. Namun, ketika Dokter Nick masih bimbang dan Kartini masih berusaha untuk menutupi keadaan sebenarnya dari Adipati dan juga Nando, tiba-tiba saja Adipati merasa mual dan tanpa sengaja ia memuntahkan darah yang cukup banyak dari mulutnya. "Ada apa?! Apa yang terjadi padanya?!" tanya Jenderal Dipa. "I-itu ...." Kartini yang panik tidak bisa menjawab. Ia begitu takut untuk mengatakannya. Di saat Jenderal Dipa masih menunggu jawaban dari Kartini, Adipati terus memuntahkan darah yang kini mulai berwarna kehitaman. Dan karena hal itulah, seluruh mata orang-orang pun kini memandang ke arahnya. Orang-orang dengan cepat mengambil kesimpulan kalau Adipati adalah seorang yang terinfeksi Virus-69. "Ada terinfeksi!" teriak seorang wanita berambut bondol. "Celaka! Matilah kita!" timpal yang lainnya. "Usir dia! Usir terinfeksi itu dari sini!" Yang lainnya pun ikut menimpali. Hingga akhirnya keadaan pun menjadi ramai. Orang-orang kini mengerumuni tempat di mana Adipati, Kartini, Nando, Jenderal Dipa dan Dokter Nick berada. Mereka semua meminta agar Adipati segera pergi dari tempat pengungsian karena dianggap akan mengancam keamanan tempat tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN