Part 16

1707 Kata
Drrrttt... Suara getaran dari handphone Bram berbunyi. "Loh mama? Ngapain mama nelpon? Tunggu dulu yah Na.." Ucap Bram seraya mengangkat handphonenya. "Halo ma," Bram melirik kearah Ana. "Halo sayang,kamu udah makan?" Tanya Tuti dari seberang sana. Bram menaikkan salah satu alisnya. "Udah ma,mama gimana? Kok tumben nelpon? Ada masalah?" Tanya Bram lagi. "Enggak,mama cuma kangen sama kamu. Oh iya, sekarang kamu dimana? Sama siapa?" Tanya Tuti dengan nada sedikit khawatir. Bram menoleh kepada Ana. "Lagi dirumah,sama Ana ma,ngerjain tugas. " Jawabnya. "Ohh,mama cuma mau bilang,kalau pekerjaan mama sama papa diundur,jadi minggu depan. So pasti mama bakalan pulang satu minggu lagi. Gak pa-pa kan sayang?" Jelas Tuti . Bram tersenyum tipis. Ia menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya dengan pelan. "Oh yaudah mah. Hati-hati ya ma,jaga kesehatan." Ucap Bram dengan suara pelan. "Oke sayang, kirim salam sama Ana dan Tante Dinda. Jangan lupa makan ya, bye sayang.." Ucapan terakhir sekaligus penutup dari telepon itu. Tut.. Tut.. Terdengar suara dari handphone Bram. Ia melihatnya lalu meletakkannya di atas meja. "Udah selesai?" Tanya Ana penasaran. Bram menggangguk pelan. "Udah,mama kirim salam sama Lo. Mereka pulang minggu depan." Ujar Bram dengan ekspresi sedih. "Lo mau ngelanjutin cerita Lo? Gue mau denger kok," Ana membuka pembicaraan ditengah-tengah keheningan. "Elo itu cewek pertama yang pernah dengerin curhat gue. Mungkin Lo gak bakalan nyangka Na,gue itu dulunya badboy banget. Gue merokok,pergi ke klub malam dan bahkan pernah menghajar seseorang sampai babak belur bahkan kritis. Dia itu Revan,ketua OSIS kita sekaligus musuh gue dari dulu." Ucap Bram yang sukses membuat Ana terlonjak kaget. Ana terbelalak mendengar cerita Bram. Namun bagaimanapun juga,dia harus tetap mendengar cerita itu. "Trus? Kok bisa sih sekarang Lo itu baik banget," Tanya Ana sambil mengerutkan keningnya. Bram tersenyum menahan tawa. "Karna kehilangan mengajarkan gue supaya bisa menjaga. Untuk itu,gue minta pindah rumah. Biar gue bisa move on dan mendapatkan kehidupan baru. Ternyata,gue jumpa sama Lo. Setiap gue lihat Lo,gue ingat sama Tasya. " Ucap Bram serius. Mata elangnya menatap lekat-lekat mata Ana. Menimbulkan efek salah tingkah bagi Ana.Bram langsung tertawa lepas. "Itu dia, kenapa gue seneng banget dekat sama Lo. Lo itu agak lucu tau," Bram tersenyum jahil. Ana memancungkan bibirnya. "Ya kali jangan gitu banget,gue kan takut." Balasnya dengan nada manja. "Tapi,maaf nih ya. Gue bisa gak,dengerin cerita tentang adik Lo mulai dari awal. Gue penasaran," Ana menyerngitkan dahinya. Bram menarik nafas dalam-dalam. "Oke, ceritanya begini." Flashback on Suara alunan musik semakin memacu adrenalin para pemuda di klub tersebut. Mereka berlompat dan menari riah tanpa memikirkan sesuatu apapun. Salah satunya, Bram. "Woyy Bram,Lo gak pulang? Gak kepikiran sama Tasya?" Tanya seorang temannya kepada Bram. Yang sedang ditanyai malah asik berjoget sambil memegang segelas minuman keras. "Ogah," Ucapnya dengan jalan sempoyongan. Mereka semua saling berpandangan,sedangkan Bram tetap asik dengan minuman dan musik keras itu. Sedangkan di tempat lain... "Kak Bram mana yah? Kok belum pulang juga, padahal udah jam dua pagi." Gumam seorang gadis yang sedang duduk diruang tamu dengan wajah khawatir. "Gue pengen banget deh,ngumpul bareng keluarga. Cerita bareng,makan bareng,tapi apalah daya. Mama sama papa sibuk mulu,sedangkan kak Bram pergi ke klub." Ucapnya dengan perasaan kacau. Hari ini gue disuruh temen-temen makan makanan yang udah dijatuhin dilantai kantin. Gue dijambak-jambak trus ditampar. Kacamata gue aja udah retak. Tapi,gue mau ngadu sama siapa? Temen-temen di sekolah selalu membully gue. Diapun tertidur di sofa itu. Menanti Bram pulang,dan menceritakan masalahnya. Jam enam tepat. Bram baru pulang dengan baju acakan dan wajah pucat. Tasya langsung berlari menemuinya. "Loh,kakak baru pulang?" Tanya Tasya riang saat melihat kakaknya itu masuk ke rumah. "Mmm,awas lo. Gue mau masuk. Kok elo gak sekolah?" Tanya Bram tetapi ia menyingkirkan Tasya dari depannya. Tasya langsung terdiam. Senyumannya langsung memudar seketika itu juga. "Tasya gak mau sekolah." Ucapnya dengan nada nyaring sampai-sampai membuat Bram berhenti di tangga. Bram menoleh kearah Tasya. "Yaudah,siapa peduli. " Ucapnya lalu berlalu pergi kekamarnya. Tasya menangis. Dia ingin sekali saja dipedulikan dengan Bram. Dia berlari ke kamarnya. Mengambil handphonenya lalu mengetik salah satu nama dalam kontaknya. Mama "Tit..Titt.... Nomor yang anda tuju sedang sibuk atau berada di luar.." Terdengar suara operator wanita yang memberitahukan bahwa nomor Tuti sedang sibuk. Tasya mencobanya berkali-kali. Namun,hasilnya tetap sama. Diapun mengganti nama lain. Papa Tasya meletakkan handphone itu disamping telinganya. Berharap supaya Herlino menjawab telepon itu. "Mm halo,ada apa Tasya? Papa lagi sibuk. Besok aja yah," Tut..Tut..Tut.. Tasya belum sempat berbicara namun teleponnya sudah mati. Tasya merasa begitu kacau. Dia menangis sekuat yang dia bisa. Pikirannya melayang akan teman-temannya yang pasti sedang menunggunya di gerbang sekolah. Tak ada yang berani dengan mereka. "Hiks.. Hiks.. gue harus gimana?" Tasya merasa begitu ketakutan. Dia memberanikan diri mengetuk pintu kamar Bram. Tok..Tok..Tok.. Bram yang baru saja membantingkan tubuhnya keatas kasur mendadak emosi sambil berjalan kasar. "Apaan sih Lo? Jangan ganggu hidup gue napa? Lo itu kayak anak culun deh,gak cocok jadi adik gue," Ucap Bram saat membuka pintu. Dia melihat Tasya menangis dalam diam. Bram sesaat terdiam. "Lo kenapa?" Tanyanya dengan nada malas. Tasya berdehem. Lalu mencoba mengeluarkan suaranya. "Tasya takut kak,Tasya gak mau sekolah." Ucapnya terbata-bata. Nada suaranya bergetar,memang kelihatan kalau dirinya begitu ketakutan. Bram mengucek-ucek wajahnya frustasi. "Malas kenapa sih? Udah,gue ngantuk banget. Terserah Lo,mau kesekolah atau enggak. Gue mau bobo. Sana Lo!" Seru Bram sambil mendorong tubuh mungil Tasya. "Tapi kak," Brukk Pintu langsung tertutup keras. Tasya merasa begitu sakit hati. Air matanya tak henti mengalir. Kok gitu banget sih mereka sama gue.. yaudah,gue sekolah aja. Tasya pun berangkat ke sekolah. Benar dugaannya, teman-temannya sudah berada di gerbang sekolah. "Udah sampe anak culun? Gak biasanya terlambat. Nih,bawa tas kita semua." Ucap salah satu dari geng mereka. Tasya melakukan apa yang mereka suruh. Sampai di kelas,Tasya disuruh mengerjakan tugas mereka semua. Setelah pulang sekolah, tiba-tiba mereka mengunci Tasya didalam toilet. "Loh, buka...buka pintunya.." Tasya menggedor-gedor pintu itu sambil menangis ketakutan. Mereka mematikan lampu dari luar dan meninggalkan Tasya sendiri. Tasya sulit untuk bernafas. Semakin lama dia semakin lemah dan suaranya semakin hilang. Bayangan gelap mulai hinggap di mata Tasya,namun tak ada satu orangpun yang mendengarnya. Hingga, "Neng,neng?" Panggil seseorang dari luar sana. Dia pun membuka pintu dan melihat Tasya sudah terkulai lemas dan tak berdaya. "Loh,neng Tasya," Ucap lelaki tua itu yang adalah seorang penjaga sekolah lalu mengangkat Tasya keluar. Banyak orang melihatnya,lalu membentuk kerumunan didepan toilet. "Tolong hubungi keluarga Tasya!" Seru seorang dari mereka. Si penjaga sekolah tadi mencari dalam tas Tasya, untung dia menemukannya. Mereka pun menghubungi nomor Bram. *** Drrrrttt Handphone Bram bergetar. Cowok itu yang masih berada ditempat tidur meraba-raba meja. Karena tidak mendapatkannya,diapun emosi. Tetapi handphonenya tetap bergetar. Akhirnya dia pasrah lalu mengambil handphone itu dan mengangkatnya. Dari Tasya? "Halo..Apaan sih Lo? Gue udah bilang jangan ganggu gue dulu.." Bram berteriak keras,dengan beberapa penekanan di kata-kata terakhirnya. "Halo pak,ini saya penjaga sekolah,neng Tasya pingsan. Dia dikunci dalam toilet" Sahut seseorang dari seberang sana. Suaranya seperti suara laki-laki. "APA?" Bram terkejut sewaktu mendengar kabar itu. Diapun langsung berlari ke garasi dan melajukan sepeda motornya. *** "Aduh,kasihan banget sih dia. Padahal dia itu anak yang pintar loh," Ucap orang-orang yang ada di kerumunan itu. Bram tiba disana! Dia langsung menghampiri Tasya yang sedang pingsan dengan wajah pucat. "Loh,dia kenapa?" Tanya Bram kepada penjaga sekolah itu. "Dia dikunci temannya di toilet mas,untung saya melihatnya." Jawab penjaga sekolah tadi. Saat Bram hendak mengangkatnya, tiba-tiba Tasya bangun. "Loh,kamu udah bangun? Yaudah,ayo jalan ke motor gue," Ucap Bram kasar. Mereka pun berjalan lalu Bram membonceng Tasya. Tiba-tiba hujan datang begitu deras. Namun,belum sampai di luar gerbang tiba-tiba handphone Bram bergetar. "Halo,apa? Oke gue datang kesana. Tunggu aja," Sambungan terputus. "Turun Lo. Gue mau berantem. Lo naik angkot aja." Ucap Bram dingin kepada Tasya. Tasya yang masih pusing kemudian turun karena dipaksa oleh Bram. "Tolong jangan berantem kak,Tasya pengen dibonceng sama kakak. Kakak mau berantem sama siapa?" Tasya mulai menangis lagi. Bram memutar bola matanya malas. Hujan deras membuatnya semakin dihinggapi oleh rasa emosi. "Yaelah,Lo manja banget sih. Gue mau berantem sama Revan. Udah,bukan urusan Lo. Gue mau pergi dulu," Bram menepis tangan Tasya. Bram pun pergi meninggalkan Tasya sendiri. Tasya menangis. Tetapi dia tidak langsung pulang. Dia berjalan ke halte depan sekolah lalu duduk di sana. Menunggu apakah Bram akan melihatnya. *** Hujan sore itu tidak menjadi penghalang bagi dua pemuda ini untuk bergulat. Mereka saling melukai tanpa perasaan. Darah yang bercucuran seakan tak berarti lagi. "Habis Lo," Pekik Bram sambil mendaratkan kepalan tangannya diwajah Revan yang sudah berdarah. Revan terjatuh dan tidak sadarkan diri. Semua orang yang ada ditempat itu langsung berlarian ketika suara sirine polisi berhenti ditempat mereka. Bram dan teman-temannya membalap menghindari polisi. Mereka pergi ke klubnya. Saat sampai di sana, handphone Bram bergetar. Dia pun mengangkatnya. "Halo,apakah ini Bram?" Tanya seseorang dari seberang sana. Bram melihat handphonenya sekali lagi. Dia mengerutkan keningnya karena yang sedang meneleponnya adalah Tasya. Yaelah,nih anak dari tadi nelpon gue mulu. Masalah apa lagi sih? "Mm,iya. Ada apa lagi yah?" Tanya Bram angkuh. Dia berjalan kedalam klubnya lalu mengambil segelas minuman dan mereka bersulang merayakan kemenangan mereka. "Halo.. Halo" Panggil seseorang dari handphone Bram. Bram kembali meletakkannya di telinganya. "Apaan lagi sih?" Tanya Bram marah. "Pemilik dari nomor ini sudah meninggal mas,dia kami temukan dalam keadaan tidur dihalte depan sekolah.Sepertinya dia tidak pulang karna menunggu seseorang. " Ucap pria dari sana. Boommm Bram merasa tulangnya lepas satu persatu. Kakinya seakan tak bisa menopangnya lagi. Dia tersungkur dan menangis begitu menyesal. Teman-temannya terkejut. Merekapun membawa Bram kerumah sakit. *** Tuti dan Herlino tak henti-hentinya menangis. Mereka menyesali perbuatan mereka. Bram datang dan mereka langsung memeluknya. "Adik kamu nak,dia" Tuti berteriak histeris. Mereka bertiga menoleh ketika suster membawa Tasya yang sudah membeku. Bram tak bisa memaafkan dirinya sendiri. Dia berteriak histeris. *** Setelah kejadian itu,Bram menjadi sosok yang pendiam. Dia selalu dingin terhadap semua orang. Sedangkan Revan,dia pindah sekolah serta rumah juga. Bram menyelesaikan pendidikan di SMP dengan baik. Dia pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA. Namun,sekolah yang ada hanya satu,yaitu SMA Nusa Bangsa Bandung yang menjadi tempat dimana dia kehilangan adik satu-satunya. Ia memilih pindah dan bertemu dengan seorang gadis yang mirip dengan adiknya. "Hati-hati ya," Ujar gadis dari seberang rumahnya kepada temannya yang pergi dari sana. "Tasya?" Bram seolah melihat Tasya berdiri disana. Ralat, ternyata itu bukan Tasya. Bram menatapnya dengan tatapan penyesalan. Hingga gadis itu juga melihatnya. Tiba-tiba sebuah truk pengangkut barang memisahkan pandangan mereka. Bram berjalan kembali memasuki rumahnya. Flashback off ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN