Part 9

1062 Kata
"Nana,bangun sayang. Nana,ayo bangun,nanti kamu terlambat" Suara Dinda terdengar masuk kedalam mimpi Ana. Ana tetap tidur, Ia sengaja melepaskan baterai jam bekernya,supaya bisa tidur nyenyak. Kembali Dinda membangunkan Ana.Namun,putrinya itu malah tidak bangun juga,ia pun menyentuh kepala Ana, ternyata badan Ana begitu panas. "Loh,kamu sakit ya sayang?Kalau begitu gak usah sekolah dulu. Biar mama hubungi dokter," kata Dinda seraya mengambil ponselnya. Apa? Dokter? Apa jangan-jangan gue bakalan disuntik? Mati gue, Seketika mata Ana terbuka lebar dan ia bangun lalu menarik ponselnya Dinda. "Jangan hubungi dokter mama,Nana udah sembuh kok, Nana mau sekolah." Katanya sambil mematikan ponsel itu. "Loh,badan kamu panas banget sayang. Mungkin karena terkena hujan semalam." Dinda tampak begitu cemas. Andai saja Ana tidak takut dengan 'suntik' mungkin ia akan memilih dirumah. Bahkan dari SD saja ia tidak pernah disuntik,saat ada penyuntikan dari kelas satu sampai kelas tiga, Ana berpura-pura sakit perut lalu berlari pulang kerumahnya. "Iya,nanti minum obat udah sembuh kok ma,lagipula hari ini Nana ada ulangan Fisika. Jadi Nana harus sekolah." Ana berjalan ke kamar mandinya lalu mandi. Selesai berpakaian,ia turun untuk sarapan. Ia terkejut saat melihat Bram duduk bersama Dinda di meja makan. "Pagi Nana,bareng yuk.." sapa Bram ramah. Ana mendengus kesal sambil memakan sarapannya. "Pagi" jawabnya jutek. Ana berpikir tujuh kali lebar. Kalau sempat Dinda menyisir rambutnya didepan Bram,pasti sebangkunya itu akan mengejeknya. Ia memakai sepatu lalu menyisir rambutnya sendiri. Ketika itu juga,telepon berdering lalu Dinda mengangkatnya. Mata Bram memperhatikan Ana menyisir rambutnya. Gadis itu tampak frustasi.Bram hanya tersenyum saat melihat Ana seolah menyiksa rambutnya sendiri,iapun berjalan kedekat cermin itu lalu mengambil sisir berwarna pink dari tangan Ana. "Kalau sisiran itu dari bawahnya dulu, baru pelan-pelan keatas. Biar gak lama trus rambutnya gak patah." Katanya sambil menyisir rambut Ana. Ana yang malu setengah mati hanya menunduk sambil merasakan tangan lembut Bram saat menyisir rambutnya. "Dari dulu kalau gak papa,pasti mama gue yang nyisirin rambut gue," Balas Ana berbisik. Bram hanya tersenyum,tangannya begitu lihai menyisir rambut halus Ana. "Dah,udah siap deh. Berangkat yuk!" Ajak Bram seraya memberikan sisir itu kepada Ana. Ana hanya mengangguk. Mereka menyalam Dinda lalu pergi ke sekolah. Sampai disekolah, Ana langsung duduk di bangkunya lalu meletakkan kepalanya di atas meja. Ia tetap dikelas tanpa mengikuti baris pagi. Setelah selesai berbaris,Bram yang merasa cemas berjalan cepat kekelas. "Tadi waktu gue ngerem mendadak,badan gue bersentuhan sama kepala Nana, sumpah!!Panas banget,pasti dia sakit." Gumam Bram cemas. Dan saat sampai dikelas,benar dugaannya. "Nana!!" Teriak Bram ketakutan . Dengan mata tertutup,badan panas dan keringat yang mengalir deras, Ana seakan tidak bernyawa.Bram mengangkat kepala Ana. "Wajah Lo pucat banget," Bram memangku Ana hati-hati. Semua siswa yang baru masuk kelas dan tidak tau apa yang terjadi menjadi heboh dan kebingungan. "Ana sakit ya?" Tanya Diko dan Koko cemas. Mereka mengikuti Bram yang sedang memangku Ana ke UKS. Tugas mereka membuka jalan dan menyingkirkan orang-orang. "Minggir Lo,ada orang sakit." " Awas, awas... Air panas,air panas!" Dengan hati berdebar Bram berjalan cepat membawa Ana ke UKS. Ia membaringkan Ana pelan lalu menyuruh Diko memanggil guru. "Koko,Lo beliin teh manis cepat!" Perintah Bram sambil memberikan uang kepada Koko. Tinggallah mereka berdua. Bram menggenggam tangan panas Ana,dan berharap supaya Ana cepat sadar. " Cepetan bangun dong princess,jangan buat gue takut. Plissss," Bram terlihat benar-benar cemas. "Bangun dong,gue gak tega lihat Lo begini," Tiba-tiba Ana mengigau tak jelas. Kemudian tubuhnya menggigil. Dengan sigap Bram mencari selimut di lemari UKS. Ia menemukan selimut putih kemudian menyelimuti tubuh Ana yang sangat panas. Ibu Farida datang lalu mengkompres kepala Ana. Dia menyuruh Bram dan yang lain kembali kekelas. Tanpa melepaskan pandangannya sedikitpun dari Ana,Bram berjalan keluar UKS. Meninggalkan Ana dengan wajah pucat dan keringat dinginnya. Bram belajar fisika! Pelajaran yang sangat disukainya. Namun,untuk kali ini semuanya seakan hampa. Ia benar-benar tidak nyaman. Resah,gelisah dan takut menggunung dihatinya. Tok...Tokk..Tokk Seorang anggota PMR mengetuk pintu. "Permisi pak,mau ngambil tasnya Ana,dia sakit dan orangtuanya datang menjemput." Jelasnya sopan. Ia masuk lalu mengambil tas Ana. Bram menahan tangan cowok itu. " Gimana keadaannya?" Tanyanya penasaran. "Udah lumayan," Jawab cowok itu lembut. "Tunggu,ada yang mau gue ambil dari tasnya." Bram menahan cowok itu lagi sebelum ia pergi. Bram mengambil buku tugas kimia dan biologi Ana. Berniat mengumpulkan tugas itu supaya Ana tidak dihukum. "Yaudah,Lo bisa pergi. Makasih ya" Bram meletakkan buku itu kedalam lacinya. Cowok tadi memutar bola matanya malas lalu permisi kepada guru fisika itu. "Permisi pak," "Iya, iya, hati-hati ya nak." *** Bel berbunyi. Bram dan teman-temannya pergi ke kantin. Sampai di kantin,Bram melihat Nita duduk sendiri. Ia menghampirinya lalu duduk di depan Nita,berhadapan dengannya. "Hai,gue bisa duduk disini gak?" Tanya Bram jahil seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Nita mematung,ia melihat pelan keatas,lalu mengatur cara duduknya. " Bram?boleh,boleh." Jawabnya gugup. Bram duduk lalu memesan bakso kosong. Setelah itu mereka berbincang-bincang. Tampak Nita begitu salah tingkah. Tetapi Bram hanya merespon biasa saja. "Lo tau gak kalau Ana itu pulang karena sakit." Bram langsung ke pokok masalah. Ia menatap mata Nita lekat-lekat. Nita terkejut, bahkan sempat tersedak. Untung Bram langsung memberinya minum. " Makasih. Gue gak tau,tadi malam gue sama di chat,dia baik-baik aja kok. Bahkan dia mau ngajak gue makan mie ayam." Bram mengunyah bakso itu dimulutnya. Meresapi setiap detail bumbu di kuahnya dan menikmati kehampaan yang kini melanda hatinya. "Gue sedih aja,karna dia kemaren kena hujan. Mungkin dia sakit karena itu." Nita menghentikan makannya,sontak memasang ekspresi terkejut. " Kok elo bisa tau? Lo jemput Ana yah? Trus kalian boncengan bersama waktu hujan?" Tanyanya dengan nada naik satu oktaf. Bram mendongakkan kepalanya. "Iya,emang kenapa?" Nita kembali menurunkan suaranya. Mencoba menenangkan diri. "Oohhh,enggak,cuma nanya doang. Yaudah,gue cabut deluan ya," Katanya lagi lalu pergi dan membayar baksonya. Bram duduk sendiri. Merasakan sesuatu yang sangat sulit untuk dijelaskan. Seperti ada yang hilang,rasa sepi diantara keramaian.Dengan cepat ia menghabiskan baksonya lalu pergi kekelas. Satu hari yang sangat membosankan bagi Bram. Hari itu pembagian nilai ulangan biologi,dan yang mendapat nilai tertinggi ada dua orang, Ana dan dirinya. Bram memandangi kertas ulangan Ana dengan seksama. Ia tersenyum melihat tulisan indah dan jawaban super panjang yang dibuat Ana. Ditambah keterangan kecil dibawah bertuliskan kalau dirinya lupa nama latin dari tulang paha. Bram semakin merasa ingin lebih dekat dengan Ana,sosok cewek yang membuatnya berubah. Andai Ana tau siapa diri Bram yang dulunya,mungkin mereka takkan sedekat itu. Ana adalah cewek pertama juga yang membuatnya bisa tersenyum menggobal,atau menatap mata seorang gadis dalam waktu yang lama. Dan terakhir, Ana jugalah gadis pertama yang mampu membuat hatinya merasakan yang dinamakan 'cinta'. Yahhh,cinta! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN