Part 20

2028 Kata
Bu Ratih akan menyambut Ana dan keluarganya dari Bandung. Suaminya sedang pergi bertemu client padahal itu hari Sabtu. Heni dan Dany sedang sibuk memantau gedung baru kantornya mereka tidak dapat menemani Maminya menyambut para tamu . Sementara Tasya dan Erik sejak pagi pamit hendak menghadiri acara reuni SMA. Untung keluarga Vina mau menginap jadi pertemuannya sedikit santai. Bu Ratih sibuk sendiri di rumah nya. Hanya ada Diki yang menemaninya. Pemuda itu sedang asyik bermain bersama Ehsan cucunya dan juga Nizam anak bungsu Dany. Sejak tadi pagi Nizam dititipkan di rumah sang Oma. Selama bermain bersama kedua balita itu, perasaan Diki tidak menentu. Hari ini ia akan bertemu dengan calon istrinya yang bernama Revina. Ia memang belum menyatakan kata setuju kepada orang tuanya, namun kata itu sepertinya tidak akan berpengaruh. Setuju tidak setuju sang Mami pasti akan tetap menjodohkan dirinya. Ia jadi kepikiran semua perkataan Dany yang memberi saran untuk mengikuti kemauan Maminya. Galau, tentu ia galau. Bingung tidak tahu harus bersikap bagaimana. Kalau dipikir-pikir memang ada benarnya semua ucapan Dany, ia harus bersedia menerima Vina, cinta itu bisa datang seiring berjalannya waktu. Ia harus mengenali Vina lebih jauh. *** Tepat pukul 9 tamu yang dinantikan akhirnya datang. " Assalamualaikum" Terdengar suara Ana di depan pintu ditemani Vina dan juga anak lelakinya Rizki. " Waalaikumsalam" Bu Ratih yang sejak tadi berada di ruang tamu bergegas menyambut para tamu. " Ana apa kabar?" Wanita paruh baya itu memeluk calon besannya. " Alhamdulillah baik, teteh sendiri gimana?" Jawab Ana ramah. " Baru sembuh udah 2 hari ini kurang enak badan. Tapi sekarang alhamdulillah udah mendingan" Ujar Bu Ratih seadanya. " Syukurlah." Ana bernafas lega. " Ini Rizki ya?" Pandangan Bu Ratih beralih kepada pemuda berkulit gelap yang baru saja mencium tangannya. " Iya, Tante" Rizki tersenyum ramah. " Udah gede lagi." Seru Bu Ratih. " Neng Vina hari ini kelihatan cantik sekali." Ia juga memuji calon menantunya. Vina tersipu malu. " Punten, Kang Agus mah lagi workshop jadi tidak bisa ikut." Beritahu Ana tentang kedatangannya yang tanpa didampingi suaminya. " Ayo masuk dulu." Bu Ratih mempersilahkan mereka. " Terimakasih" Jawab Ana. Vina takjub dengan pemandangan desain interior rumah yang mereka kunjungi. Apalagi Rizki yang notabene anak seni. " Silahkan duduk dan anggap aja rumah sendiri. Sebentar ya, saya panggilin dulu Diki." Bu Ratih pergi meninggalkan mereka. Selang beberapa menit Bu Ratih dan Diki sudah berada di ruang tamu. Diki menggendong Ehsan yang tidak mau lepas darinya. Barusan waktu diserahkan kepada Lala pengasuhnya bayi itu malah nangis. Melihat pemandangan itu Vina jadi bertanya-tanya. Itu teh bayi siapa? masa anaknya A Diki. A Diki kan masih single. Apa jangan-jangan dia itu duda? Pikiran buruk mulai menghantui Vina. Umur Diki mau 31, cocok jadi omnya Vina. Keluarga nya malah menjodohkan dengannya, terkesan mendadak seperti tidak ada lagi wanita lain yang lebih pantas. " Hai, apa kabar Neng?" Tanya Diki. Ia berusaha bersikap ramah. Ia harus melakukan pendekatan pada calon istrinya itu. Pertanyaan Diki menyadarkan Vina, Vina mendadak gugup. " Ba..ik." Jawabnya lirih. " Ini...." Pandangan Diki beralih ke arah Rizki. " Itu Rizki Aa nya si Neng." Ana memperkenalkan anak sulungnya. Diki pun bergabung bersama mereka. Ia duduk dekat Vina di Sofa yang berbeda. Sesekali ia mencuri pandang ke arah gadis yang memakai dress motif bunga warna biru muda. Cantik " Dari Bandung jam berapa?" Bu Ratih membuka obrolan. " Jam 5an." Jawab Ana. Mereka pun terlibat percakapan ringan. Kebanyakan tentang Rizki yang sedang mencari pekerjaan. " Iki soal pekerjaan nanti aja ya ngobrolnya sama Dany dan Heni. Nanti mereka ke sini kok." Bu Ratih mulai mengakrabkan diri dengan kakak kandung Vina dengan memberikan nama kecilnya. " Ehsan tidur nih." Tanpa disadari Bayi gemuk itu sudah memejamkan matanya. Tertidur pulas di pangkuan Diki. " Sana tidurin dulu." Perintah sang Mami. Diki pun langsung beranjak menuju kamar Ehsan. " Itu teh anaknya siapa?" Ana baru berani bertanya. " Anaknya Erik." Bu Ratih tersenyum. "  Euleuh-euleh, saya teh baru tahu kalau Erik sudah punya anak. Cepet sekali ya." Ana memperlihatkan keheranannya. " Tadinya disuruh jangan dulu punya anak, eh malah kebobolan. Mereka kan masih terlalu muda dan sibuk kuliah." Seru Bu Ratih sambil tersenyum. " Bayinya meni lucu kitu menggemaskan, Diki udah cocok jadi ayah, aduh Neng Vina Ibu teh tos teu sabar ingin segera punya cucu." Ucap Ana sambil menoleh ke arah putrinya. Tanpa bisa direm Ana melontarkan kalimatnya yang ditujukan kepada Vina begitu saja. Sontak Vina jadi kaget, Bu Ratih dan Rizki malah menahan senyumnya. *** Pukul setengah dua belas siang Dany dan Heni baru saja tiba. " Maaf ya kami baru datang." Seru Heni dengan nada menyesal. " Untung ga macet, jadi tiba di sini lebih cepat." timpal Dany. " Kenalin ini kakaknya Vina, Rizki." Mami Ratih memperkenalkan Rizki. " Rizki." Pemuda itu memberikan tangannya. " Rizki, ini Dany kakaknya Diki, anak Mami yang no 4." Ujar Bu Ratih. " Itu istrinya" Wanita itu memperkenalkan menantunya. Rizki manggut, dan tersenyum ramah. Maksud kedatangan dirinya ke Jakarta selain menemani ibu dan adiknya kan untuk menemui suami istri tersebut dalam rangka urusan pekerjaan. " Apa kabar?" Tanya Dany. " Alhamdulillah baik." Jawab Rizki sopan. " Oh iya, Vinanya mana?" Heni menanyakan calon adik iparnya. " Di atas sama Diki dan Nizam." Jawab ibu mertuanya. " Oh." Heni tersenyum. Sepertinya hubungan keduanya mulai ada perkembangan. *** Di Lantai atas Diki, Vina dan Nizam sedang asyik menonton film kartun. Beberapa kali mereka tertawa bersama. Satu jam yang lalu Nizam merengek minta ditemani nonton oleh Vina. Nizam sangat lengket dengan Vina. Anak itu tidak punya tante, apalagi sejak Tasya punya Ehsan kakak perempuannya itu jarang sekali bersamanya. Diam-diam Diki mulai tertarik pada Vina. Vina tampaknya sangat penyayang sama anak-anak. Satu lagi kriteria persyaratan menjadi calon menantu Mami Ratih terpenuhi oleh gadis itu. " Aduh, anak Mama lagi nonton apa tuh?" Tiba-tiba Heni datang menghampiri anaknya. " Otopia" Jawab Nizam. " Oh, Zootopia" Sang Mama tersenyum. " Apa kabar Teh Heni?" Vina menyapa Heni sambil menyalami nya. " Alhamdulillah baik." Jawab Heni ramah. " Nizam ga kangen sama Mama?" Tanya Heni kepada anaknya yang masih nempel di pangkuan Vina padahal film yang ditonton sudah usai. " Kangen." Jawabnya setengah berteriak. " Ya udah ke bawah dulu yuk, Papa udah pulang lho." Nizam pun akhirnya mau diajak ibunya. Heni dan Nizam pergi berlalu dari hadapan keduanya. Awalnya Vina ingin beranjak namun Diki mencegahnya. " Neng" Diki memanggil Vina. " Iya." Jawab Vina tanpa berani menatap Diki. " Kita harus bicara." Ucap Diki ragu. " Ini juga kita teh lagi bicara." Ujar Vina. " Maksudnya bicara soal..." Diki tidak menyelesaikan kalimatnya malah menghela nafas. " Bicara soal apa ya A?" Vina mulai berani menatap calon suaminya. " Ehm,..Hubungan kita." Jawab Diki ragu. " Tentang perjodohan kita." Pemuda itu memperjelas maksudnya.. Diki sudah memikirkannya dengan matang bahwa ia dan Vina harus bicara empat mata mengenai hubungan mereka, hubungan perjodohan yang dilakukan orang tua mereka. " Oh, masalah itu ya." Vina acuh tak acuh. " Kamu sudah tahu kan?" Tanya Diki penasaran. Tanpa melepaskan pandangannya. " Ya tahu atuh A." Jawab Vina sedikit ketus. " Terus?" Tanya Diki. " Terus naon ari Aa?" Vina kesal. Sebenarnya ia tidak mau dijodohkan. " Kamu mau tidak jadi istri aku?" Tanya Diki berani. " Sejujurnya saya teh tidak mau A, Aa kan tahu umur saya belum 19 tahun. Saya teh belum siap menikah. Saya masih ingin melanjutkan kuliah. Saya masih punya banyak cita-cita A." Vina menjawab pertanyaan Diki dengan jujur. Vina berharap supaya Diki mau membatalkan perjodohan mereka. Mendengar pengakuan Vina, Diki jadi bimbang. Gadis itu ternyata menolak perjodohan ini. Sama halnya seperti dirinya. " Maaf ya Neng, tapi itu kan maunya Mami sama Papi. Aku ga bisa menolak. Awalnya aku juga ga mau. Tapi apa salahnya demi kebahagiaan mereka sebagai anak kita berkorban." Diki malah melontarkan pernyataan yang menyatakan bahwa dirinya sudah setuju dengan perjodohan itu. Vina hanya diam tidak menanggapi. Ia menolak namun seperti halnya Diki gadis itu mustahil melarikan diri dari perjodohan yang telah disepakati kedua orang tua masing-masing. *** Pukul 4 sore Tasya dan Erik tiba di rumah sang Oma sepulang dari acara reuni mereka menjemput si kembar ke sekolah. Seperti biasa Tasya menyempatkan diri mengajak mereka jalan-jalan. " Assalamualaikum" Tasya mengucap salam. Ia berjalan menuju ruang tengah diikuti adik kembarnya. " Waalaikumsalam." Jawab Bu Ratih yang sedang berada di ruang tengah hendak menuju ke teras belakang. " Ya Allah, Tasya kamu mau buka toko mainan ya?" Sang Oma terbelalak melihat Tasya dan adik-adiknya yang membawa banyak tas berisi mainan. Dari belakang mereka salah satu ARTnya juga sibuk mengangkut mainan yang dibawa Tasya. " Mumpung lagi diskon Oma. Itu juga Dhira sama Dhifa yang merengek sama Erik ingin beli mainan ya udah sekalian beli buat Ehsan dan Nizam." Tutur Tasya membela diri. " Ehsan kan masih kecil masa dibeliin mobil-mobilan sama pistol-pistolan sih." Sang Oma terkekeh. " Buat nanti kalau udah gede, he...he..Mama sama Papa udah pulang?" Tanya hadis itu. " Di teras belakang lagi minum teh, kebetulan ada calonnya Om Diki sama keluarganya ." Beritahu sang oma. " Hah, ya udah Tasya ke belakang dulu ya" Tasya menyimpan barang-barang di Sofa ruang tengah. " Ehsan juga lagi di belakang." Keduanya berjalan bersama. Dhira dan Dhifa sejak tadi lebih dulu berlari mencari ibunya. " Erik mana?" Bu Ratih menanyakan keberadaan cucunya. " Masih di luar. Angkut barang yang lainnya." Sesampainya di teras belakang Orangtua Tasya, Ana, Rizki dan juga Opa Yusuf sedang berbincang masalah pekerjaan. " Selamat sore" Tasya menyapa mereka. Ia lalu menyalami Dany dan Heni. " Kenalan dulu Tasya, itu Tante Ana dan Rizki keluarganya calon istri Om Diki." Pak Yusuf menyambut kedatangan Tasya. " Hai Tante." Tasya pun menyalami Aba. Rizki memperhatikan Tasya. Gadis cantik berkerudung soft pink itu menarik hatinya. " Rizki." Ia memperkenalkan diri ketika berjabat tangan dengan Tasya. Detak jantung pemuda itu berdetak kencang. deg deg... perasaan aneh menjalar di sekujur tubuhnya. *** Vina baru saja mengambil barang nya yang ketinggalan di mobilnya. Ia melihat sebuah mobil baru saja berhenti tepat di depan teras rumah. Mobil Erik. Vina berjalan menuju ke dalam rumah. Namun ia berjalan tergesa-gesa sampai tidak sadar dari arah lain muncul Erik dengan setumpuk barang bawaannya. Brukk. Sebagian barang yang dibawa Erik berjatuhan. " Maaf mas." Vina segera membantu memunguti barang-barang yang berserakan. " Ga apa-apa. Kamu siapa?" Erik menatap ke arah Vina. Ia merasa asing dengan gadis itu. " Nama saya Vina" jawab Vina. Erik tersenyum kepada Vina. Ternyata gadis itu calon istri Om Diki. "Aku Erik."  Erik pun memperkenalkan diri. " Terimakasih." Ucap Erik sambil tersenyum. Entah mengapa jantung Vina berdetak kencang saat menatap Erik. Apalagi saat pemuda itu tersenyum kepadanya. Secara fisik Erik adalah tipe pria idaman nya. Tinggi, tubuh ideal dan atletis, wajah  bule, tampan mirip pemain bola yang sering dilihatnya. Subhanallah, ih meni kasep pisan. Jerit batinnya. Mengapa ia menjadi gugup. Perasaan hatinya jadi tidak karuan. Perasaan yang tidak ia rasakan ketika sedang bersama Diki. " Sayang, udah diangkut semuanya?" Tiba-tiba muncul Tasya dari dalam sambil menggendong anaknya. " Ini sebagian lagi. Hai, Ehsan sayang.....lihat nih Ayah bawain banyak mainan." Erik mendekati anak dan istrinya sambil memberikan kecupan di pipi tembem Ehsan. Bayi itu menggerakkan tangannya dan mengusap pipi sang ayah. Pandangan Tasya sekarang tertuju ke arah Vina. " Ini pasti tante Vina ya, calonnya Om Diki." Senyum Tasya merekah. Tanpa ragu Tasya memberikan panggilan " Tante" kepada Vina yang belum resmi menjadi istri omnya. Sementara Vina malah terdiam kaget. Tante!!???ini orang siapa ya? berani-beraninya manggil tante. Apa!!? Barusan ia juga dengar Erik menyebut dirinya ayah. Jadi benar Ehsan anaknya Erik. Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi kepalanya. " Kenalin aku Tasya keponakannya Om Diki." Tasya mengulurkan lengannya yang langsung disambut Vina. " Vina." Ucap Vina dengan senyuman yang dipaksakan. Senyum kecewa karena ternyata wanita muda bernama Tasya itu istrinya Erik. Vina dapat menebaknya dari sikap mereka berdua. Satu lagi pertanyaan muncul di benak Vina. Tasya mengaku keponakan Diki, Bukannya Erik juga keponakan Diki. " Masuk yuk..." Ajak Erik. " Selamat datang ya Tante, kalau perlu apa-apa aku bisa bantu." Dengan gaya sok akrabnya Tasya menawarkan bantuannya. Ia lalu melangkah mengikuti Erik yang sudah masuk terlebih dahulu. Tasya sangat senang karena tak lama lagi Om jomblonya akan memiliki pendamping, Artinya si Om tidak akan lagi mengganggu dan merecoki dirinya.  *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN