Sudah tiga hari Diki tidak pulang ke rumah Mami Ratih, ia lebih memilih pulang ke apartementnya. Pekerjaan kantornya sangat banyak. Walaupun sudah lembur tetap saja menumpuk. Ia harus segera menyelesaikannya. Di apartemen ia bisa lebih cepat menyelesaikan urusannya. Kalau di rumah Maminya kan ada Ehsan yang mulai manja kepada Diki. Bayinya Tasya itu makin lengket kepadanya. Diki yang dulu sempat menolak kehadirannya sekarang sangat menyayanginya.
Pukul tujuh pagi ia baru bangun. Sebenarnya tadi pas adzan subuh ia sudah bangun untuk sholat namun karena semalam begadang jadinya ia tidur lagi.
Astaghfirullah gua kesiangan nih.
Pria itu lalu buru-buru bangkit dari tempat tidur nya, Merapikan kasurnya kemudian pergi mandi. Setengah jam kemudian ia sudah rapi dengan baju kerjanya.
Hidup membujang membuat dirinya kurang teratur. Ia harus mengurus semuanya sendiri. Termasuk urusan sarapan. Stok persediaan makanan di kulkas pun sudah habis. Jadilah ia hanya sarapan biskuit yang entah sudah berapa lama menghuni toplesnya dan satu kotak s**u cair ukuran 250cc. Menyedihkan.
Pria itu lalu meninggalkan apartement bergegas menuju lift untuk segera ke tempat parkir mobilnya.
Begitu sampai, ia sedikit terkejut karena ban mobilnya kempes. Mau mobil mewah juga kalau bannya kempes tetap saja ga bisa dipakai. Saking sibuknya ia jadi teledor mengecek kondisi kendaraan pribadinya.
Ya Allah, apalagi sih udah terlambat, terus malah ada masalah kendaraan. Si Dany pasti ngomel-ngomel.
Batin Diki menggerutu.
Pria itu lalu merogoh ponselnya. Ia hendak membuka aplikasi GO-JEK untuk memakai jasa tukang ojeg online supaya mengefektifkan waktu. Biar lekas sampai ke tujuan namun dewi keberuntungan seolah hari ini menjauh darinya. Ponselnya mati. Ia lupa mengisi baterai. Dengan perasaan kesal ia berjalan dengan langkah panjang sambil menggendong ransel dan juga menenteng barang bawaannya. Ia terpaksa menunggu Taksi.
***
Waktu menunjukkan hampir pukul 9. Begitu tiba ti kantor ia langsung memburu lantai 6 .
" Assalamualaikum." Diki mengucapkan salam sebelum memasuki ruangan bosnya.
Di sana Dany sibuk memeriksa beberapa laporan penting.
" Waalaikumsalam. Kirain ga kan masuk, gua hubungi dari tadi ga aktif terus. Ngeselin banget sih lo!" Dany mengomel. Ia menunjukkan dirinya sebagai bos.
" Sorry Dan, gua telat." Diki menyesal.
" Lihat tuh udah jam berapa? judulnya aja tinggal di apartemen yang dekat dari sini. Masa sih kesiangan." Dany berkata sewot, sambil melirik ke arah jam dinding.
" Gua kan tinggal sendiri jadi ga ada yang bangunin, mana alarm mati, terus mobil gua bermasalah, eh ponsel gua juga mati. Rada susah kan nyari kendaraan. Gua pakai taksi jadinya." Diki membela diri dengan memberi sejumlah alasan.
" Udah jangan beralasan terus, mana laporannya?Jam setengah 10 kita ada meeting sama client." Dany sok ngebos. Soal pekerjaan ia tidak main-main Ia tidak memandang bahwa Diki adalah adiknya.Tak ada hak istimewa untuknya.
" Siap Bos, nih udah beres semua. Gara-gara itu juga gua jadi tidur larut." Lagi-lagi Diki beralasan.
" Hari ini lo pulang ke rumah Mami ya." Ujar Dany. Ia menyampaikan pesan Mami Ratih yang tadi pagi menelponnya.
" Emang Mami sama Papi udah balik dari Samarinda?" Tanya Diki.
" Hari ini." Jawab Dany.
" Oke, pasti mau ngasih oleh-oleh ya." Diki tersenyum. Mami tersayangnya memang paling pengertian.
" Pokoknya lo ke rumah aja." Perintah Dany.
" Siap." Pemuda yang masih menjomblo itu tersenyum.
" Udah sana balik ke ruangan lo." Satu lagi perintah Dany kepada Diki.
Diki buru-buru keluar dari ruangan sang abang.
****
" Diki apa kabar,sayang?" Sang Mami memeluk dan mencium anak bungsunya.
" Baik Mi." Jawab Diki singkat. Ia kini duduk tepat di samping ibunya sambil bermanja manja.
" Gimana perjalanannya Mi?" Tanya Diki.
" Cape, ini perjalanan bisnis bukan shopping." Bu Ratih tersenyum paksa.
" Mami tumben manggil Diki. Ada apa Mi?" Diki langsung menanyakan maksud Mami Ratih yang menyuruhnya pulang.
" Ntar ngomongnya ya, Mami mau nyiapin makan malam dulu." Bukanya menjawab wanita itu malah beringsut dari tempat duduknya. Diki juga tidak memaksa.
" Papi mana?" Tanyanya.
" Di atas, sana temui dia." Perintah Bu Ratih. Diki pun segera menuju tempat dimana Papi Yusuf berada.
Usai makan malam Diki, Bu Ratih dan Pak Yusuf berada di ruang kerja Pak Yusuf. Tidak ada Tasya dan suara tangisan Ehsan karena mereka masih menginap di rumah Dany.
" Mami sama Papi sepakat mau menjodohkan kamu sama seorang gadis cantik."Bu Ratih tanpa basa basi to the point menyampaikan maksudnya.
" Apa!!??? dijodohkan?" Diki kaget.
" Iya, kami sudah punya calon yang tepat." Sang Papi tersenyum bahagia.
" Mami, Papi..."Diki menatap keduanya bergantian.
" Revina, anak Om Agus sama Tante Ana yang akan menjadi istri kamu." Bu Ratih menyebut nama calon menantunya yang sudah tidak asing lagi untuk Diki.
" Ga, Mi. Diki kan belum kenal sama dia. Lagian gadis itu judes."Diki menolak.
" Kalau sudah menikah kalian bakalan kenal kok." Seru ayahnya.
" Dengar ya Diki, kamu jangan membantah Mami sama Papi. Mami ingin yang terbaik buat masa depan kamu. Revina adalah masa depan kamu. " Bu Ratih berubah galak.
" Kamu harus ingat umur kamu sudah kepala 3. Mami ingin melihat kamu punya pendamping. Mami juga ingin segera punya cucu dari kamu. Lihat Tasya dan Erik sudah punya anak. Memangnya kamu mau menunggu sampai keponakan kamu punya beberapa anak. Nunggu kamu ubanan baru menikah kaya Edwin Papanya Erik?" Bu Ratih bicara panjang lebar. Sementara suaminya hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Diki sendiri diam tidak menyela.
***
" Kita makan siang di luar yuk, gua yang traktir." Diki memasuki ruangan Dany. Abangnya sedang sibuk dengan ponselnya. Sambil cengar-cengir ga jelas. Ia sedang melihat-lihat akun i********: Tasya yang memuat foto-foto dan video terbaru cucunya.
" Tumben amat mau bayarin." Ia lalu menaruh ponselnya di atas meja. Berdiri mendekati Diki yang baru beberapa detik duduk di Sofa.
" Gua mau ngomong serius sama lo." Ujar Diki.
" Di sini aja." Usul Dany.
" Biar rileks aja di tempat yang nyaman, biar ga ada yang nguping juga." Keukeuh Diki.
" Sorry banget ga bisa, gua udah punya janji sama seseorang." Sang abang malah tersenyum. Ia menolak ajakan Diki.
" Sama siapa? Awas kalau sama cewek gua laporin sama mbak Heni." Ancam Diki. Ia curiga bukan tanpa alasan. Tadi kan Dany pegang ponsel, cengar-cengir terus janjian.
"Ya sama istri gua lah, Dia mau ke sini, nganterin makan siang. Emang lo mau ngomong apaan sih Dik, serius en formal banget." Dany jadi penasaran.
Diki bernafas lega, Ternyata janjian sama kakak iparnya.
" Mami mau jodohin gua sama Vina. Gadis yang orang Bandung itu" Diki membuka obrolan pentingnya.
" Oh, kirain ada apaan?" Dany malah tampak tidak terkejut.
" Lo kok ga kaget sih Dan." Diki malah yang keheranan.
" Udah tahu. Sebelum pergi ke Bandung juga Mami sama Papi udah cerita banyak." Jujur Dany.
" Hah!!??" Diki semakin kaget.
" Gua dukung Mami sama Papi." Ujar Dany mantap sambil menepuk bahu adik satu-satunya.
" Dany..." Diki setengah berteriak.
" Heni juga dukung" Lanjut Dany.
" Kalian ..." Diki menggelengkan kepalanya.
" Udah deh lo terima aja saran mereka, Vina kan cantik, pinter, masih muda kayanya cocok sama lo yang suka daun muda." Goda Dany.
" Iya, gua tahu tapi umurnya itu di bawah Tasya, belum lagi dia tuh rada judes." Diki seperti memberikan penolakan. Padahal hati kecilnya mengakui fakta tentang Vina yang diungkapkan oleh Dany.
" Apa urusannya sama Tasya." Dany mengerutkan keningnya.
" Ya ada lah, malu dong sama si Tasya." Jawab Diki yang masih kurang dipahami oleh Dany.
" Tenang aja Tasya en Erik juga dukung lo." seru Dany.
" Gua cuma mikir gimana reaksi Tasya kalau tahu calon tantenya itu lebih muda darinya." Diki memberi penjelasan.
" Ha...ha...kirain apaan. Tasya udah setuju, dia juga udah tahu. tentang Vina" Dany malah tertawa ringan.
"Sudah tahu?" Diki lagi-lagi terkejut.
" Semua orang sudah tahu." Ujar Dany.
" Gua ga mau dijodohkan. Emangnya gua ga laku apa." Diki masih menolak rencana gila keluarganya.
" Iya, Lo laku keras sampai mantan lo jumlahnya belasan." Dany tak kuat menahan tawanya.
" Ingat ya, keputusan Mami ga bisa diganggu gugat, tidak akan ada penolakan. Contohnya gua yang terjerumus ke dalam perjodohan yang dilakukan Mami. Mami kita itu paling jago menjodohkan orang, sekarang lo terima aja Vina sebagai jodoh lo." Lanjut Dany.
" Dulu waktu lo mau dijodohkan sama mbak Heni, perasaan lo kaya gimana?" Diki malah mengorek info tentang hubungan abang dan kakak iparnya.
" Horor, lebih parah dari lo. Gua hampir gila, masa iya sih dijodohin sama janda beranak satu, anaknya juga udah gede. Gua nolak dong. Gua takut jadi bahan tertawaan orang-orang sekitar. Gua kan bos. Tapi Mami sangat pintar dan punya beribu cara untuk melancarkan niatnya. Pake ngejebak gua segala, Ngejebak nikah kontrak. Konyol. Gua sama Heni tadinya mau pura-pura aja, eh ternyata Mami sama Mas Fikri yang udah menyusun semuanya. Tapi gua ga pernah menyesali semua itu, malah gua bersyukur dan berterima kasih sama Mami yang pengertian dan tahu apa yang terbaik untuk anaknya.Gua bahagia dan beruntung punya istri cantik, seksi dan pintar kaya kakak ipar lo. Soal status dan perbedaan usia gua abaikan." Dany curhat panjang lebar.
Diki menyimak pengalaman Dany sungguh-sungguh. Ada perasaan kagum. Kisah perjodohan teraneh. Sebenarnya Diki sudah tahu dari Vicky.
"Ehmm, Papa sama Diki lagi ngomongin Mama ya." Tanpa mereka sadari Istri Dany sudah berada dalam ruangan.
" Nggak" Dany tersenyum kikuk.
" Ngapain tadi nyebutin nama Mama segala.?" Heni menatap keduanya penuh selidik.
" Cuma ngasih tahu Diki kalau Mama mau ke sini antar makanan." Dany berbohong. Sebenarnya was-was juga, takut jika sang istri mendengar ucapannya tadi.
Untung wanita itu tidak banyak bertanya lagi.
" Iya, mbak. Aku boleh ya minta makanannya." Diki pun berpura-pura.
" Iya boleh, ini banyak kok." Heni mulai membuka bekalnya. Mereka bertiga menyantap makan siangnya.
****
TBC