Farel tersenyum lebar. Dia berhasil ke luar rumah kaca hanya dalam 5 menit. Sejak dulu, Farel memang suka permainan labirin, entah itu labirin kaca atau labirin rumput. Farel selalu berhasil menemukan jalan keluar.
Lima menit menunggu Sania, Farel belum juga mendapati Sania, mahasiswinya itu keluar.
“Dia kalah...” gumam Farel terkekeh.
Sepuluh menit berlalu.
Sania masih belum keluar.
Farel mulai cemas.
“Dia lama banget.”
“Kenapa dia belum keluar? “
“Hem...”
Lima belas menit berlalu...
Farel mulai resah.
“Apa sebaiknya aku susul ke dalam? “ gumam Farel.
Farel baru hendak melangkah masuk.
“KEBAKARAN!!”
Langkah Farel langsung di cegat. “Jangan masuk! “
“T-tapi...dia masih di dalam! “
“Jangan masuk, ini bahaya !” Farel di paksa mundur menjauh. Si jago merah sudah terlihat, asap hitam mulai menggembul di langit. Mata Farel terbelalak.
“Sania...!”
“Sania!”
“Pak, tolong!!! Jangan ke dalam! “
“Tapi, Sania masih di dalam!” Farel bersikeras, ingin menerobos barisan orang yang memagari orang yang mencoba menerobos masuk.
“Pak!”
“Sania!!!”
“Tolong, pak, Sania masih di dalam!” Farel bersikeras. Dia beradu argumen, mendesak untuk bisa masuk. Tapi Farel kalah, dia di pukul mundur hingga pipinya lembab.
“Sania.....” Farel terisak. Api semakin membesar. Semua orang panik, bukan hanya Farel. Kericuhan di sana tidak bisa terelakkan, semua itu semakin memburuk keadaan yang terjadi. Para petugas kebakaran juga makin kerepotan dengan keadaan itu.
Farel tidak bisa tinggal diam. Dia harus menolong Sania. Bukankah dia yang bertanggung jawab atas Sania? Bagaimana bisa dia diam saja sekarang?
Farel langsung menerobos, orang-orang terus berusaha menghentikan Farel. Farel tidak peduli jika ia harus mendapatkan pukulan atau tinjauan, marah. Farel tidak peduli! Kali ini tidak akan ia ada nyawa yang hilang lagi. Farel tidak mau! Dulu ia terlalu kecil untuk bisa mengerti semua ini, tapi sekarang tidak lagi! Tidak akan dia biarkan Sania terluka! Tidak!
“Mundur! “
Farel terus di dorong ke belakang, menjauh.
“Jika kalian tidak mundur dari sini, kami selaku petugas tidak akan segan untuk menggunakan k*******n! Tolong jangan buat kami jadi monster! Tolong tenang! Kami sedang berusaha! “ Teriak barisan petugas.
“Sania! “ teriak Farel. Farel nekad menerobos.
Dan...
Bruk!
Farel kembali di pukul mundur. Kali ini, Farel tersungkur dan kepalanya terkena batu hingga berdarah. Tapi hal itu tidak membuat Farel peduli, ia kembali bangkit dan berusaha untuk menerobos lagi. Orang-orang iba dan tidak tega melihat keadaan Farel yang tidak terlihat baik-baik saja dengan wajah pucat dan kepala yang berdarah seperti itu. Tapi tekad Farel membuat semua orang merasa bingung untuk bisa membujuk Farel, menjauh dari lokasi kebakaran.
“Mundur! “
“Tidak! Kali ini tidak akan terjadi lagi! Tidak!! Saya tidak mau masa lalu itu terulang lagi. Saya mohon, biarkan saya menolong Sania di dalam! Saya mohon...” Farel mulai merasakan efek kepalanya yang terluka.
“Tenanglah, kami sedang berusaha memadamkan api.”
“Tapi Sania di dalam.”
“Pak lapor, kami telah menyelamatkan seorang gadis, di garda depan sana.”
Farel menoleh, Sania?
Farel langsung berlari, dia tidak peduli rasa pusing yang semakin hebat di kepalanya.
“Sania...”
“Sania...” guman Farel terus.
Farel langsung menerobos kumpulan orang-orang yang tengah membentuk kerumunan.
“Sania....”
Farel tertegun. Kakinya seketika lemas. Dia terduduk tepat di depan kantong mayat berwarna kuning.
“Mau, kenapa mereka tidur di kantong itu? “
“Ma....kenapa mereka dibawa dengan kantong kuning itu? “
“Ma, Farel takut....”
“Ma, kenapa anak kecil itu nangis ? “
“Ma...kenapa mama tidur di aspal? “
“Ma... tangan Farel sakit.”
Dengan tangan gemetar Farel memberanikan diri membuka kantong kuning itu..
“Pak...”
Deg!
Suara itu menghentikan pergerakan tangan Farel.
Sania....
Farel mengedarkan pandangnya, mencari Sania... dia mendengar suara Sania tadi. Tapi di mana? Farel tidak bisa mengenali wajah Sania.
“Sania......” Dengan lutut gemetar, Farel bangkit mencari Sania. Dia yakin, tadi dia mendengar suara Sania memanggilnya.
“Di mana Sania? “
Farel memaksa langkahnya untuk bergerak ke sana-ke mari, tidak tentu arah.
“Argh sakit! “
Kepala Farel berdenyut nyeri. Luka di kepalanya terus mengeluarkan darah. Farel terus menyeret langkahnya.
“Pak, bapak terluka, lebih baik bapak ke tenda gawat darurat. Di sana bapak akan di obati.”
“Tidak, saya harus mencari Sania,” jawab Farel dengan tubuh yang semakin melemah.
“Di sana juga ada beberapa korban kebakaran dan korban luka karena kerusuhan ini. Barang kali bapak bisa menemukan orang yang bapak cari di sana.”
“Di mana tenda itu? “
“Di sana pak...”
Tanpa mengatakan apa-apa, Farel langsung berjalan tergopoh-gopoh ke tenda itu. Dipikirannya hanya berharap Sania ada di sana.
Farel tidak peduli pada kondisinya sendiri.
“Sania....”
Untuk pertama kalinya Farel kesal pada matanya yang tidak bisa melihat wajah orang! Farel terus mengedarkan pandangnya berharap ia mampu mengingat wajah Sania dan melihatnya.
“Pak...”
Suara Sania. Suara Sania menuntun Farel menemukannya.
“Astagfirullah, pak... Kepala bapak....”
“Kamu selamat ?” tanya Farel, lirih.
Sania tidak menjawab, gadis itu malah terisak melihat darah di kepala Farel. “Bapak harus di obat. Bapak, kenapa bisa gini? “katanya di sela tangis.
“Wajah bapak juga pucat. Bapak.... apa semua ini terjadi karena saya? “
“Kenapa bapak bisa gini? “
“Sania....saya takut kehilangan kamu.” Farel melihat kearah Sania, wajah Sania berlinang air mata. Remang-remang Farel mampu melihat wajah Sania. Ia bisa melihat raut cemas Sania. Dia melihat wajah Sania.
“Pak....” tangis Sania makin menjadi saat mata Farel sayup-sayup mulai tertutup.
“Pak, jangan tutup mata bapak. Bapak harus tetap sadar.”
“Pak, bapak harus tetap sadar. Kita harus ke rumah sakit sekarang.”
“Pak...”
“Tolong! Tolong saya! “ Isak Sania. “Tolong suami saya! Tolong! Dia terluka! Tolong!!! “
.
.
Khiya langsung berlari ke arah pintu masuk, hawa panas dan asap menghalangi langkah Khiya. Khiya terbatuk-batuk dan kesulitan bernafas. Khiya hampir terjebak di dalam sana, saat tiba-tiba kaca jatuh tepat di hadapannya. Langkah Khiya terhenti. Khiya dan yang lain panik. Mereka menangis, ketakutan.
Khiya menguatkan dirinya, berpikir untuk tetap tenang. Sedikit lagi mereka bisa keluar dari sana. Atas izin Allah, mereka akan bisa selamat.
Tidak lama, beberapa petugas kebakaran menerobos api, masuk ke dalam. Kedatangan mereka malah membuat orang yang panik semakin menjadi, mereka saling berebut untuk di selamatkan.
“Pak, tolong saya!”
“Saya pak, saya gak mau mati di sini! Saya masih mau hidup. Tolong saya duluan! “
“Tolong semuanya sabar.” Petugas nampak kebingungan. Suasana makin kacau. Dorong-mendorong tidak bisa dielakan, mereka berebut untuk bisa keluar.
“Tolong semuanya tenang! “
Tidak ada yang peduli dengan intruksi itu. Mereka mengabaikan semua itu. Mereka hanya ingin selamat! Api makin membubung tinggi, membakar semua yang ada di dekatnya.
Tubuh ringki, Khiya terdorong-dorong mengikuti orang-orang yang berdesak ingin keluar secepatnya.
“Tenang semuanya...”
“Kami tidak bisa tenang, saat nyawa kami di ujung tanduk, pak! “
Khiya mencoba keluar dari keadaan itu. “Api! Awas!”
Khiya tertegun. Api membakar tubuh gadis itu. Kejadian mengerikan itu tepat di hadapannya. Tubuh Khiya seketika langsung melemas. Shock dan takut memenuhi dirinya.
.
.
“Sania....”
“Iya, pak, pak saya di sini....”
Farel tersadar. Matanya mengerjap, memfokuskan penglihatannya. Farel menoleh, mengejar sumber suara tadi.
“Sania.”
Khiya manggut-manggut. “Iya, Pak, saya di sini. Bapak gak perlu khawatir. Kita sekarang ada di rumah sakit.”
“Ini gak mungkin! “ kata Farel tiba-tiba. “Gak mungkin! “Farel mengucek matanya dengan kuat.
Hal itu sontak membuat Khiya panik bukan main. Khiya cepat-cepat menekan tombol panggil dokter. Fauzan, selaku dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Farel. Khiya masih berdiri di sebelah kasur Farel, gadis. Gadis itu tidak henti-hentinya berdoa dan menangis, cemas.
“Tenang, tidak perlu menangis, Sania. Farel baik-baik saja.” Fauzan tersenyum menenangkan Khiya. Fauzan tahu, hati seorang istri tenang cemas sekarang.
“T-tapi dia tadi....” Khiya masih terisak kecil, meski hatinya mulai tenang, melihat Farel yang sekarang nampak memejamkan pelan matanya, terlihat tenang dan damai.
“Tidak terjadi apa pun pada Farel. Dia tadi mungkin, sedikit terkejut saja.”
“Terima kasih kalo gitu, Dok.”
“Iya. Kamu tenang ya, saya permisi keluar,” pamit Fauzan.
Khiya menggiring langkah Fauzan sampai ke depan pintu ruang rawat.
“Khiya kamu tenang saja.” Fauzan kembali menampilkan senyum, menangan“Dia mungkin sedikit mengalami rasa cemas karena peristiwa itu dan terjadi benturan juga di kepalanya, kamu tolong jaga dia ya.”
Khiya mengangguk patuh. Setelah Fauzan pergi, Khiya kembali menemui Farel. Khiya memperhatikan Farel yang nampak tenang dalam tidurnya.
“Hub—“
“Sania...”
Khiya kaget dan langsung memalingkan wajahnya. Farel tidak tidur. Farel menoleh tiba-tiba pada Khiya yang tengah mengamati Farel.
“Sania...” suara Farel terdengar lagi.
“Iya? “sahut Khiya, setelah berhasil menetralkan rasa kagetnya.
“Kamu tahu apa yang terjadi? “tanya Farel, pelan. Mata Farel nampak berkaca-kaca.
“Apa? “
“Saya bisa mengenali wajah kamu. Saya bisa melihat wajah kamu dan mengingatnya.”
Khiya tertegun. Mengingat wajah siapa? Sania?
“Saya bisa mengingat wajah kamu Sania. Wajah kamu satu-satunya yang saya ingat.”
Deg!
Ini berita baik, tapi kenapa Khiya tidak merasa bahagia. Gadis itu malah meringgis, sedih. Sania, satu-satunya yang Farel ingat. Kenapa harus Sania? Kenapa Sania mendapat posisi sepenting ini? Dan Khiya? Bagaimana dengan Khiya?
“K-kenapa hanya wajah saya yang bisa bapak ingat? “tanya Khiya.
Farel menoleh, ia refleks mengangkat bahunya. “Entahlah, mungkin kamu memiliki posisi penting dalam hidup saya? “
Farel menoleh sekilas pada Khiya.
Membuat Khiya sejenak membeku di tempat. Pikiran Khiya melayang mengenai pertanyaan yang Farel ajukan. Itu kalimat tanya. Khiya harus menjawab dengan lantang, itu tidak mungkin! Tidak mungkin Sania mendapat posisi penting dalam hidup Farel! Farel itu suami Khiya bukan Sania!
Tapi nampaknya itu kalimat tanya yang tidak ingin Farel dapatkan jawabannya. Farel tidak menunggu jawaban apapun
**