bc

Dermaga Asa

book_age18+
2.3K
IKUTI
8.6K
BACA
possessive
second chance
dominant
badboy
self-improved
comedy
sweet
male lead
campus
first love
like
intro-logo
Uraian

Komedi Romance

Di usianya yang masih muda Lubnatul Hilwa (Una) & Muhammad Emil (Emil) memutuskan melanjutkan kisah mereka kejenjang yang lebih serius, Pernikahan yang tanpa didasari kesiapan mental, Kedewasaan sikap, serta ditambah gangguan dari pihak keluarga itu terpaksa harus kandas. Menarik Una ke sebuah rasa trauma yang dalam.

5 tahun Una memutuskan menyepi sendiri dan tidak peduli lagi akan kata “cinta”.

Keenan Pahlevi, cowok senglengan yang ingin mengeluarkan Una dari segala traumanya menjadikan dirinya sebagai total caregiver bagi Una. Mengajarkan wanita itu lagi untuk percaya bahwa cinta sejati itu masih ada. Meyakinkan jika dirinya pantas untuk mendapatkan hati Una, Meski usia Keen terpaut dibawah Una.

Akankah Keen menjadi Dermaga Asa bagi Una yang terpuruk dalam kegagalan di masa lalunya, Bisakah Keen menjadi sosok yang dewasa, dan membuktikannya kepada Una?

Tua itu pasti, Tapi Dewasa itu pilihan

-Keenan Pahlevi -

chap-preview
Pratinjau gratis
Eps 1
"Kelas hari ini saya tutup sampai di sini," ucap Bu April, Dosen Lubnatul Hilwa. Gadis belia berusia 20 tahun yang biasa dipanggil Una. Una langsung berdiri, seraya membereskan buku-bukunya. Gadis itu terlalu serius sampai tidak mendengar suara benda jatuh. "Una...Una...!" panggil Emil. Lelaki yang satu tahun lebih tua dibanding Una. Una hanya menyeritkan alisnya, karena ini pertama kalinya ia melihat Emil. "Iyah?" jawab Una dengan rasa bingung yang ketara. "Gelang Lo jatoh. Gue temuin tadi di deket bangku Lo," sahut Emil sumbringah seraya menunjukkan aksesoris cantik yang terbuat dari emas dilengkapi dengan nama Una untuk ukirannya. "Astagfirullah. Pasti jatuh lagi deh!" pekik Una, gelang itu memang sering jatuh dari pergelangan tangannya yang kecil juga ringkih. Gadis itu bahkan langsung tertawa seraya menggeleng, tidak tahu lagi harus ia apakan lagi gelang itu. Una sudah mencoba mengecilkannya di tukang perhiasaan, sayangnya tidak bisa. Sementara gelang itu adalah peninggalan almarhum ayahnya dan Una selalu ingin memakainya setiap hari. Una mengadahkan telapak tangannya, meminta agar Emil mengembalikan langsung. Tapi justru Emil menarik pergelangan tangan gadis itu sambil berusaha memakaikan kembali dipergelangan tangan kiri Una. "Gak usah!" tolak Una, ia bahkan berusaha menarik lengannya juga. "Udah biarin Gue pakein ajah,ya," pinta Emil tak ingin dibantah. Akhirnya Una memilih mengalah. Ia hanya memperhatikan Emil memasangkan gelang itu. #Skip satu bulan kemudian. Hari-hari Una lalui dengan sejuta perhatian dari Emil. Lelaki itu begitu gencar mendekati kembang kampus, berparas ayu berkulit putih dan bening sebening embun di pagi hari, dan berlesung pipi itu. Bahkan terkadang Una merasa dirinya begitu sesak. Sesak dengan segala perhatian yang diciptakan Emil. Hatinya berbunga-bunga karena ini kali pertamanya ia memiliki penggemar setia. "Una... Nanti siang pulang sama aku,ya. Kamu jangan keluar kelas dulu. Aku yang akan jemput kamu ke kelas!" titah Emil, Una hanya mengangguk karena percuma juga ia menolak diantarkan, biasanya jika itu ia lakukan, Emil akan menyerocos marah padanya. Lelaki itu begitu takut dirinya kenapa-napa, seperti itulah dugaan Una. Una hanya membolak-balikkan bukunya. Kelas hari ini sudah selesai sekitar satu jam yang lalu. Dan sebenarnya Una ingin cepat pulang. Apa daya Emil memintanya untuk menunggu dirinya. "Yuk pulang!" ajak Emil langsung, Una tidak berdiri ia hanya menatap malas Emil yang baru datang seolah tanpa rasa bersalah. Padahal lelaki itu tahu, kelas bubar pukul 15.30. Tapi ia datang saat jam sudah lewat 17.15. "Ayok!" tekan Emil sedikit tak sabaran. "Kamu lama" gerutu Una dengan wajah yang masam. "Kamu marah? Aku cuma telat satu jam dari janji loh!" Emil melihat jam tangannya "Satu jam?!" ulang Una tak terima. "Oke... Oke aku salah, terus sekarang kamu mau ngambek apa pulang? kalau aku mau pulang. Capek!" ucap Emil dengan nada yang kesal. Una terpaksa berdiri, ia tak mungkin sendiri disini. Una mengikuti langkah Emil keluar kelas. Tiba-tiba saja gadis itu dikagetkan oleh teman-teman Emil yang membawa spanduk, balon dan segala pernak-pernik pesta, spanduk bertuliskan. Will you married me ? Itu seolah memang dipersiapkan untuk Una. Mata gadis itu berkaca-kaca, apalagi kini disampingnya ada Emil yang tengah bersimpuh dengan dengan bertumpuh pada lututnya, memegangi kotak cincin dan memasang wajah penuh berharap. "Una, aku ingin menjadi seseorang yang memilikimu pertama dan sampai maut memisahkan kita, Una... Ijinkan aku menjadi imammu, menjadi bahu untukmu bersandar atas segala lelahmu, Una aku mohon terima aku, kita nikah,ya," Kata manis terlontar dengan indahnya dari mulut Emil. Bagaikan lantunan lagu cinta yang begitu menyentuh hati Una, gadis itu bahkan menutup mulutnya dengan tangan, sesekali sibuk menghapus linangan air matanya. Tak pernah Una menyangka, kisah cintanya bisa begitu indah, dan nyaris tanpa kendala. Dalam hati gadis itu berjanji akan selalu menemani Emil bagaimanapun lelaki itu nantinya, Ia akan selalu menurut perintah Emil, karena Una tahu... Jika surga seorang istri terletak dari ridho suami. --- Tiga bulan kemudian Malam ini Una begitu was-was, pasalnya sebentar lagi keluarga Emil akan datang ingin melamarnya. Setelah resmi berpacaran selama tiga bulan, lamaran Emil tak hanya sampai disitu. Lelaki itu menunjukkan keseriusannya. Ia juga melamar Una secara resmi. Mengikat kedua keluarga agar menjadi satu. "Bu... Aku kok deg degan,ya?" adu Una ke ibunya, sedang Utami hanya menciumi pucuk kepala Una agar anak itu lebih tenang. "Tuh, Bu udah datang!" seru Una, Ia langsung berdiri, bibirnya tersenyum sumbringah. Rombongan keluarga Emil betul-betul datang, mereka semua sudah disambut baik oleh Pak'le Una, Romi, adik bontot ayahnya yang menjadi wali Una. Kedua keluarga sudah duduk diruang tamu, dengan Una yang juga ikut berada disana. "Jadi gini, kami mau memperjelas rencana kami. Rencananya setelah mereka menikah, Una dan Emil akan tinggal sama kami,yah... Kalian juga tahukan anak saya belum memiliki pekerjaan!" sarkas Desi tak ingin basa-basi. "Dan satu lagi, saya saran kan lebih baik Una berhenti kuliah, toh... Emil kan sudah kuliah kami gak mungkinkan membiayai dua orang sekaligus," tambahnya angkuh. "Hm, Maaf, Bu. Tapi ponakan saya Una juga memiliki cita-cita, dan kami berharap pernikahan ini tak sampai memupus cita-citanya," sanggah Romi bijak. "Oh,yah boleh... Boleh saja Una memiliki cita-cita, tapi ia juga harus memilihkan mana yang harus ia priortaskan. Lagipula untuk apa kuliah tinggi! toh.. wanita hanya akan berakhir di dapur," sahutnya enteng. Romi hanya menatap ke Utami juga Una, lelaki berusia 26 tahun itu seakan tak terima Una dipandang sebelah mata. Terlihat dari cara ia menarik nafas dan menatap malas dengan pertemuan dua keluarga ini. Seandainya saja Una tak mengangguk setuju, mungkin Romi akan mengkaji ulang lamaran ini. Bibir Emil mengukir senyum lebar karena Una dan Utami menyetujui semua syarat yang diberikan Desi seakan tanpa beban. Setelahnya Emil menautkan cincin indah kejari manis Una sebagai simbol mengikat gadis itu untuk dirinya seorang. Sekitar dua bulan lagi pesta pernikahan mereka akan digelar, total enam bulanlah Una mengenal Emil sebelum pernikahan berlangsung. Mungkin benar, cobaan selalu datang menjelang pernikahan. Berkali-kali hati kecil Una ragu karena sikap Emil yang masih terlalu labil. Ditambah dengan pertentangan dua keluarga masalah pesta mereka, jika keluarga Una hanya menginginkan pesta yang sederhana namun hikmat, berbeda dengan keluarga Emil yang ingin pernikahan ini bagaikan pesta negeri dongeng seribu satu malam. Dengan dihadiri ribuan tamu. Tak masalah jika untuk itu mereka harus sampai berhutang. Bagi Desi, biar tekor asal kesohor. "Kenapa, Dek?" tanya Romi seraya mengacak rambut Una, ia tak menganggap Una sebagai ponakannya, jarak usia mereka yang hanya terpaut enam tahun membuat Romi menganggap Una adalah adiknya. "Iih Om Romi!" kesal Una, ia tengah menghitung uang tabungannya, karena mahar yang diberikan keluarga Emil sangat kurang kemana-mana. "Kamu mau pakai itu juga buat pesta kamu?" tanya Romi curiga, Romi tahu buku tabungan itu Una persiapkan untuk biaya kuliahnya. Una hanya mengangguk, bibirnya cemberut sejujurnya ia sedikit berat melepaskan tabungannya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Siap, Mas Bos!

read
19.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

My Secret Little Wife

read
115.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook