(Tiga hari sebelum kejadian)
Bagus dan Rukmi baru tiba di kediaman Bagas, adik dari Bagus. Mereka hanya dua bersaudara. Tak seperti kehidupan Bagus yang serba kekurangan, Bagas merantau sejak lulus sekolah menengah demi mengadu nasib di kota besar, mengumpulkan uang untuk kuliah. Dia pun kuliah setahun setelah merantau, hidup ‘perih’ dengan mengekost dan berhemat, kuliah sambil kerja serabutan, apapun dia lakukan selama halal dan mendapatkan uang.
Lulus kuliah dia bertemu dengan Sheila di tempat kerjanya, karena dia yang cekatan, rajin dan pintar sehingga Bagas termasuk yang diangkat menjadi karyawan tetap dalam waktu singkat. Hampir tujuh tahun bekerja dia mempersunting Sheila yang seusia dengannya. Pernikahan mereka terasa sangat membahagiakan meski mereka tak kunjung diberi keturunan.
Barulah di usia ke lima tahun pernikahan, Sheila yang memang menjalani proses bayi tabung pun berhasil saat proses inseminasi buatan sehingga mengandung tiga anak sekaligus.
Mereka sangat bahagia meski Sheila harus bed rest untuk menjaga kandungannya. Dan kini usia ketiga anak itu genap dua tahun, mereka telah lulus proses menyusuui bulan lalu. Balita bernama Darren, Davin dan Devan itu tampak sangat ceria meski wajah mereka tak serupa.
Bagus langsung berlari menghambur memeluk ketiga keponakannya yang sangat lucu, yang memandang dengan tatapan bingung karena memang cukup lama tak bertemu dengan pakdenya itu.
“Mas, sudah tiba?” sapa Sheila, menyalami kakak iparnya dan istrinya.
“Wah sudah besar kandungannya, Mbak Rukmi,” sapa Sheila mengusap perut Rukmi.
“Sudah lima bulan, jelas besar tho,” ucap Rukmi seraya mencibir namun Sheila yang paham sifat istri kakak iparnya itu tak ambil pusing, dia tahu Rukmi memang suka ceplas ceplos dalam berbicara.
“Masuk mbak, istirahat dulu,” ucap Sheila. Rukmi pun masuk ke dalam rumah minimalis namun terasa nyaman itu.
“Suamimu kemana Dek?” tanya Rukmi, membahasakan Sheila dengan adek.
“Lagi menyiapkan barang di belakang, Mbak. Kita mau langsung berangkat agar tidak kemalaman di jalan,” ucap Sheila.
“Dek, kamu tahu steril? Dokter kandungan di kampung bilang mbak harus steril setelah lahiran,” ucap Rukmi.
“Tahu mbak, aku juga di steril setelah saecar kemarin, nggak apa-apa kok mbak,” ucap Sheila.
“Saecar sakit nggak?” tanya Rukmi.
“Sakit setelah biusnya hilang mbak, tapi biasanya nanti dikasih obat agar nggak terlalu sakit. Pokoknya urusan biaya lahiran mbak, saecar dan steril semua kami yang tanggung,” ucap Sheila.
“Terima kasih ya Dek,” ucap Rukmi seraya tersenyum.
“Iya, nah ini buku tabungan atas nama mas Bagus untuk biaya lahiran mbak, nanti minta ajarin Anto atau siapa saja untuk ambil uangnya. Dan ini untuk sehari-hari mbak selama kami pergi,” ucap Sheila menyodorkan buku tabungan dan uang tunai untuk kakak iparnya itu.
“Kamu hati-hati ya, bawa balita tiga tidak mudah,” ucap Rukmi.
“Mereka sangat penurut kok, mbak, aku titip rumah ya,” ucap Sheila. Setelah membereskan baju-baju dan memasukkan semua barang yang dibutuhkan ke dalam mobil. Dia pun masuk ke dalam mobil, duduk di belakang bersama ketiga balitanya sementara Bagas duduk di depan mengemudi.
“Mas, Mbak, aku tinggal ya,” ucap Bagas. Bagus memegang badan mobil Bagas dan tersenyum.
“Hati-hati mengemudi, jika mengantuk istirahat ya jangan dipaksakan menyetir, keselamatan kalian dan anak-anak adalah yang utama,” ucap Bagas.
“Iya Mas pasti, kami berangkat ya,” ucap Bagas. Bagus pun mengangguk, namun Bagas tak jadi menekan pedal gas dan mengeluarkan kepalanya.
“Mas Bagus, maaf ya,” ucap Bagas.
“Maaf kenapa?”
“Nggak apa-apa, maaf jadi repot jaga rumah, soalnya lagi rawan pencurian Mas,” ucap Bagas seraya terkekeh.
“Ah kamu dikira ada apa? Sudah sana berangkat nanti kemalaman di jalan,” ucap Bagus seraya mengusap rambut sang adik. Bagas tersenyum dan melambaikan tangan, begitu juga Sheila yang melambaikan tangan ke arah Rukmi. Mereka mulai perjalanan untuk liburan dengan suasana hati yang bahagia, menyambut ulang tahun pernikahan ke delapan tahun.
***
Sebuah Villa di kawasan Bandung menjadi pilihan mereka. Lengkap dengan kolam renang yang memanjang di sisi kanan villa.
Mereka sampai di kawasan itu cukup malam, namun si kembar justru terbangun ketika mobil memasuki pelataran villa. Seorang pengawas villa memberikan kunci ke Bagas dan menjelaskan tentang beberapa hal, termasuk pesanan untuk makanan.
Lalu Bagas menggendong Darren dan Davin sementara Sheila menggendong Devan, menuju kamar mereka yang berada di lantai satu. Ketiga putranya itu langsung meminta s**u sehingga Sheila membuat s**u di botol dan memberikannya kepada mereka. Mereka pun terlelap setelah susuu di botol itu habis sehingga Sheila bisa beristirahat bersama Bagas.
Bagas menelepon kakaknya dengan telepon di Villa dan mengabari bahwa mereka telah sampai villa. Sementara Sheila membuat cokelat hangat karena udara yang mulai dingin.
“Kamu tahu Pa, kebahagiaan kita lengkap banget ya sekarang,” ucap Sheila.
“Ya tentu, aku juga merasa beruntung banget bisa bertemu kamu, kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan beri untukku,” ucap Bagas seraya menggenggam jemari sang istri.
Sheila merebahkan kepalanya di bahu Bagas. “kira-kira ketika besar nanti, anak kita mau jadi apa ya, Pa?” tanya Sheila.
“Yang pasti, aku nggak mau memaksa mereka. Mereka harus melakukan apa yang mereka suka,” ucap Bagas.
“Aku setuju,” ucap Sheila seraya mendongak, menatap mata sang suami. Lama mereka bertatapan hingga Bagas mengecup bibir sang istri yang ranum. Meletakkan gelasnya dan gelas Sheila ke atas meja lalu tangannya menyusuri tubuh sang istri.
Sheila melepas kecupan itu dan menggeleng, “di atas ada kamar kosong kan?” ucap Sheila, Bagas pun mengangguk seraya mengedipkan matanya. Beranjak dan mengulurkan tangan yang langsung disambut sang istri. Mereka naik ke tangga sambil bersenda gurau. Kebahagiaan benar-benar menyelimuti pernikahan mereka dan mereka tak ingin mengakhirinya.
***
Setelah dua hari menginap di Villa, mereka bahkan berwisata ke tempat-tempat indah di kota Bandung meski akses jalan masih sulit dan terkadang mereka harus bertanya pada warga tentang tempat wisata yang pada tahun itu belum semodern saat ini.
Akhirnya Bagas mengajak keluarga pulang, sengaja mengambil jalan pagi agar putra-putra mereka tak tertidur sehingga tak repot di mobil itu. Mereka melewati jalan tol yang konon katanya merupakan tol yang berbahaya. Jalanan sangat licin karena diguyur hujan semalam sehingga Bagas merasa perlu memperlambat laju mobilnya.
“Kenapa Pa?” tanya Sheila.
“Ini Ma, jalanan licin,” ucap Bagas seraya mengerutkan keningnya.
“Hati-hati, Pa,” ujar Sheila yang entah mengapa tiba-tiba perasaannya tidak enak. Sheila duduk di kursi belakang bersama ke tiga putranya, sementara Bagas di depan sendiri.
Bagas mengangguk dan kembali melajukan mobilnya. Hingga di sebuah tikungan, dari arah bersebrangan, sebuah truk besar melaju cepat dan menabrak pembatas jalan, serta merta meluncur ke arahnya.
Sheila membelalakkan mata dan langsung mendekap ketiga putranya yang salah satunya tak sengaja terjatuh sehingga Sheila menutupi tubuh mereka dengan tubuhnya.
Bagas membanting stir ke kiri, namun kecelakaan tak terelakkan, mobil kecil itu tak cukup menahan laju truk yang sepertinya mengalami rem blong sehingga terus terdorong dari posisi depan. Jeritan Sheila dan Bagas tak terdengar lagi, setelah terdorong belasan meter hingga truk tersebut membanting stir ke kanan dan meluncur ke sisi jalanan dengan posisi kepala truk menubruk tanah.
Mobil Bagas hancur di bagian kemudi, tubuh Bagas sudah bersimbah darah. Begitu pula Sheila. Terdengar suara tangis ketiga putranya yang bersahutan. Sheila memaksa membuka mata meskipun tubuhnya mati rasa.
“Sabar nak, ada mama sayang, ada mama,” ucap Sheila, matanya terpejam ketika mendengar suara-suara orang yang berusaha membuka pintu mobil itu untuk menyelamatkan anak-anaknya. Lalu dia tak pernah membuka mata lagi setelah itu.
Hingga orang-orang yang kebetulan melintas pun melakukan pertolongan pertama, memecahkan kaca bagian belakang karena khawatir melukai anak-anak balita di dalamnya. Seroang pria muda masuk melalui kaca belakang dan berusaha membuka pintu dari dalam, mereka bersedih melihat tubuh Bagas dan Sheila yang sudah tak bernyawa.
Beberapa wanita menggendong ketiga anak kembar itu sambil menyeka darah di kening dan bagian lain yang terluka. Berusaha menenangkan mereka sampai ambulance dan petugas kepolisian datang.
Tak hanya Bagas dan istri yang meninggal, namun juga supir dan kernet di truk itu pun mengalami hal serupa. Karena kartu identitas Bagas yang berasal dari Jakarta sehingga petugas medis dan kepolisian membawa ketiga anak kembar itu setelah diberikan pertolongan pertama dan juga jenazah kedua orang tuanya ke Jakarta. Dan sejak saat itu dapat dipastikan ketiga anak kembar itu tak lagi dapat merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya lagi.
***
Author note : hai semuanya, maaf lama nggak update ^^ rencananya setiap weekend (mulai 7 Agustus) aku akan double up karenanya mohon doa dan dukungannya ya ^^ dengan memberikan komentar yang banyakkk hehe terima kasih banyak. Dan ingat yaa, aku tidak akan ikhlas lahir batin bagi siapapun yang membuat pdf, menyebarkannya secara ilegal. please dukung penulis dengan membaca hanya di aplikasi resmi Innovel/dreame ^^