Tangan Alex melingkar erat di pinggangku. Hembusan napasnya menggelitik belakang telinga. Tidurnya sangat pulas, ia bahkan tidak terusik saat tanganku mengusap rambutnya. Luka di kepalanya masih belum kering. Aku khawatir akan keringat yang membasahi wajah tampan itu beberapa waktu lalu. Semoga saja tidak berdampak buruk pada lukanya. Ketukan pelan di pintu membuat aku bangkit. Jam kecil di atas meja menunjuk pukul satu dini hari. Aku yakin Anthony ada di luar. Anak itu pemberani, ia tidak takut keluar kamar sendiri di malam hari. "Mama," panggilnya ketika pintu terbuka. Kakiku menghangat mendapat pelukan erat dari anak itu. Matanya masih terpejam, mengantuk. "Kenapa kamu bangun jam segini?" tanyaku setelah membawanya masuk. "Aku haus," jawabnya singkat. Anthony langsung mendekati Alex