Nona-ku Canduku | Bertemu

972 Kata
Seorang pria tampak mengusap peluh yang membasahi pelipisnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya. Cuaca yang terik tak membuat pria itu menghentikan kegiatannya. Justru dirinya terlihat kembali bersemangat karena pekerjaannya hampir selesai. Darmo, pria berusia setengah abad itu sudah 15 tahun bekerja di rumah milik keluarga Purwadinata sebagai tukang kebun. Dulu, dirinya bekerja bersama sang istri yang menjadi asisten rumah tangga di rumah ini. Namun sepuluh tahun yang lalu, istrinya meninggal dunia karena sakit yang dideritanya. Sehingga kini hanya tersisa Darmo yang bekerja di rumah keluarga Purwadinata. Selama bekerja di sini, Darmo tidak pernah mendapatkan masalah. Keluarga Purwadinata memperlakukannya dengan baik sehingga membuatnya betah bekerja di sini. Sang majikan beserta keluarganya memang jarang berada di rumah ini. Selain karena lokasinya yang cukup jauh dari perkotaan, mereka memang memiliki rumah lain yang berada di pusat kota. Sehingga hanya dua minggu sekali, atau bahkan sebulan sekali Darmo bisa bertemu dengan majikannya. Kembali pada masa kini, pria paruh baya itu saat ini tengah mendudukkan dirinya di sebuah gazebo yang berada di taman. Dirinya baru saja selesai memangkas tanaman yang sudah mulai memanjang. Selang beberapa menit kemudian, sebuah mobil tampak berhenti di depan teras rumah. Membuat Darmo kelabakan dan bergegas mendekati mobil tersebut. "Tuan Rama. Selamat datang, Tuan." sapa Darmo dengan ramah. Pria tampan yang baru saja disapa olehnya itu tampak mengangguk singkat. Dia lalu menunggu seseorang keluar dari pintu penumpang. "Nyonya Arum." sapa Darmo lagi setelah melihat istri dari majikannya keluar dari mobil. "Siang, Pak Darmo. Apa kabar?" sapa balik Arum, istri Rama. Darmo tampak tersenyum lebar. "Saya baik, Nyonya." jawab pria itu. "Syukurlah. Makasih ya Pak sudah menjaga rumah ini selama kami nggak ada di sini." ujar Arum tampak rendah hati. Darmo mengangguk beberapa kali sebelum menjawab ucapan majikan wanitanya. Arum kini beralih menengok ke arah pintu penumpang yang berada di belakang. "Hanna sayang, ayo turun." seru wanita itu dengan suara lembutnya. Darmo tampak penasaran menanti akan seseorang yang sudah lama tidak dia temui. Sudah hampir tiga tahun dia tidak melihat nona mudanya yang bernama Hanna. Hanya Bian dan Sarah yang sering ikut ke sini setiap Rama datang berkunjung. Pintu belakang tersebut akhirnya terbuka. Menampilkan seorang gadis remaja yang tengah menatap Darmo dengan tatapan polosnya. Arum datang merangkul gadis itu agar mendekat. Lalu memperkenalkan Darmo pada gadis itu. "Hanna, ini Pak Darmo yang Papa suruh jaga rumah kita di sini. Kamu masih inget kan?" tanya Arum. Gadis bernama Hanna itu tampak mengernyit. Mencoba menerka siapa pria setengah baya yang ada di depannya saat ini. "Non Hanna. Ini saya Darmo. Lama tidak bertemu, Non." sapa Darmo terlebih dulu. Hanna tampak mengerjap bingung. Namun juga membalas uluran tangan dari Darmo. "Hanna, Pak." ujar gadis itu malu-malu. Arum yang melihat tingkah putrinya hanya bisa mengangguk maklum. Hanna memang jarang berbicara dengan lawan jenis selain papa dan kakaknya. Sehingga tingkahnya akan berubah seperti sekarang ini. Di sisi lain, Darmo merasa aneh dengan tubuhnya saat tangan mungil itu membalas jabatan tangannya. Tubuhnya seperti tersengat listrik dengan tegangan yang cukup kuat. Namun pria itu berusaha untuk tetap bersikap normal. Dan menepis tentang apa yang barusan terjadi pada dirinya. "Sepertinya aku terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini." gumam pria itu dalam hati. |•| Darmo kini mengetahui tujuan Rama datang tiba-tiba ke rumah ini tanpa memberitahunya. Pria itu mengatakan jika putri bungsunya, Hanna ingin melanjutkan sekolahnya di sini. Sebelumnya Hanna bersekolah di sekolah umum yang ada di pusat kota. Namun karena kepribadiannya yang tertutup dan polos sering dimanfaatkan oleh para temannya. Sehingga membuat Rama dan Arum terpaksa memindahkan Hanna ke sekolah lain. Dan pilihan mereka jatuh pada sekolah khusus wanita yang berada di daerah ini. Arum berpikir jika Hanna pasti akan lebih aman jika bersekolah di sini. "Mama sama Papa akan sering berkunjung ke sini. Kamu hati-hati ya. Selalu nurut sama ucapan Pak Darmo." ujar Arum menasihati putrinya. "Iya, Mah. Hanna nggak akan nakal kok." jawab gadis itu memberenggut. Yang membuat Arum dan Rama gemas melihatnya. Tak terkecuali juga Darmo yang sedari tadi terus menatap nona mudanya tersebut. Kini Rama beralih ke arah tukang kebun sekaligus orang yang dia percayai untuk menjaga rumahnya. "Saya titip Hanna ya, Pak. Dua minggu lagi Mbok Jum akan datang ke sini menemani Pak Darmo menjaga Hanna." tutur Rama. "Baik, Pak. Saya akan menjaga Non Hanna selama di sini. Tuan Rama dan Nyonya Arum tidak perlu khawatir." kata Darmo mengangguk patuh. Kedua majikannya itu tampak mengangguk lega dan beralih memeluk putri bungsunya. Hanna terlihat sedih saat kedua orang tuanya akan pergi meninggalkan dirinya. "Mari Non, masuk." ajak Darmo sembari menarik koper milik gadis itu. Hanna mengangguk samar dan beranjak terlebih dahulu masuk ke dalam rumahnya. Merasa lelah karena perjalanan yang cukup jauh, Hanna memilih untuk membaringkan tubuhnya di sofa bed minimalis yang berada di depan TV. Gadis itu berbaring dengan kedua kakinya yang menjuntai di lantai. Membuat rok pendek sepanjang lutut itu tertarik ke atas menampilkan paha mulusnya. Darmo yang baru saja datang dibuat tertegun dalam beberapa detik. Namun dengan segera pria itu menyadarkan dirinya dari pikiran buruknya. "Non Hanna kenapa tiduran di sana? Pindah ke kamar saja, Non." ujar Darmo memberi usul. Hanna tak langsung menjawab ucapan Darmo. Gadis itu terdiam sejenak dan mulai bersuara tanpa merubah posisinya. "Hanna capek, Pak. Mau tiduran di sini dulu." kata Hanna setengah merengek. Darmo tampak tersenyum kecil melihat tingkah nona mudanya. Dia akhirnya mengalah dan membiarkan Hanna berbaring di sofa selagi dirinya memasukkan koper ke dalam kamar gadis itu. Di sisi lain, Hanna yang merasa lelah sekaligus gerah memilih untuk melepaskan blazer yang dia kenakan. Sehingga gadis itu kini hanya memakai crop top hitam yang menampilkan pusar dan perut datarnya. Gadis itu merubah posisi berbaringnya menjadi menyamping. Menghadap ke arah tangga dimana terdapat seorang pria yang tertegun karena melihat posisinya saat ini. Glup "Kenapa dengan tubuhku ini? Kenapa dia bereaksi karena melihat Non Hanna?" gumam Darmo menatap sesuatu yang menggembung di dalam celananya dengan ekspresi bingung. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN