BAB 7

1250 Kata
Akane dan Sora kini duduk bersama, pasangan kekasih itu terlihat sedikit kalut karena ulah adik mereka masing-masing. Tak ada yang bisa bicara saat ini, mereka hanya bisa saling memendam dan berdiam diri. Hubungan Mugi dan Haru yang secara tiba-tiba membuat mereka kaget, tetapi mereka juga mempunyai beban yang sama secara tidak langsung. Sora yang mengingat bagaimana ulah adiknya menghela napas, ia terlihat lelah menghadapi kenyataan. Bagaimana ... bagaimana caranya agar Haru mengerti jika hubungan yang Haru bicarakan itu jelas tak mungkin terjadi? Pria itu sesungguhnya sangat mengerti dengan perasaan Haru yang mencintainya sebagai seorang pria, ia hanya mencoba untuk menghindari hal itu. Ia berpura-pura bodoh agar Haru tidak mendalami perasaan gilanya, tetapi ... efek dari dirinya yang pura-pura tidak peka membuat Haru semakin jatuh dan mencari cara lain untuk melampiaskan sakit hatinya. Untuk Akane, sebagai wanita ia jelas tahu apa yang Mugi rasakan padanya. Tetapi sekali lagi ... Akane juga tak ingin membuat peluang bagi Mugi. Ia tak ingin Mugi terus berharap, dan membuat dirinya semakin terjebak. “Sora ....” / “Akane ....” Keduanya saling bertatapan, mereka memanggil nama satu dengan yang lain secara serentak. Mereka kemudian kembali diam, saling menatap, lalu sama-sama menghela napas yang panjang. Akane mencoba untuk menenangkan diri, ia akan menunggu Sora bicara terlebih dahulu. “Akane,” tegur Sora. “Hmmm?” Akane menatap kekasihnya. “Aku merasa nyaris gila karena hal ini.” Akane cukup tahu jika Haru mencintai Sora. Pria itu sudah menceritakan segalanya beberapa hari lalu, dan juga ia menceritakan masalah Mugi yang jelas-jelas juga mencintainya. “Aku tak mungkin meninggalkanmu hanya untuk hal sekonyol itu. Sekali pun kita bukan pasangan kekasih, tetapi aku jelas tak mungkin menjalin hubungan cinta dengan adikku sendiri.” Akane hanya bisa diam saat mendengar semua yang diucapkan oleh Sora, ia juga sama seperti Sora, dan ia juga nyaris tak bisa berpikir karena masalah yang dianggapnya begitu berat. “Akane ... apa yang harus kita lakukan? Ini benar-benar hal gila yang nyaris tak bisa kuatasi.” Akane segera berdiri, ia kemudian menghampiri Sora dan langsung memeluk pria itu. Wanita itu menangis, menumpahkan semua duka yang ada di hatinya. Sora membalas pelukan itu. “Maaf ... aku hanya begitu takut karena berbagai hal. Aku takut untuk meninggalkan atau juga kehilanganmu, aku juga takut tak bisa mempertahankan adikku yang manis itu.” “Aku mengerti, aku tahu, aku sangat memahami dirimu. Kita punya masalah yang sama, dan kita bisa menyelesaikan semuanya secara bersama-sama.” Setelah beberapa saat berlalu, Akane akhirnya menyudahi pelukannya. Wanita itu tersenyum dan membelai pipi Sora. “Kita harus segera mencari solusi yang tepat, aku juga tak ingin kehilangan dirimu atau juga Mugi.” Sora mengangguk, jujur saja ia sudah merasa lebih tenang saat ini. ... Sementara Sora dan Akane sedang menghabiskan waktu untuk berpikir, di tempat yang berbeda Mugi dan Haru juga sedang bersama. Keduanya terlihat duduk bersama di dekat sebuah danau, mereka sedang menikmati ice cream, dan kadang kala terlihat bicara. Haru terlihat nyaman dengan kebersamaannya dan Mugi, ia sesekali tertawa walau masih ada kesedihan mendalam dalam hatinya. Mugi yang sejak tadi menghibur Haru juga merasa semakin nyaman dan terbiasa dengan Haru. Pemuda itu menatap Haru lekat, ia tersenyum kala melihat ada sedikit bekas ice cream yang tersisa di sudut bibir Haru. Perlahan, Mugi memutuskan untuk mendekati Haru. Pemuda itu kemudian segera menjilati bekas ice cream itu, dan menghentikan tingkahnya ketika sudah selesai. Haru yang mendapat perlakuan demikian cukup kaget, ia terdiam beberapa saat, dan tersadar saat Mugi menyudahi aksinya. “Ada sesuatu yang dingin dan manis di dekat bibirmu tadi,” ujar Mugi. “A-ah ... aku kira ada apa.” Haru kemudian melanjutkan kegiatannya, ia menikmati ice cream dan mencoba untuk lebih tenang. “Haru,” tegur Mugi. Haru yang sedang fokus pada makanan dinginnya kemudian berhenti, ia menunggu Mugi bicara. “Bagaimana jika mereka memutuskan untuk menikah?” Haru yang mendengar hal itu menelan kasar ludahnya, manisnya ice cream tiba-tiba saja terasa pahit karena mendengar kata pernikahan saudaranya. “Aku hanya memprediksi tentang sesuatu yang paling buruk. Kau tak usah terlalu tegang, itu juga belum tentu terjadi.” “Bagaimana jika benar-benar terjadi? Apa yang akan kau lakukan?” Haru balik bertanya. Mugi diam beberapa saat, walau ia menyampaikan pertanyaan itu, tetapi ia juga belum tahu harus berbuat apa jika semuanya menjadi nyata. Pemuda itu kemudian berdiri, ia mencoba terlihat tegar. “Ada apa?” “Jika hal itu benar-benar terjadi, aku akan melakukan apa yang bisa aku lakukan. Aku mungkin tak bisa melupakannya begitu saja, tetapi aku bisa mengenangnya. Menurutmu ... apa yang bisa kita lakukan? Tak mungkin untuk menghalanginya, tak mungkin untuk menggagalkannya. Kita sama sekali tak punya kekuatan untuk hal seperti itu.” Haru mengakui apa yang Mugi katakan memang ada benarnya, ia juga tak tahu harus melakukan apa jika hal tersebut benar-benar terjadi. Dengan adanya pernikahan antara Sora dan Akane, maka ia sudah kehilangan harapan. “Tapi aku rasa mereka tidak akan menikah secepat itu. Kakak masih menempuh pendidikan, dan Kakakmu juga demikian.” Haru mencoba untuk mencari celah untuk membantah hal tersebut, ia menatap Mugi yang juga balas menatapnya. “Bagaimana jika mereka sama sekali tak peduli dengan hal itu? Bukankah Kakakmu masih bisa memimpin perusahaan keluarga jika ia tidak menjadi seorang dokter?” Haru menelan ludahnya lagi dan lagi, apa yang Mugi katakan memang benar. s**t ... dirinya benar-benar buntu saat ini. Bagaimana ia bisa lupa dengan hal itu? Bagaimana ia bisa sangat percaya jika sang kakak tetap akan melanjutkan kuliah dan menunda pernikahan. “Haru ... apa kau ingin terus berhubungan denganku? Aku menjadi Sora bagimu, dan kau menjadi Akane bagiku. Apa kau ingin terus bertahan? Kita tak mungkin punya harapan lain jika mereka sudah menikah, yang tersisa hanya kau dan aku. Yang akan kita rasakan hanya sebuah penderitaan, dan tak ada lagi selain hal itu.” Haru juga berdiri, ia meletakkan mangkuk ice creamnya di atas kursi, lalu memeluk Mugi. “Jangan katakan mereka akan mengambil langkah pernikahan. Aku belum siap kehilangan Kakakku, dan kau juga belum siap kehilangan saudaramu. Mugi ... aku tak ingin kita hanya terus dan terus tenggelam dalam harapan semu.” Mugi membalas pelukan Haru, ia merengkuh raga gadis itu, dan menghirup aroma tubuh Haru. Pemuda itu kemudian mengecup lembut puncak kepala Haru, menenangkan dirinya dan juga gadis itu. “Mugi ... aku juga takut dengan kenyataan yang bisa saja terjadi, tetapi aku juga takut jika kita terus hidup tanpa kepastian seperti ini. Kita harus membuat mereka mengambil keputusan. Aku ingin Kakakku jujur dengan semua yang ia rasakan, jika ia menolakku, maka itu adalah takdir yang harus aku jalani dengan baik.” “Kapan kau ingin kita jujur dan terbuka kepada mereka? Bagaimana jika mereka menganggap kita hanya anak kecil, dan mereka tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan kita.” Haru melepaskan diri dari pelukan Mugi. “Jika saat itu tiba, maka kita hanya harus pergi menjauh. Apa kau ingat yang kau katakan tadi? Aku akan menjadi Akane, dan kau akan menjadi Sora untukku. Kita bisa membuat hubungan timbal balik, lalu seiring berjalannya waktu semua akan berakhir.” Mugi yang mendengarnya juga ikut tersenyum. “Baiklah, sekarang waktunya kita kembali. Tidak mungkin untuk terus berada di luar. Aku tahu dia pasti mencarimu, dan aku juga tak ingin kau terlalu lama berada di luar ruangan.” Haru mengangguk. “Mugi ... aku ingin melihat bunga sakura, apa kau bisa pergi bersamaku jika waktunya sudah tiba?” “Tentu saja, kita bisa melakukan banyak hal bersama-sama.” “Apa itu kencan?” “Ya ... anggap saja itu kencan khusus bagi dua orang yang selalu patah hati.” Haru yang mendengarnya mau tak mau harus tertawa, ia kemudian meraih tangan Mugi, dan membawa Mugi untuk melangkah. Mugi yang mengerti segera melangkah, ia meninggalkan tempat itu bersama Haru. Mereka sama-sama terlihat menikmati waktu, dan mungkin saja mereka sedang membayangkan melangkah serta bergandengan tangan bersama dengan orang yang mereka cintai masing-masing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN