"Menikahlah denganku, akan aku berikan apapun yang kamu butuhkan, Li."
Sore hari itu, dirumah besar Pradana Aryaatmaja, disatu kebetulan yang tidak terduga dimana aku menjadi guru les untuk seorang anak dari saingan masa sekolahku dulu, pria yang kini menjadi seorang Komandan di salah satu Batalyon ini mengajakku berbicara secara pribadi. Namun diantara banyaknya hal yang terpikirkan di dalam benakku, aku sama sekali tidak menyangka jika yang ditawarkan oleh Dana kepadaku adalah sebuah pernikahan.
Iya, pernikahan? Aku tidak salah dengar, kan? Untuk beberapa saat aku tercengang seperti orang bodoh, mengerjap layaknya orang t***l sampai akhirnya saat aku melihat pria itu masih dengan mimik seriusnya, aku tahu jika aku tidak sedang salah dengar yang membuatku meledak dalam tawa. "Apa? Menikah? Aku sama kamu Dan? Yang benar saja! Dunia sebentar lagi akan kiamat jika itu benar terjadi. Tolong jangan keterlaluan kalau bercanda, hidupku sudah terlalu lucu tanpa kamu harus menambahnya dengan lelucon yang sangat buruk."
Aku melipat kedua tanganku, memicing ke arah Dana yang masih dengan sikap kakunya yang penuh dengan kewaspadaan. Tidak, aku tahu dia sama sekali bercanda atas apa yang dia baru saja katakan. Terlebih hubungan kami dulu semasa sekolah tidak sedekat itu hingga dirinya dan aku bisa bercanda akan hal-hal yang menggelikan, aku dan Pradana adalah rival dalam segala hal, jika aku nomor satu, maka dia akan nomor dua, begitu pula saat akhirnya Pradana nomor satu aku akan mengekor tepat di belakangnya.
Hidupku dulu sesempurna Pradana, sampai akhirnya semuanya berubah. Pradana masih ditempatnya, terhormat dan penuh wibawa, sementara aku menjadi guru les anaknya dengan bayaran yang tidak seberapa untuk menyambung hidupku. Diantara puluhan juta anak SD berusia7 7 tahun aku sama sekali tidak menyangka jika aku akan mengajar putranya. Lucu sekali bukan? Aku bahkan nyaris pingsan saat melihat potret Pradana saat memasuki rumah besar ini.
Dunia memang sebercanda itu kepadaku yang hidupnya sudah sangat menggelikan tanpa sebuah lelucon konyol dari Pradana juga. Lama aku menertawakan kemalanganku ini, sampai akhirnya saat tawaku kini sepenuhnya terhenti Pradana kembali membuka suaranya meskipun aku bisa merasakan betapa dia berusaha bersabar menghadapiku yang tidak menanggapinya dengan serius.
"Aku tidak bercanda, Li. Aku serius mengajakmu menikah, lebih tepatnya sebuah pernikahan kontrak agar hak asuh Saka tidak jatuh kepada Monica, mantan istriku. Perempuan sialan yang tidak tahu diuntung itu menggugat hak asuh setelah dua tahun kami bercerai."
"Pernikahan kontrak?" Tawaran itu menggelitik ego dan juga rasa penasaranku, ya aku sedikit tersinggung saat sebuah pernikahan ditawarkan seperti sebuah pekerjaan, tapi lebih daripada itu aku penasaran kenapa Pradana seputusasa itu hingga memilih jalan yang sudah pasti tidak nyaman untuknya. "Astaga Dan, seputus asakah kamu sampai kamu harus mempermainkan sebuah pernikahan? Lagipula sudah seharusnya Saka ikut Ibunya, dia masih dibawah umur."
Ketenangan yang diperlihatkan Pradana seketika memudar seiring dengan tanggapan yang aku berikan. Wajahnya menggelap diliputi emosi dan kemarahan, perubahan sikap dan wajahnya ini sontak membuatku tersadar jika kalimatku sudah menyentuh titik batas kesabarannya.
"Jika kamu tidak bersedia membantuku, lebih baik diamlah, Liliana. Aku berbicara seperti ini karena aku merasa kamu orang yang tepat untuk membantuku dalam masalah ini, tapi rupanya aku keliru. Kamu masih sama seperti Liliana yang sok tahu dalam segala hal bahkan saat kemiskinan menggulungmu dengan sangat menyedihkan."
"..............."
"Kamu harus tahu, Saka, putraku, dia harus bersamaku tidak peduli bagaimanapun caranya. Tidak akan aku izinkan putraku dibesarkan oleh seorang peselingkuh yang hanya akan menjadikan anakku sebagai ATM berjalannya untuk memeras hartaku. Itu alasanku berbuat sekonyol ini jika kamu ingin tahu."