TUJUH

710 Kata
Maaf banyak typo Happy reading .... .... ..... ..... ..... Inne mematut dirinya di cermin besar yang ada dalam kamarnya yang terlihat sangat berantakkan, dan kotor saat ini. Sisa makanan berserakan dimana-mana, bahkan baju kotor, dan bersih sudah bercampur menjadi satu di atas ranjang king size milik Inne. Seminggu berlalu setelah kejadian menyedihkan yang dirinya lewati minggu lalu, ia memohon, mengemis, mengiba pada Athar agar jangan membuangnya seperti kemarin sudah terlewat. Sudah lewat sehari, Athar belum menemuinya untuk menjelaskan mengapa semuanya bisa terjadi seperti ini? Sangat menyakitkan untuk dirinya terima, dan rasakan. Inne tau ia bodoh, dan naif masih mengharapkan penjelasan dari Athar, berharap semuanya berubah seperti sediakala di saat Athar menjelaskan semua alasannya nanti, alasan Athar berlaku kejam seperti ini padanya, dan pada calon anak mereka. Dan Athar meminta maaf, dan ia akan memaafkan Athar kalau alasan Athar masuk akal, Inne akan memaafkan Athar dengan mudah, asal Athar membatalkan pertunangannya dengan Sabira, dan kembali ke dalam pelukannya. Bukan, bukan untuk dirinya sendiri, Inne memaafkan kelakuan b***t Athar, tapi ini untuk sang jabang bayi yang tengah ia kandung saat ini. Pahit, rasanya sangat pahit hidup tanpa kedua orang tua. Sudah Inne jalani, dan rasakan sendiri. Ayahnya meninggal di saat ia masih berumur dua tahun, dan ibunya meninggal di saat ia berumur 17 tahun. Ia hidup antara mau, dan tak mau. Bosan hidup, tapi mati tak mau selama ini. Lalu, hadir'lah Athar yang memberi warna, dan semangat hidup dalam hidupnya dulu yang kelam, dan menyedihkan. Inne nggak akan sanggup melihat anaknya yang tumbuh tanpa sosok ayah seperti yang ia rasakan selama ini. Semuanya serba kekurangan, kasih sayang, materi, Inne merasa kurang, Inne tetap mendamba secara diam-diam sosok, dan vigur ayah di belakang ibunya selama ini. Inne tidak mau anaknya merasakan seperti apa yang ia rasakan dulu, baik sampai saat sekarang. Dan hidup Inne saat ini, sangat, dan sangat hancur di banding dulu, karena seorang Athar. Seorang laki-laki yang menyembuhkan lukanya di masa lalu, tapi ternyata dia lagi yang menjadi penabur luka paling dalam, dan pahit dalam hidupnya saat ini. Inne dengan lemas, meloloskam daster lusuh yang membungkus tubuhnya, hanya tertinggal cd, dan bra merah menyala yang membungkus da**nya yang terlihat semakin berisi saat ini. Tubuh Inne bergetar hebat, melihat pantulan tubuh setengah telanjangnya di dalam cermin. Inne meraba perut, dad*, merambat naik sampai kewajahnya dengan kedua tangan yang gemetar hebat. "Apakah...a-apakah Athar sudah bosan pada tubuhku?"bisik Inne pahit. "Tapi Athar mencintai segala yang ada dalam diriku."lirih Inne bingung. Apa salahnya, sehingga Athar setega ini padanya? "Kamu bodoh, Inne! Kamu bodoh!"Jerit Inne menyedihkan sambil menjambak marah rambut panjangnya yang sangat-sangat kusut saat ini. Bagaimana Inne tidak menyebut dirinya bodoh? Selama enam tahun penuh di saat usia Inne, dan Athar 20 tahun. Inne, dan Athar melakukan hubungan haram, dan terlarang. Zina...ya mereka sudah berzina selama enam tahun terhitung. Sekali seminggunya mungkin sekitar tiga-empat kali mereka melakukan perbuatan terlarang itu. Di setiap saat mereka menginap, dan tidur bersama di rumah Inne maupun di apart milik Athar. Dan Inne sangat menyesalinya saat ini. Inne menyesal karena meberikan terlebih dahulu seluruh tubuhnya pada laki-laki yang belum menjadi suaminya. Andai Inne masih suci, dan tak hamil. Inne tidak akan memgemis seperti kemarin. Tidak akan! Karena masih banyak laki-laki lain yang lebih baik di banding Athar di luar sana. Tapi, Inne sedang mengandung anak Athar, membuat Inne merendahkan dirinya serendah- rendah mungkin kemarin bahkan hatinya masih rendah, dan tak tau malu karena masih mengharapkan sosok Athar yang bajingaaan, dan brengs3ek itu! "Kamu benar-benar tega, kalau alasanmu meninggalkanku karena rasa bosan, dan tubuhku sudah tak semenarik dulu dimatamu, Athar."Ucap Inne sambil mengelus pelan perutnya yang semakin membuncit besar saat ini. Inne memejamkan kedua matanya, memanjat doa, semoga anaknya sehat, dan terlahir dengan selamat, dan normal tanpa cacat sedikit'pun nanti. Karena anaknya'lah yang akan menjadi perisai dirinya, yang akan Inne asah, dan didik dengan baik untuk tercapainya segala dendam, dan pembelajaran yang akan Inne tabur untuk Athar. Lihat saja nanti. Deg! Inne membuka kedua matanya kaget, di saat Inne merasa ada sepasang tangan kekar yang telah melingkari tubunya dari bekakang, tangan kekar, dan terasa dingin itu, melingkar tepat di bawah kedua dad* Inne yang menyembul sesak saat ini. Siapa? Tanya Inne dalam hati, karena Inne belum membuka kedua matanya sedikit'pun. Siapa yang memeluk dirinya dari arah belakang saat ini? Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN