Dua tahun kemudian.
Sedang membuat teh hangat, Cantika mendengar suara pintu rumah yang diketuk. Tidak ingin membuat kesalahan, ia langsung membukanya.
"Ibu," sapa Cantika dengan suara santun sembari membuka pintu rumah.
"Hem," jawab ibu sangat singkat, tanda tidak ingin diganggu apalagi berbincang dengannya. "Mau Cantika masakan air panas untuk mandi?" tanyanya sambil menatap ibu.
"Tidak, Ibu lelah." Kemudian ibu meninggalkannya begitu saja.
Gadis itu menatap punggung ibunya, saat beliau berjalan ke arah kamar. Wanita cantik berambut pendek, berkulit putih, dan bertubuh proporsional itu, terus saja melaju tanpa memperdulikan putrinya.
Biasanya setiap jam segini, Cantika selalu mengintip ibu dari ujung pintu kamar atau atas sofa sederhana di ruang keluarga.
Bukan tidak ingin menyapanya. Hanya saja sejak ibu berpisah dengan Ayah, keduanya jarang sekali berbicara. Ibu jadi sangat galak dan dingin kepadanya. Walaupun cantik, Ibu saat ini sangat judes dan terkesan cuek.
Sebenarnya dulu ibu tidak begitu. Beliau sangat penyayang dan lembut. Sikap ibu mulai berubah sejak ayah memilih hidup dengan tante Rima. Tante Rima adalah adik perempuan ibu satu-satunya dan ibu sangat menyayanginya.
Meskipun dia hanya memanfaatkan kebaikan ibu dan mengambil semua kebahagiaan keluarga kecil mereka. Cantika pun, sangat membenci dia, tapi sepertinya ibu sudah memaafkan tante Rima.
Dulu tante Rima tinggal bersama mereka. Dari kuliah ibulah yang membiayai segala kebutuhannya, termasuk biaya kehidupan sehari-hari. Tapi semua itu dibalas dengan kebohongan dan penghianatan. Manusia bermuka iblis.
Gadis itu adalah anak dari keluarga bahagia yang kemudian hancur berkeping-keping akibat penghianatan. Makanya ia begitu sulit percaya dengan pria, apalagi jika tidak terlalu mengenalinya.
Menyedihkan bukan? Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah disaat Cantika kehilangan sosok ayah, dia juga malah kehilangan hangatnya kasih sayang seorang ibu. Sekarang ia sering merasa sendirian dan kesepian.
Untuk mengisi kekosongan jiwa dan hidup, biasanya cantika menghabiskan waktu bersama Deri. Deri adalah pacarnya sejak duduk di kelas X SMA.
Cita-citanya sederhana, namun banyak. Ia ingin menjadi anak yang baik dan membahagiakan ibu. Selain itu, dia juga ingin menjadi wanita yang sukses serta berderajat tinggi agar ayah menyesal sudah membuang dirinya dan ibu. Satu lagi, ia ingin menikah dengan Deri.
Cita-cita yang sempurna bukan? Tapi tidak semua cita-cita yang diinginkan dapat terwujud.
Dua hari yang lalu, Deri mengatakan kepadanya. Pagi ini dia akan pindah ke luar kota bersama keluarga karena papanya dimutasi untuk dijadikan pimpinan cabang.
Apa yang bisa Cantika lakukan selain menangis? Deri berusaha meyakinkan dirinya, bahwa dia akan selalu mencintai Cantika. Tapi entahlah, ia tidak bisa merasakan hatinya saat ini. Dan jujur saja, ia tidak bisa mempercayai ucapan Deri.
Mengingat sang ayah, rasanya akan sulit bagi Deri untuk terus setia, apalagi itu kota besar. Pasti wanitanya cantik-cantik dan lebih menarik dari pada dirinya. Itulah yang Cantika pikiran tentang dunia.
Hari ini, ia berdiri di Bandara untuk melihat keberangkatan Deri. Sebelum pergi, Deri memberikan bingkisan kecil berbentuk kotak yang dibungkus kain merah muda.
Deri memberikannya kepada Cantika sembari menurunkan kecupan kecil di dahi. Dia juga mengatakan bahwa dia mencintai Cantika, lalu dia meninggalkannya.
Beberapa hari gadis itu menghabiskan hidupku sendirian di sekolah dan di kamar yang rasanya sangat kosong. Sambil berbaring, ia memegang kado kecil dari Deri, kemudian menangis.
Cantika benar-benar merasa sendiri, bahkan langkahnya yang semula lincah, sekarang berubah menjadi lamban. Ia tidak sakit, hanya saja, seperti kehilangan tulang-tulang di sekujur tubuhnya.
"Der, kangen kamu ... ," ucapnya lirih, sambil memegang kado dari Deri yang belum ia buka.
***
Hari ini, ia berangkat ke sekolah seperti biasanya. Tidak terasa, kini sudah sebulan penuh Deri meninggalkan Cantika.
Sekitar pukul 15.00 WIB, ia kembali tiba di rumah. Saat ini, ia melihat ibu sedang duduk bermesraan dengan om Farhan. Tidak ingin mengganggu mereka, Cantika pun langsung menuju ke kamar, tanpa menyapa keduanya.
Sebenarnya, Cantika tidak suka dengan om Farhan. Menurutnya, dia lelaki mata keranjang dan genit. Bahkan, Cantika sering melihat om Farhan menatapnya dengan mata nakal, dan ia tidak suka itu.
Cantika pun memilih masuk ke kamar dan menguncinya dengan rapat. Untuk mengusir rasa marah dan kesal, ia membuka kado yang Deri berikan satu bulan yang lalu.
"Ini," gumamnya dengan suara yang kecil sambil meneteskan air mata.
Kado itu adalah jam tangan kesayangannya yang sempat rusak karena terinjak putra saat jatuh dikelas.
Jiwa dan raga gadis itu, benar-benar kehilangan. Satu-satunya tempatku menyandarkan kepala, kini telah meninggalkannya
Pukul 17.30 WIB, tanpa terasa hari sudah sore dan ia terbangun karena ibu mengetuk pintu kamar.
Ibu bilang, beliau dan om Farhan akan keluar untuk makan malam dan aku boleh ikut. Namun, aku menolaknya. Kemudian mereka meninggalkan rumah dan aku sendirian, seperti biasanya.
Tanpa ibu, Cantika hanya berguling di sofa besar yang tergeletak di depan televisi. Bosan dengan semua ini, tapi ia harus menerimanya. Walau bagaimana pun Cantika telah memilih jalan hidup bersama ibunya.
Pukul 22.00 WIB. Ibu dan om Farhan pulang ke rumah. Melihat mereka datang sambil berangkulan, gadis itu langsung membukakan pintu depan dan segera kembali ke kamar.
Sekitar 25 menit di dalam kamar, ia pun merasa haus. Cantika keluar untuk minum sekitar pukul 22.30 WIB. Saat itu, ia melihat masih ada om Farhan di rumah.
Karena tidak ingin menyapanya apalagi mengobrol, ia kembali masuk ke dalam kamar dengan langkah yang cepat.
"Aku benar-benar tidak suka pada om Farhan," gerutunya sambil menutup pintu kamar.
Saat ini, ia belum bisa tidur dan hanya melamun di atas ranjang kamar. Bosan, itu pasti. Tapi ia tidak memiliki game ataupun ponsel android untuk dimainkan.
Setengah jam berlalu. Entah mengapa kepalanya tiba-tiba terasa berat dan pusing. Selain itu, ia juga merasa sangat mengantuk dan sulit untuk membuka kedua mata.
Tak lama, suara ketukan pintu kamar, terdengar jelas di telinganya. Dengan rasa malas dan menggerutu, ia kembali membukanya.
"Siapa sih yang mengetuk pintu kamarku jam segini?"
Saat pintu kamar dibuka, tidak ada siapa-siapa dan ia kembali menutup pintu tersebut tanpa menguncinya.
Beberapa menit berlalu hingga ia merasa sangat mengantuk. Cantika pun merebahkan tubuh di atas ranjang dan berusaha untuk memejamkan mata, ditemani khayalan singkat seadanya.
Antara sadar dan tidak, Cantika merasa ada sesuatu yang menyentuh jari-jari kaki dengan lembut. Sangat terasa hingga bulu kuduk dan tanganku berdiri. Tanpa disadari, tubuhnya bereaksi pada sentuhan tersebut.
Awalnya, sentuhan itu terasa hangat dan tenang, seperti seorang ahli pijat profesional. Lama kelamaan, gerakan itu terasa basah dan dingin.
Ini tidak seperti jari-jari tangan, tetapi lidah. Dengan perasaan bingung dan pikiran yang bertanya-tanya, gadis itu terus merasakan sentuhan tersebut.
"Ibu?" Cantik memanggil ibunya dengan suara yang ringan karena merasa mungkin saja ini adalah ibunya. Walaupun sudah sangat lama, beliau tidak pernah menyentuh dengan lembut.
'Kenapa Ibu memainkan kakiku? Apakah Ibu ingin bermain dan menggodaku seperti saat aku masih kanak-kanak dulu?' Tanyaku di dalam hati karena sangat bingung.
Semakin lama sentuhan itu semakin kuat dirasa. Seperti mimpi, Cantika merasa seolah-olah kekasihnya sedang bersamanya.
Ia melihat wajah Deri berada di hadapannya. Dengan penuh kerinduan, ia duduk dan memeluk, tanpa mampu membuka kedua mata.
Sejujurnya Cantika tidak mengerti, bagaimana bisa hasratnya terpancing dan terpanggil untuk menghayal tentang bayangan Deri. Padahal selama ini, ia tidak pernah melakukannya, baik secara sadar maupun tidak.
Kali ini, gadis pintar itu kalah hebat. Walaupun sudah berpikir keras, ia tidak juga mampu mendapatkan jawabannya. Sementara sentuhan itu, terus merajalela di tubuhnya.
'Hemh ... mungkin aku sudah terlalu rindu pada Deri, laki-laki yang sudah meninggalkanku. Walaupun Deri mengatakan bahwa ia sangat mencintaiku, dasar pembohong.'
Rasa marah bercampur sayang yang hebat memenuhi hatinya. Ia sangat merindukan sosok Deri, hingga sulit untuk membuang khayalan tentang pemuda itu.
Saat ini, Cantika benar-benar merasa, jika Deri tengah berada di sisinya dan ingin mencumbui, untuk melepas rasa rindunya.
Saat ini, rasanya. Ia tengah memeluk Deri dengan mata tertutup. "Kamu kemana aja? Aku sangat merindukan kamu. Ini sudah satu bulan, tapi kamu tidak pernah memberikan kabar?" tanyanya sambil menahan air mata.
Bayangan Deri seolah membalas pelukan hangat Cantika, melalui kecupan hangat di wajahnya dengan perasaan yang menggebu.
Cantika merasa seperti landak yang siap bertempur. Walaupun sebenarnya ia tidak tahu tentang siapa lawannya. Rasa rindu kepada Deri, bercampur keinginan yang menggebu-gebu. Ini seperti api yang disiram bensin, secara cepat menyambar dan membakar semua yang ada. Laki-laki itu oun, melucuti pakaiannya satu demi satu.
Seketika, bulu-bulu halus di sekitar tubuhnya terangkat karena sangat menyukainya.
Cantika mulai mendesah manja saat bibir laki-laki itu mendarat, pada buah kembar miliknya yang sintal. Saat mulutnya menghisap dan menjilat, Cantika menggeliat hebat dan tidak mampu menahan diri.
"Deri!" ucapnya sambil menikmati sentuhan nakal dari lawannya.
Rasanya, laki-laki itu mulai menyusuri perut dan melewati rerumputan halus dan rapi miliknya. Cantika berusaha untuk menahan kegelisahan yang hebat dengan menggenggam alas kasur sangat kuat.
Desah Cantika menggema, ketika bayangan Deri mulai melumat l**************n miliknya yang berharga.
Ia pun dapat merasakan lidah yang sangat liar dan pandai. "Aku baru tahu, kalau kamu senakal dan seliar ini." Cantika kembali mengomel.
Tak lama, laki-laki itu membuka dan merenggangkan kedua kaki Cantika. Lalu ia memainkan senjata miliknya dengan keras pada mahkota keperawanan miliknya.
Cantika mengerang dan berteriak karena merasa sangat kesakitan. Ini adalah kali pertama ia merasakan tubuhnya dicabik-cabik dengan senjata tumpul. Walau begitu, cukup menyenangkan bila membayangkan jika ini adalah Deri.
Dua puluh menit bernapas dalam guncangan dan hentakan yang hebat, Cantika dapat merasakan cairan hangat dan pekat membasahi rerumputan sensitif miliknya.
Luar biasa dan gadis itu sangat merasa lelah. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Sekali lagi, ia tidak mengerti. Yang ia tahu, dia sangat menyukainya dan malam ini begitu bahagia.
Sepanjang malam, Cantika terus bertanya dan menjawab pertanyaan dari dirinya sendiri. Ia merasa malam ini ada yang aneh terhadap otaknya, seperti sinyal eror. Selain itu, semakin lama ia merasa kepalanya kian sakit dan berat.
Bersambung...