Chapter 27

1647 Kata
“Oke, sekarang jelaskan kronologis cerita versimu” Farren memulai rapat di ruangan yang super luas itu. Ini tepat dua hari setelah malam penuh chaos saat itu. Saat mereka diberikan libur selama satu hari, ketujuhnya kompak untuk menyatakan cuti selama tiga hari dengan alasan ingin mengistirahatkan tubuh dan otak setelah kejadian tidak menyenangkan selama berada di desa Asgardia.  Kini, kedelapannya ada di rumah Syden. Sebuah rumah yang sangat sangat besar, hingga perjalanan dari gerbang depan sampai ke pintu rumah memerlukan waktu selama kurang lebih tujuh menit berjalan kaki. Mereka tahu bahwa Syden lahir dengan sendok emas di mulutnya, namun tak tahu bahwa pria ini sebegini kayaknya hingga pelayan dan penjaga tak bisa terhitung jumlahnya secara sekilas karena sepertinya ada lebih dari dua puluh orang. Well, sebagai anak dari pasangan kepala kepolisian cabang dan pengacara yang biasanya membawahi perusahaan asing raksasa, tentu hal seperti ini sepertinya mungkin saja untuk diterima oleh Syden sedari kecil. Mana dia merupakan anak satu satunya. Skandal satu itu cukup membuat orang tuanya terkejut, karena mereka tahu betul perilaku anak semata wayangnya. Buang jauh jauh pikiran orang tua sibuk yang hanya memberikan uang, tak sekalipun memberikan kasih sayang. Syden mungkin menjadi salah satu momok yang diinginkan oleh orang karena terlahir sangat kaya namun dengan limpahan kasih sayang dari orang tuanya. Sesibuk apapun mereka, keduanya memastikan Syden untuk bahagia sedari kecil. Bahkan ibunya yang merupakan pengacara itu berkali kali menyempatkan waktunya untuk bolak balik jalanan padat hanya untuk makan siang dengan anaknya. Yang terus dilakukan hingga Syden sudah sebesar ini. Dengan terkuaknya skandal tersebut, bukannya marah, kedua orang tuanya malah menyuruh pria itu untuk liburan atau melakukan apapun yang ia inginkan agar tidak terus menerus kepikiran. Keduanya bahkan siap mengeluarkan semua hal yang dimilikinya untuk menghapus kejelekan tak beralasan tersebut dari nama anaknya, namun Syden lebih memilih untuk menyelesaikannya sendiri. Well.. tidak sendiri. Bisa apa ia tanpa rekan rekannya. Oleh karena itu, kedatangan mereka bertujuh sangat disambut dengan baik di rumah yang megahnya mirip seperti yang ada di drama drama. Kael pikir, orang yang memiliki rumah seperti ini hanya akan ada didalam drama. “Hari ini tante ada dirumah. Jika kalian membutuhkan pertolongan ahli hukum, jangan sungkan untuk bicara. Terima kasih banyak atas bantuan kalian pada anakku yang nakal ini” ujarnya yang membuat Syden merengut dan merengek pelan, mengusir secara halus ibunya agar tak terus memperlakukannya bak bayi dihadapan rekan rekannya yang kini memasang senyum geli itu. “Eyyy.. ayo adik Syden. Silahkan sekarang bercerita” goda Eric sembari terkikik kencang. Dengan bibir yang sedikit maju, kini ia mencoba merileksan punggungnya dengan menyandar pada kaki sofa yang ada di belakangnya. Setuju dengan mereka yang terlalu canggung dan bak rapat formal, semuanya sepakat untuk duduk dilantai, yang bahkan sama sekali tak terasa seperti duduk di lantai. Karpet bulu tebal dengan kualitas premium itu membuat mereka bak duduk di kasur yang sangat empuk. “Jadi begini. Malam itu, sepulang aku dari shift malam, niat awalku hanyalah masuk kedalam mobil lalu melaju lurus sampai menginjak halaman rumah. Namun, ditengah perjalanan, aku merasa ingin merokok, lalu berhenti sebentar di mini market untuk mencari rokok” Memang, diantara mereka berdelapan, hanya Syden, Zale dan Farren yang terbiasa dengan tembakau yang digulung kertas tersebut. Saat di desa pun, mereka seringnya belanja ke warung mendiang Seje bukan untuk membeli makanan, namun untuk membeli rokok. “Ketika aku keluar dari mini market, aku menyadari seorang anak berseragam sekolah menengah atas tengah menangis tersedu sedu hingga berjongkok.  Niat awalku hanya tak peduli lalu kembali masuk kedalam mobil, namun ketika melihat keadaannya yang seragam sekolahnya sangat kotor ada bekas jejak dari sepatu, aku langsung menghampirinya. Karena kupikir dia adalah korban bully kekerasan dari sesama siswa. Namun, selama beberapa menit bicara, aku kemudian mengetahui bahwa ia adalah korban kekerasan rumah tangga. Gadis itu berkata bahwa setiap kedua orang tuanya bertengkar, mereka tidak pernah memukuli satu sama lain, namun memukuli gadis itu. Bahkan ia beberapa kali diinjak oleh ayahnya” ujarnya panjang lebar. “Aku yang awalnya akan membawa hal ini ke kepolisian, namun ditolak oleh gadis itu. Gadis itu berkata bahwa kedua orang tuanya adalah orang yang dikenal masyarakat, meskipun saat itu ia enggan membicarakan nama kedua orang tuanya. Jadi, saat itu aku menawarinya tumpangan ke rumah saudara atau temannya, namun gadis itu berkata bahwa ia dikucilkan temannya, dan saudaranya tak ingin ikut campur dengan urusan keluarga gadis itu karena kedua orang tuanya bisa menghancurkan hidup seseorang dengan mudah. Selang beberapa menit, akhirnya aku memutuskan untuk membawanya ke hotel terdekat yang fasilitasnya aman. Maksudku bukan yang abal abal seperti motel. Aku memesankan kamar satu minggu full dan memberikan kartu namaku jika ia ingin berubah pikiran dan mengadukan hal ini ke komisi perlindungan anak. Selesai memesan kamar dan aku memastikan ia masuk kedalam kamar dengan aman, aku kembali ke parkiran, lalu melaju kembali kedalam rumah. Selesai. Sampai situ saja” “Kau tak memiliki bukti transaksi hotelnya? Dari credit atau debit card gitu??” “Tidak. Aku menggunakan tunai, dan struknya memang langsung kubuan. Karena untuk apa juga menumpuk kertas tak berguna seperti itu didalam dompet. Aku kan sama sekali tak tahu fitnah ini akan terjadi” ujarnya yang sangat tidak relateable untuk Britta yang hobi mengumpulkan struk belanjaan. Ya.. orang kaya memang seperti itu, mungkin. Entahlah. Atau memang sifat Britta saja yang aneh. “Hm... ini sudah sebulan lebih. Aku ragu apakah pihak hotel masih menyimpan rekaman kamera pengawas atau tidak” ujar Farren ikutan bingung. Ini seperti kasus yang tertunda selama sebulan lamanya, dan tentu saja sudah banyak oknum yang hilir mudik ke bagian yang mungkin saja bisa menjadi bukti jika pencarian bukti ini terjadi saat itu juga. “Bagaimana dengan black box mobilmu??” tanya Zale mencoba memberi saran, namun sayangnya dibalas gelengan oleh pria jangkung itu. “Aku tidak menggunakan Black box” ujarnya dengan penuh penyesalan. Kenapa ia tidak mendengarkan ucapan kedua orang tuanya yang mengharuskan anggota keluarga mereka selalu menggunakan Black box. Syden dahulu hanya berpikir bahwa ia merasa gerah karena setiap pergerakaannya seakan diawasi. Mungkin inilah alasan kedua orang tuanya. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Tindakan pencegahan prefentif itu sangat perlu. “Eh, lihat ini deh” Eric yang tadinya sibuk tiduran sembari memaikan ponselnya, seketika berguling untuk memposisikan dirinya ditengah, lalu menunjukkan sebuah laman kabar online yang terlihat di ponselnya. “Setelah, kutelusuri lebih dalam, dari banyaknya artikel yang dibuat mengenaimu, aku menemukan sumber sumber awal artikel yang memancing netizen lainnya untuk ikut berspekulasi” ujar Eric yang memperlihatkan keempat tab, yang semuanya berisikan artikel Syden dengan perusahaan media online yang berbeda beda. “Anehnya lagi, dari keempat artikel awal itu, semuanya menjurus ke satu satunya sumber yang katanya disebut kredible ini, yaitu blogger dengan nama ‘Ghost’” “Blogger?? Aku tak tahu masyarakat kita seketerbelakangan apa, namun bisa bisanya menyetujui pendapat blogger yang bahkan identitasnya belum diketahui, bukannya dari sumber kredibel atau dari orang yang katanya korbannya langsung” ujar Kael dengan dahi yang mengerut. “Justru itu” Eric membantah. Iya membuka tab kelima yang menampilkan blog milik anonim dengan nickname ghost tadi, memperlihatkan sebuah cuitan yang kini bisa dibaca oleh semua rekannya. “Si anonim ini mewawancarai orang yang katanya adalah korban, dan benar benar memposting videonya” lalu menyetel video yang dimaksud, membaut Syden terhenyak terkejut karena ia yakin bahwa gadis di video itu –meskipun wajahnya sedikit di blur- adalah gadis yang ia tolong pada malam itu. Ada apa ini?? Apakah gadis itu termasuk bagian dari skenario untuk menjatuhkannya? Video yang berdurasi selama hampir lima menit itu menampilkan seorang gadis tersedu yang mengungkap bahwa dirinya diperkosa oleh seorang polisi, yang Syden tahu pasti bahwa foto yang ada didalam video tersebut adalah foto dirinya. Bahkan, ada sebuah video sematan lainnya, yang menampilkan Syden dan Gadis tersebut keluar dari mobil, dan di video tersebut terlihat bahwa Syden menarik paksa gadis tersebut untuk masuk kedalam mobil. Yang mana, tentu saja langsung membuat pria itu mengumpat. “b******n! Bagaimana caranya si sialan ini bisa memanipulasi video??” ujarnya dengan tangan yang langsung memijat pelipisnya kasar. “Ini benar mobilku. Dan benar aku memakai pakaian itu, dan gadis itu berbusana seperti itu saat itu. Namun, saat turun dari mobil, aku bahkan sama sekali tak memegang lengannya, tak menyentuh tubuhnya. Bagaimana mungkin di video itu aku menarik paksa gadis tersebut??” ujarnya yang diakhiri umpatan berkali kali. Britta yang menilik videonya dengan serius bisa dengan yakin menyebutkan bahwa pria yang da di video tersebut memanglah Syden. Bahkan gadis itu kini ada di fase tak tahu siapa yang harus ia percayai atas kasus ini. “Semua artikel bersumber dari empat artikel tadi, dan keempatnya bersumber dari blog ini dimana si Ghost ini menyelipkan dua buah bukti nyata untuk menyudukanmu. Bahkan media televisi pun hanya sekedar menginput wawancara korban dari blog tadi dan memasukkan pendapat para ahli mengenai kekerasan seksual terhadap remaja. Sumber dari semua masalah ini, adalah orang dibalik nama ‘Ghost’ tadi” ujar Eric mengakhiri sesinya. “Jadi.. kau yakin yang di video ini bukan dirimu??” ujar Eric yang juga tentu saja ia curiga. Semua hal yang katanya menjadi bukti itu sangatlah mulus hingga ia tak tahu apakah itu diedit atau tidak. “Itu aku, Eric. Itu diriku” aku Syden. “Namun diriku yang asli tidak bergerak seperti itu” ujarnya dengan frustasi. Rekannya yang lain pun sama pusingnya. Mereka pun ingin menuduh Syden, namun kembali ke posisi awal, mereka tidak memiliki bukti bahwa Syden pelakunya, dan mereka tidak memiliki bukti bahwa video tadi adalah nyata. Jadi, jalan satu satunya- “Kael, Eros, tolong bawa video tersebut ke digital forensik untuk dicari kebenarannya. Apakah diedit atau tidak. Jika diedit, tolong lampirkan laporan” Farren mulai kembali bicara. “Britta, Dylan, tolong cari tahu dimana sosok korban tersebut berada. Cari informasi sebanyak banyaknya” titahnya yang langsung diangguki oleh yang lebih muda. “Aku, Eric dan Zale akan langsung turun tangan untuk mencari anonim yang berlindung dengan topeng hantunya itu”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN