Chapter 7

1658 Kata
“Hm?” mengerutkan dahinya bingung, Zale berputar putar mengelilingi sebuah mobil bak yang seakan akan tak bertuan itu. Matanya memandang ke beberapa sudut jalan. Mobil ini ada di sebuah tempat persis diantara dua buah kamera pengawas, namun ada di titik buta kedua kamera tersebut. Ingin dikatakan tak bertuan, namun sebuah plastik tebal membentuk tenda kotak ada di bagian belakang mobilnya. Menunjukan bahwa mobil ini biasa diapakai untuk menaruh barang yang sangat riskan terhadap air. Namun jika dikatakan ini sebuah mobil bertuan, keadaannya yang mengenaskan membuat mobil ini seakan akan sampah rongsok yang dibuang dengan asal oleh pemiliknya. “Permisi” sapa pemuda itu kepada pemuda lain yang terlihat jalan tergopoh dengan tampilan acak acakan khas bangun tidur. Benar benar seacak acakan itu jika melihat rambut yang mirip sarang burung dan air liur yang terlihat menetes di beberapa sudut jaket lusuh merahnya. “apakah kau mengetahui pemilik kendaraan ini?” Tangan pemuda tersebut bergerak untuk mengusak matanya kasar. Cukup membuat Zale merapatkan mulutnya datar karena sudah dipastiikan kedua mata yang masih memerah itu akan semakin sakit jika diperlakukan seperti itu. “ini milik seorang tukang rongsok” ujarnya dengan suara yang serak. “Boleh kutahu dimana kediaman orang tersebut?” “Aku tak tahu. Sepertinya ia orang baru yang ada disini. Aku sering melihatnya di tempat kerjaku, namun aku tak pernah melihatnya di tempat lain” jawabnya lagi. “Tempat kerjamu?” “Ya” jawabnya malas malasan. “aku bekerja di kedai ayam di gang sebelah sana” ujarnya menunjuk kearah jalan yang ia tahu pasti ada apa disana. “Kedai ayam milik tuan Bernard maksudmu?” “Ya..” ujarnya lagi. “Kau mengenal bos ku?” “Kau memangnya tak tahu kedai itu kebakaran tadi malam?” “Ke- apa???” pemuda yang tiba tiba diberikan pernyataan seperti itu tentu saja kaget. “kapan? Kenapa? Kok bisa?” ujarnya bertubi tubi.   “berapa orang yang bekerja sebagai karyawan disana?” “Hanya aku dan tuan Bernard. Terkadang istrinya ikut membantu jika tuan Bernard sedang sibuk dan tak bisa berada di toko. Karena aku harus selalu mengantarkan pesanan keluar toko” “Kau semalam bekerja?” “Iya” Sampai jam berapa” “Sepuluh. Itu jam tutup toko” Jam sepuluh.. Jika ucapan pria ini benar, berarti tuan Bernard masih dikatakan bernyawa saat pukul sepuluh. Berarti waktu kematian bisa dicari dari pukul sepuluh keatas. Dimana orang yang mengunjunginya di toko diatas jam sepuluh lah yang akan berpeluang menjadi tersangka pembunuhan sekaligus pembakaran toko itu. “Boleh kau tunjukkan dimana rumahmu?” tanpa mengeluarkan banyak kata, pria itu bergegas mendampingi orang yang baru ditemuinya itu untuk berjalan sedikit ke tikungan lainnya. Menunjuk sebuah jalan buntu yang katanya merupakan tempat kediamannya selama ia bekerja disana. “Ingin... masuk?” ucap pria itu bingung karena tak tahu apa lagi yang harus ia lakukan. Selama ini kegiatannya sehari hari hanyalah bangun dari alas tidurnya yang usang dan tipis, bersiap untuk bekerja hingga malam, lalu kembali untuk memejamkan mata dan merehatkan tubuh. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya bahwa pria itu akan tak memiliki tujuan seperti saat ini. "...omong omong, boleh kutahu siapa dirimu?” ucapnya pelan. Sejujurnya, ia tadi sermpat ragu untuk membawa orang asing kedalam kediamannya. Meskipun dirinya miskin dan tak memiliki apa apa untuk dirampok, tapi tubuh dan organ organnya masih sehat dan akan bernilai tinggi jika dirinya dibunuh sebagai korban pernjualan organ ilegal. “Ah, maafkan aku. Aku hanyalah seorang staff dari kepolisian” ucap Zale sekenanya. Keuntungan seorang detective yang tak memerlukan seragam untuk bertugas memang terkadang sangat menguntungkan. “Jika kau ada kegiatan, silahkan kembali saja. Akupun akan segera kembali ke kantor polisi” ucapnya. “Sejujurnya aku tak tahu harus apa” dengusan bingung keluar dari mulutnya. “mungkin aku akan pergi untuk mencari sarapan saja” ucapnya ringan kemudian berlalu dari sana meninggalkan si pria tinggi tadi. Matanya terpaku pada sebuah gedung dengan aroma obat obatan yang khas berada persis di hadapannya. Sebuah toko obat yang dimiliki langsung oleh seorang farmasi kini menjadi tujuan kakinuya untuk beranjak masuk dan disambut dengan senyuman tipis oleh seorang perempuan yang kisaran umurnya tiga puluh tahunan dengan memakai jas putih dan sarung tangan. “Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?” ujar wanita tersebut dengan senyum yang masih hinggap di bibir yang ujungnya terlihat berkerut. “Aku ingin satu obat sakit kepala, terima kasih” ucapnya. Yang satu ini memang bukan basa basi, namun sakit kepala yang menderanya tak dapat dihilangkan dengan satu buah sup dan semangkuk nasi yang tadi dilahapnya. Sembari membayar, dirinya melihat lihat sekeliling toko obat tersebut. Dipikir pikir, toko ini cukup lengkap jika dilihat dari posisinya yang berada di sebuah kota kecil dan tak di pusat kota. “omong omong, toko mu lengkap sekali” yang ini baru namanya basa basi. Dengan senyum simpul, wanita itu hanya menjawab bahwa ia berusaha melengkapkan toko obatnya agar seluruh masyarakat disini, tak perlu pergi jauh hanya untuk menyembuhkan dirinya. Such a good person. Baru saja akan kembali berbasa basi, matanya tak sengaja seakan bersitatap dengan banyak gulungan perban yang terjajar rapih didalam etalase kaca dengan keadaan yang steril tentu saja. Hm.. perban ya. Jika dipikir pikir. Mumi yang menjadi awal mula penyelidikan ini kan dimumikan menggunakan perban medis. “Siapa yang belakangan ini membeli perban dalam jumlah yang banyak?” “Mohon maaf, tapi ada apa ya? Saya tidak punya alasan mengapa saya harus membeberkan informasi mengenai pasien yang membeli obat dari toko saya” ucapnya pelan. Tipikal orang kesehatan yang taat aturan mengenai tak memberikan informasi mengenai pasiennya. Meskipun dirinya hanyalah seorang farmasi. Tak menggunakan banyak usaha, Zale hanya perlu mengeluarkan lencana detectivenya yang langsung membuat wanita itu mengerti apa maksud kedatangannya. “Ah..ini masalah kebakaran dan kemungkinan pembunuhan mendiang tuan Bernard itu ya” gumamnya. “Sekitar dua minggu ini memang tak ada satupun orang yang membeli perban. Aku ingat karena stock perban masih sama dengan jumlah saat aku stock opname untuk laporan keuangan bulan yang lalu” ujarnya. “Apakah-“ belum sempat menanyakan beberapa hal, ponselnya berbunyi dan memberikan sebuah nama yang sudah menjadi rekannya selama bertahun tahun. Memberikan sedikit gesture, Zale menjauh sedikit untuk mengakat telepon dari Farren. “Kita memiliki suspect baru. Karyawan tuan Bernard. Seorang pemuda dua puluh tahunan yang bukan berasal dari kota ini” iya, sebut Farren tak sopan namun mereka tak memiliki waktu banyak untuk sekedar berbasa basi mengucapkan hallo atau menanyakan kabar, “Aku beberapa menit yang lalu berbincang dengan seseorang yang mengaku sebagai karyawan tokonya. Namun aku tak tahu apakah itu adalah orang yang kau maksud” “Jika dia bekerja disana, maka dia orangnya. Tuan Bernard hanya memiliki satu orang pegawai. Selidiki dia” “Roger that” Menutup sambungannya, maka ia akan memiliki sejumlah list untuk diselidiki saat ini. Dengan berbagai pertimbangan, pria itu berakhir menghubungi Eric untuk menggantikannya pergi ke tuan Dale selaku pemilik General Store dan suspect karena mereka beberapa kali terlihat bertengkar masalah pembangunan toko ayam baru di lahan milik negara. “Apakah nyonya Jessica sering membeli perban kemari?” Zale kembali menghadap wanita yang berstatus sebagai farmasi itu untuk bertanya satu dua hal. “tentu saja..” raut wajahnya berubah. “mungkin kalian sudah mendengarnya, mengenai nyonya Jessica selaku korban kekerasan rumah tangga. Setiap kali mereka bertengkar, ia akan kemari untuk membeli perban dengan beberapa luka yang terlihat saat bajunya tak sengaja tersingkap” ujarnya. “ugh.. jika aku ingat ingat lagi, lukanya semakin lama semakin parah seiring dengan umur pernikahan mereka” “Apakah ia membeli hal lain selain dari obat obatan untuk mengurus lukanya?” “Hm... sejauh ini yang aku ingat ia hanya membeli obat luka luar, beberapa obat seperti sakit kepala, obat sakit perut begitu. Tipikal obat untuk sakit sehari hari, dan beberapa obat untuk mengusir tikus” “Tikus?” “Ya, obat ini sebenarnya berfungsi untuk mengusir tikus karena baunya, namun jika termakan oleh tikus ya berubah fungsi menjadi racun tikus. Tak mungkin juga kan mereka akan membiarkan ada tikus di toko ayam mereka” ujarnya. Racun tikus ya.. apakah racun yang tadi disebutkan rekannya- racun yang ditemukan di rumah mendiang merupakan racun tikus? “Ah begitu...” gumamnya. “omong omong, toko ini buka hingga pukul berapa?” “Sepuluh malam” “Kau tahu kan pemuda yang rumahnya ada di belakang tokomu ini? Pemuda yang bekerja sebagai karyawan di toko ayam milik mendiang Bernard. Jika dia pulang, pasti akan melewati toko mu ini bukan?” “Ya, tentu saja. Jika kau bertanya mengenai keberadaannya semalam, aku ingat betul ia pulang dan saat alarm ponselku berbunyi beberapa detik saat pukul sepuluh malam tiba” ujarnya dengan mata yang yakin. “Lagipula.. ugh.. dia itu anak yang sangat baik. Aku beberapa kali melihatnya membagikan makan siang atau malamnya dengan kucing kucing jalanan yang ada di sekitar sini” ujarnya. “Sayang sekali anak sebaik itu harus hidup kesusahan” Melihat wajah Zale yang seakan meminta terusan cerita –yang sebenarnya penjelasan untuk menambah beberapa hal yang mungkin saja bisa menjadi fakta- wanita itu berkata “iya pernah dengan kepala yang tertunduk sangat dalam meminjam uang yang cukup besar padaku. Katanya hal itu menyangkut hidupnya. Aku yang tidak kaya raya ini mana mungkin memiliki uang sebanyak itu. Yang saat itu bisa aku lakukan untuk membantu hanyalah memberikan dia makan siang dan malam selama sebulan penuh agar dia bisa menggunakan uang dari gajinya” ungkapnya. “dan lagi, padahal aku hanya membantunya hal sesederhana itu, ia makan apa yang aku pun makan, namun ia meluangkan beberapa waktunya untuk membantuku membersihkan toko sebagai bentuk terima kasih. Tuhan memang memiliki jalan hidup yang tak terduga pada umatnya” “Begitu...” gumam Zale setelah merasa wanita dihadapannya selesai bercerita. “Jadi intinya, tadi malam pukul sepuluh, kau melihat pegawai itu pulang kerumahnya tepat pukul sepuluh?” “Iya. Yang aku lihat malah sebuah mobil bak tua yang pergi dari daerah sini sekitar sepuluh atau lima belas menit setelah pukul sepuluh” “Mobil bak?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN