Chapter 24

2119 Kata
Ini pukul sebelas pagi ketika kedelapan muda mudi sudah selesai dengan makanannya masing masing lalu berkumpul kembali di sofa ruang tamu untuk berdiskusi banyak hal. Akan ada banyak hal yang harus dibagikan setelah dua hari panjang yang sangat melelahkan mereka. Baik fisik maupun batin. Zale dan Kael sudah jauh lebih membaik setelah tabib datang untuk memberikan mereka obat tradisional untuk mengatasi sesak nafas akibat api saat itu. Pun Britta yang wajahnya sudah kembali berseri, setidaknya tidak sepucat kemarin yang bahkan bisa dikatakan bahwa ia sepucat dan sedingin mayat. “Kau baik baik saja, Eros?” tanya Farren mengecheck satu persatu anggotanya, apalagi anggota yang kemarin terlibat masalah oleh si b******n yang sampai saat ini belum mereka ketahui identitasnya. “Ya” ujarnya pelan. Setelah tidur yang cukup panjang, bahkan lebih dari dua puluh empat jam, pria itu terbangun dengan beberapa jarum akupuntur terletak di beberapa titik tubuhnya. Ketika terbangun, ia masih belum menyadari banyak hal. Namun, seiring dengan bertambahnya menit, ulasan demi ulasan peristiwa yang ia alami kemarin mulai masuk ke memorinya, sempat membuatnya mencari keberadaan Eric dan Syden, namun kedua pria itu sedang tak ada dirumah ketika pria yang bukan kepolisian itu tersadar dari tidurnya. “Omong omong..” ujarnya pelan, “maafkan aku Syden, Eric” ucapnya penuh penyesalan ketika memori sialan itu kembali membuatnya mengingat. “Aku tak tahu apa yang merasuki ku saat itu. Yang aku ingat, saat itu aku hanya tak ingat apapun, dan aku entah kenapa bersifat agresif kepada semua orang” ujarnya yang membuat Farren dan Britta kaget. Karena baru kemarin malam mereka sampai ke desa Asgardia, mereka dipaksa langsung mandi dan beristirahan, tidak boleh memikirkan apapun oleh rekannya yang lain. Sebuah kewajaran jika mereka berdua kaget ketika tahu bahwa Eros sudah benar baik baik saja hingga memiliki memori ketika ia amnesia. “Jadi kau mengingat semuanya??” tanya Farren memastikan, yang hanya dibalas anggukan kecil oleh si penjawab. Lantas pria itu langsung saja memborbardir Eros mengenai pertanyaan pertanyaan, yang intinya adalah bagaimana semua kejadian ini bermula hingga pria itu bisa hilang dan ditemukan di hutan. “Saat itu, aku hanya ingin pergi ke tempat kejadian perkara pertama, seperti yang aku pamitkan. Namun, sekitar dua menit sebelum sampai sana. Ah- kalian tahu kan ada sebuah jurang yang tidak terlalu besar namun dalam di arah sana??” tanyanya merujuk ke sebuah jurang yang ia rasa ia terjatuh disana. Sebuah jurang dimana biasanya para penduduk desa membuang dedaunan kering dari halamannya untuk dikumpulkan disana dan dijadikan kompos. Jurang?? Maksudmu jurang yang disebelah.. kanan?? Eh kiri??? Pokoknya jurang yang agak jauh dari jalanan kan??” tanya Zale mencoba mengingat ingat. “Iya” ucap Eros sembari mengangguk. “ketika berjalan, aku melihat seorang gadis mencoba bunuh diri disana. Ia terisak dan benar benar akan melompatkan dirinya ke jurang itu. Kau tahu kan, meskipun itu katanya jurang yang hanya penuh dengan kompos, tapi siapa yang tahu jika didalam tumpukan dedaunan itu ada batu besar yang bisa menghancurkan otak siapa saja??” celotehnya. “makanya aku dengan cepat menghampirinya. Namun, sebelum aku sampai, aku merasa tubuhku terdorong, dan terjatuh kedalam jurang, tepat di samping gadis tadi” ujar Eros memejamkan mata, kembali mengingat ingat kejadian yang mungkin saja bisa membuatnya trauma itu.   “Sudah??” tanya Kael ketika sadar bahwa Eros berhenti bicara karena ia memang sudah selesai bercerita. “Lalu bagaimana caranya tubuhmu bisa ditemukan di hutan?? Yang bahkan arahnya berbeda seratus delapan puluh derajat” “Mana aku tahu” ujarnya mengendikkan bahu. “yang aku ingat hanyalah aku terbangun dalam keadaan amnesia dan agresif itu. Aku dipukul Syden lalu terbangun di rumah ini dengan memori saat amnesia itu muncul. Selesai” ujarnya membuka kedua tangannya bak selesai membacakan buku fairy tail kepada anaknya disaat jam jam tidur. “Saat aku terjebak di lemari es itu..” ujar Farren bergantian cerita. “aku sudah tersadar sejak awal. Namun, aku kembali berpura pura tertidur ketika menyadari ada beberapa orang masuk keruangan tempat kami disekap” mulanya. “intinya sih tidak banyak. Mereka hanya sibuk membicarakan seseorang, tapi sepertinya dalangnya ada hubungannya dengan project buah yang nilainya bisa mencapai dua juta dollar jika aku tak salah ingat. Mereka menyebutkan seorang wanita yang menanam ‘buah’ tersebut, dan wanita itu ada hubungan dengan bos mereka” “Bos?? Maksudmu orang uang menculik keempat belas keluarga ini dan mencelakakan kita?” “Aku tidak tahu” ungkap terang terangan. “yang aku dengar hanya sejauh itu karena mereka keluar dari ruangan. Lalu setelahnya, aku hanya mencoba menyelamatkan Britta sampai kalian bertiga datang” “Ah... romansa komedi itu ya” ucap Syden kembali terkekeh mengingatnya, yang kini dibalas tatapan sebal dari satu satunya gadis disana. “Apanya yang romansa komedi??” tanya Zale, Kael dan Eros yang tidak tahu menahu tentang kejadian kemarin sore, yang hanya dibalas oleh kicauan Farren ketika Eric mencoba untuk menceritakannya. “sudah. Sudah. Berhenti. Ayo kembali fokus. Nanti Britta malah tak ingin melihatku lagi” “Idih???” yang disebut sebut dalam pembicaraan malah mendelik merasa dirinya difitnah dalam skenario picisan yang sama sekali tak sesuai dengan dirinya itu. “bullshit macam apa” umpatnya semakin sebal. “Loh, kau kan memang jadi canggung dan tak ingin bicara denganku” “pede sekali kau menganggap hal seperti itu akan mengganggu kehidupanku?? Aku hanya merasa menyusahkan kalian semua, bukannya merasa canggung denganmu” sebuah kalimat yang tadinya tak ingin diutarakan,. Malah menjadi word vomit yang membuatnya sedikit menyesalinya. Tentu saja karena Zale dan Syden memandangnya dengan penuh tatapan kasihan. Ugh- gadis itu sangat tak suka diperlakukan berbeda. “sudah, sudah, lupakan saja” ketusnya kembali terlihat. “aku lebih tertarik dengan bagaimana cara kalian bertiga menemukan kami, omong omong” ungkapnya yang memang hal tersebut menghantuinya selama beberapa jam ini. Posisi kawasan tempat mereka diculik itu sangatlah jauh dari desa Asgardia. Bagaimana caranya mereka bisa tahu, hingga menemuakan lantai yang tepat dimana Farren dan Britta disekap?? “memangnya kau benar benar tak sadar ya aku menyusupkan pelacak di tubuhmu?” “Kau apa???” pekik Britta hiperbola sembari menyilangkan kedua tangannya didepan d**a dan mendelik tajam kearah si empunya suara tadi. Tak berlebihan sih, siapa yang tidak kaget jika ada seorang freak yang tahu tahu menyusupkan benda di tubuhmu dan kau sama sekali tak menyadarinya. Sedangkan, Syden yang seakan akan dituduh bak penjahat kelamin hanya mengibakan kedua lengannya panik dengan maksud bahwa ia tidak melakukan sesuatu yang mereka bayangkan. Ia menepuk nepuk bibirnya kaget kemudian dengan bercerocos mencoba menjelaskan. “aku salah bicara!!” paniknya. “maksudku ke bajumu. Aku hanya menyelipkan pelacak di kerah kaus belakangmu. Percaya padaku, kumohon!!” ujarnya memasang mata sendu bak anjing yang baru saja ditinggal pergi pemiliknya. “Tunggu dulu” ujar Eric menengahi. “jadi ini alasanmu memaksa untuk pulang dahulu ke desa??” tanya pria itu dengan dahi berkerut, yang dibalas anggukan oleh si penjawab. “...aku pikir kau penyusup yang senang senang saja Britta dan Farren menghilang karena kau anak buah si b******n sialan itu” Syden menghela nafasnya dalam dalam dan memejamkan matanya sebal. “kalian ini memang sebenci itu ya, padaku hingga berpikiran. Buruk. Mengenaiku. ?” ujarnya dengan penekanan di tiga kata terakhir- namun sayangnya hanya dibalas endikkan bahu dari Eric sembari gusinya terlihat. “ya aku kan haya berpikir beberapa opsi lainnya” ujarnya lagi. “Saat menyadari kalian berdua hilang, Eric awalnya ingin kembali masuk kedalam hutan untuk mencari kalian berdua” cerita Syden mengenai kejadian yang bahkan belum empat puluh delapan jam itu. “namun aku memaksanya untuk kembali ke desa, selain untuk menjaga Eros, pun untuk menggunakan gadgetku dalam melacak kalian berdua. Gadget membutuhkan sinyal, kau tahu itukan” ujarnya sebal. “lagi pula- kau ini- “ ucapannya terpotong karena ingin memukul kepala Eric dengan gemas. “kau tahu kemarin aku menemukan mereka dengan gadgetku, bahkan kau ikut bersamaku dan Dylan ke tempat mereka disekap, bagaimana bisa kau sampai beberapa menit yang lalu masih berpikir bahwa aku adalah salah satu pelakunya” ujarnya lagi dengan bibir yang sedikit mengerucut. “Sudah sudah, kembali ke pembahasan” ujar Farren menengahi kedua pria yang tadinya akan kembali beradur argumen itu. “Bagaimana dengan kalian berdua? Apa yang terjadi hingga kalian bisa ada di dalam peti mati yang sialnya lagi terbakar?” tengok pria itu pada kedua muda mudi yang ada di sampingnya. Dengan saling memandang dan saling menyuruh satu sama lain untuk bercerita, kemudian akhirnya Zale lah yang mengalah karena Kael seakan bingung dengan apa yang harus ia utarakan. “Ya.. kalian semua tahu kan kami berdua awalnya ingin pergi ke warung untuk belanja bahan makanan. Seingatku... tidak ada yang aneh kan ya selama perjalanan??” tanyanya kepada Kael yang diangguki dengan yakin. “kami hanya belanja seperti orang biasanya. Aku memberikan list belanjaan yang dibuat oleh Kael sembari mengobrol beberapa hal dengan nona Seje mengenai keadaan desa ini. Ia pun sempat bilang akan memberikan kita buah hasil tanamannya di kebun. Ia bilang ia menanam beberapa umbi. Lalu sembari menunggu, kami memakan cemilan yang dijual di warungnya. Nah, selagi menunggu itu, aku tak ingat kenapa, tidak pusing atau tidak merasa ada yang menyekapku, pokoknya aku tak ingat apa apa. Lalu sadar sadar aku sudah ada diruamah dengan kondisi sesak nafas dan tubuh memiliki memar terbakar. Saat aku sadar, aku hanya melihat ada Dylan. Dylan berkata padaku bahwa kami ditemukan didalam peti mati milik warga yang sudah terbakar” ujarnya serinci rincinya sesuai dengan apa yang ia ingat mengenai kejadian kemarin. Ada sesuatu yang salah.. namun mereka pun bingung dari sejak kapan semua ini berjalan dengan begitu buruk. “Tunggu dulu” Dylan yang tadinya akan bangkit mengambil minum, seketika membatu ketika arah pandangnya berhenti di pohon yang ada dihalaman rumah singgah mereka ini. Beberapa jenis puzzel mulai puncul dan menyatukan setiap bagiannya di otak pemuda dua puluh tahunan itu. “Kau bilang mengenai buah, memproduksi dan wanita bukan??” tanya pria dengan gingsulnya itu kepada Farren yang juga ikut melihatnya. “lalu kau berkata Seje menanam sesuatu bukan??” tanyanya lagi kepada Zale yang kini mulai mengerti arah pembicaraan anak muda itu. “...tapi apakah mungkin?? Seje adalah penduduk asli desa ini sejak kecil” tanya Eros yang tak mengerti. “tapi tak ada yang tahu sifat asli manusia, bukan?” Maka dari pembicaraan itulah, mereka mencoba untuk menghampiri nona Seje demi mendapat pundi pundi informasi, yang mungkin saja memang tak akan mereka dapatkan jika Seje bukanlah orang yang mereka maksud. Bukannya berburuk sangka.. tapi..- oke oke. Mereka saat ini memang berburuk sangka pada siapapun yang memiliki kadar mencurigakan, meskipun sangat sedikit. Bukan suatu kesalahan mencurigai seseorang jika memang dalam perkembangan kasusnya tak naik hingga diatas dua puluh persen. Ada sebuah kemungkinan bahwa orang yang tak mereka sangka lah yang merupakan pelakunya. Ini sudah lima menit semenjak mereka sampai ke rumah yang mereka tuju, dan mengetuk pintu hingga menyapa jikalau si pemilik rumah tak mendengar suara ketukan dari mereka. Namun tak ada jawaban. Ingin berpikir bahwa nona Seje sedang tidak ada dirumah, namun segala benda seperti sandal, sepeda hingga motor pun masih ada didepan teras. Pun warungnya terlihat hanya ditutup biasa, dan tidak dikunci. Sebuah ketidakmungkina jika wanita tersebut pergi dalam jangka waktu yang lama. Mungkin ia hanya pergi untuk menyapa warga sekitar atau sekedar bergosip dengan para ibu. Memutuskan menunggu, kini kedelapan cucu adam itu tersebar dan tergeletak begitu saja disekitar teras. Ada yang menyender ke pintu, seperti yang Britta dan Kael lakukan, ada yang terduduk di lantai teras yang dingin, ada juga yang berkeliling ke sekitar halaman untuk mencari jenis ‘tanaman’ apa yang dimaksud. Apakah benar tanaman yang dimaksud orang asing itu sama dengan tanaman yang di tanam nona Seje. Namun, pada buktinya, yang Farren temukan memanglah lahan cukup luas berisikan dedaunan khas ubi jalar hingga labu. Pun pohon pohon seperti jambu air, mangga dan alpukat. Tak ada yang aneh dengan tanaman tanaman itu. “Atau memang bukan beliau ya?” tanya Kael yang tiba tiba sopan itu. Merasa tak enak sudah masuk dan berdiam diri disekitar sana seakan menginvansi wilayah orang lain. “bagaimana jika kita pulang sa-“ namun ucapannya terhenti ketika ia yang mencoba menegakkan diri sehabis menyandar, namun sikunya tak sengaja menyenggol engsel pintu hingga tergerak dan pintu tersebut terbuka dengan lebar. Hampir membuat Britta terjerembab akibat keadaan yang terlalu mendadak. Namun, ketika gadis itu ingin menutup pintu dan ikut pergi bersama yang lainnya, hidungnya membaui sesuatu yang membuat buncahan perasaan di jantungnya merasa tak enak. “....sepertinya ada yang aneh” ucapnya yang membuat lainnya berhenti menjauh. Dengan langkah pelan meskipun tak sopan karena memasuki rumah orang sembarangan, gadis itu menjejakkan kakinya di ubin dingin rumah dengan cat putih tersebut. Hanya untuk menemukan bahwa Seje telah tewas dibunuh dengan hamparan kelopak mawar merah, dan belati yang tertancap tepat di ulu hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN