Chapter 32

1102 Kata
Dering bel kesekian sudah terdengar, namun si empunya rumah belum juga menunjukkan tanda tanda keberadaan didalam. Tidak ada suara sedikitpun dari dalam, bahkan suara suara kecil yang mungkin bisa terdengar karena sebuah ketidaksengajaan. “Sepertinya ia memang sedang tidak ada dirumah” ujar Britta yang melompat lompat untuk melihat kondisi dibalik pagar yang menjulang tinggi itu. “Jangan jangan ia sudah menyadari bahwa kita menemukan identitasnya, lalu ia kabur untuk sementara waktu?” ketujuh orang yang kini sedang dalam masa cuti hari terakhirnya kembali berkumpul di sebuah rumah mewah yang terletak di kawasan elit di sana. Sebenarnya delapan, omong omong. Syden yang sampai skandal ini dihentikan tak bisa menampakkan wajahnya berdampingan dengan rekannya memilih untuk menunggu di mobil mereka yang diparkirkan tak jauh dari sana. Sudah hampir lima belas menit mereka bergerombol berdiri seperti orang bodoh disana hingga hampir saja di datangi oleh satpam, namun si empunya rumah masih juga tak terlihat hilalnya hingga mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke mobil dan beranjak pergi dari sana, lalu kembali di waktu orang biasanya pasti akan ada dirumah. Tapi itu pikiran mereka tadi. Sekarang, ketika mereka baru saja berbalik memunggungi pagar, seorang pemuda tinggi tampan dengan kulit pucat berdiri di hadapan mereka dengan sebuah kantung besar dari minimarket terdekat. “....Mark??” sapa Kael ragu karena tak yakin apabila pria yang amat terlihat bak bangsawan ini adalah anonim yang mereka cari. Dipikirannya, anonim tersebut bak seperti yang ada di film film. Kekuranan vitamin D, selalu memakai hoodie kemanapun hingga berjalan dengan menunduk. Sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dengan para Mark saat ini. Tinggi, bersih meskipun berkulit pucat, celana selutut dan kaus putihnya benar benar menampilkan elegansi dari masyarakat kalangan atas. “Ya??” ujar pria itu dengan kebingungan. “kalian.. siapa ya?? Apakah aku mengenal kalian??” Merasa mereka sudah menemukan orang dengan identitas yang dimaksud, Farren akhirnya mengambil alih dengan maju satu langkah dan menampilkan tanda pengenal kepolisiannya. “Kami polisi. Ada yang harus kami bicarakan” ujar pria itu, yang lagi lagi reaksi dari pria asing tersebut berbeda jauh dengan ekspetasi mereka. Mereka sedari awal berpikir bahwa anonim tersebut pria dengan bau sumpek akibat tak terkena matahari dan cupu karena biasanya berhadapan dengan perangkat keras maupun lunaknya, tak akan terbiasa berhadapan dengan manusia. Tapi kini yang mereka dapatkan hanyalah tatapan bingung dan pria yang sejujurnya tampan itu dan tanpa tedeng aling membuat ketujuh orang disana masuk begitu saja kerumahnya tanpa membuat keributan. Dan kini, disinilah mereka semua. Duduk dengan manis dan sopan di sofa empuk yang bahkan hanya dari mendudukinya, mereka tahu seberapa mahal harga sofa tersebut. Sedangkan si empunya rumah sedang ada di dapur membuatkan ketujuhnya minuman penyegar dan membawa beberapa buah toples cookies di sebuah baki. Benar benar perlakuan yang mengejutkan. “Jadi...” Mark kembali berujar ketika bokongnya sudah bertemu dengan sofa di ruang tamunya itu. “Ada perlu apa??” “er...mulai dari mana ya” ujar Zale yang bahkan kini menggaruk lehernya bingung dan malah dibalas dengan kalimat ‘santai saja’ oleh sesosok yang menjadi tersangka mereka saat ini. Lagi dan lagi, kuulang dengan tebal. Benar benar perilaku diluar ekspetasi mereka. Zale terlihat menyesap sparkling water miliknya sebelum menjabarkan keperluan mereka semua. “Jadi begini, selang beberapa hari yang lalu, ada seseorang yang difitnah mengenai kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur” mula mula. “Kami disini sebagai orang yang mengusut kasusnya menemukan bahwa, ada seorang anonim yang menjadi awal mula skandal tersebut mereka. Anonim dengan website pribadinya yang mengunggah skanal tersebut dengan berbagai macam hal yang katanya adalah bukti, namun teryata hal tersebut dibuat buat” “Terakhir kami menyelidiki, bukti yang merupakan video tersebut adalah palsu, dan teryata berlabuh dengan kau sebagai identitas dari anonim tersebut” ujar Kael tanpa basa basi. Dirinya terlihat kesal dengan raut wajah sang ‘tersangka’ yang terlihat tenang tenang saja. “Hm?? Apakah kalian punya bukti?” Farren nampak mengangguk kearah Dylan yang lanngsung disambut dengan baik oleh pria itu. Ia bergegas mengeluarkan banyak file untuk ditaruh diatas meja. “Dengan berbagai macam cara, akhirnya kami menemukan beberapa paket data yang dengan jelas cocok dengan identitasmu” ujar Farren mewakili Syden yang seharusnya sebagai ahli IT langsung bicara. “Paket data dengan nomor seratus empat puluh delapan menunjukkan IP address sourcenya adalah 456.156.43.466 yang sudah kami teliti cocok dengan IP adress yang kau gunakan untuk bersosialisasi di media sosial biasa. IP yang kau gunakan jika tidak melakukan hal menyeleweng. Lalu IP address detinationnya 49.864.86.65” ujarnya mula mula. “Lalu, paket data nomor seratus dua puluh sembila dan seratus tiga puluh dua menunjukkan protocol DNS atau Domain Name System dengan Host websitemu yang lain. Provinsi, Negara hingga tanggal tercantum dengan jelas dimana lima hari yang lalu- bertepatan dengan postinan yang kau buat untuk Korban” “Paket data nomor dua ratus lima puluh satu menujukkan Protocol TSHv 1.2 dengan handshake protocol adalah Client Hai. Request server name adalah website mu dengan algortima brotli. Paket data nomor dua ratus enam puluh delapan menunjukan Chiper suites yang dipilih oleh server adalah IBEI_IBFID_IUAGBFI_BM_857_HUV_VHSJU3652 yang bernilai 0vjfd54f. Dan yang terakhhir adalah paket data dengan nomor tiga ratus tiga puluh satu menunjukan protocol http2.header dengan scheme https, method GET dan path adalah emailmu lengkap dengan password yang berhasil kami pecahkan” Dylan melanjuti Farren yang bahkan kini bocah itu sejujurnya tak bisa menahan senyum di sudut bibirnya. “Dengan semua bukti senyata ini, kau bahkan tidak bisa mengelak apapun” ujar Eros dengan wajah yang datar. “Aku pikir, anonymous anonymous itu sekeren di dalam layar, ternyata tak ada bedanya dengan staff IT yang mendalami ilmunya dengan baik” ujarnya pun dengan nada suara datar yang memancing kekehan malas dari pria yang dituduh. “Kalian benar benar yakin aku yang ada di balik skandal itu??” ujarnya dengan seringai yang muncul di bibirnya. Namun yang Britta perhatikan, mata pria itu meredup, bahkan bisa dikatakan sebagai mata yang tak ‘hidup’. “Aku dapat mem-“ belum sempat pria bernama Mark ini kembali dengan congkaknya. Dering nyaring dan berisik dari telepon rumah menghentikan adu tatap yang intens antara ketujuh orang disana dengan Mark seorang diri. “Ini sudah dering kelima. Sepertinya sangat penting. Biarkan aku mengangkat telepon terlebih dahulu” ujarnya kemudian beranjak ke ruangan sebelah, dimana letak telepon tersebut memang ada di samping televisi berukuran besar dan tipis. Merebahkan punggung kakunya, Eric memijat pelipisnya yang dirasa nyeri, ketika menyadari bahwa kasus ini- untuk saat ini belum sampai di ujungnya. Ia yang merasa bahwa ponselnya bergetar di saku, dengan malas malas mengangkat telepon yang ternyata dari rekannya yang lain- Syden yang sedang menunggu di luar. “Mark kabur”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN