Episode 6

1957 Kata
Banyak orang yang berdatangan ke rumah Sina memakai pakaian berwarna hitam. Hari ini, Sina sudah kehilangan seorang kakak yang sangat menyayanginya, mengurusnya dan menjaganya dengan sangat baik. Beberapa jam yang lalu, saat Sina sedang pergi bersama Alma, Sina kemudian mendapatkan kabar bahwa Nataya meninggal. Sina tidak percaya, dia lantas pergi dan menemui orang yang memberikan kabar kematian kakaknya. Saksi mata mengatakan, saat dia tidak sengaja melewati apartemen milik Arsen, dia mendengar suara tembakan. Saat saksi mata melihatnya, dia melihat Nataya sudah tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir di tubuhnya. Nataya di tembak di bagian punggung bawah. Sina tidak percaya, ada orang yang sejahat itu membunuh kakaknya. Selama ini kakaknya tidak mempunyai musuh, kecuali.. keluarga Arsen yang selama ini tidak pernah menyukainya. Apa mungkin? Setelah pemakaman, kini Sina duduk menyendiri di ruang keluarga. Air matanya terus mengalir. Dia masih tidak percaya jika kakaknya sudah meninggalkannya. Alma dan Samudera datang untuk memberikan kekuatan untuk Sina agar tidak larut dalam kesedihan. "Na, lo yang sabar ya. Gue yakin lo bisa melewati semua ini." "Na, gue turut berduka cita. Bukan cuma lo yang merasa kehilangan Kak Nataya, tapi gue juga. Lo tau kalau dari dulu gue suka sama Kak Nataya, gue nggak nyangka kalo Kak Nataya bakal pergi secepat ini." Samudera juga termasuk orang yang sangat merasa kehilangan akan Nataya. Samudera sangat mengerti bagaimana rasanya kehilangan, karena Samudera juga sudah kehilangan seorang ayah saat umurnya masih kecil. Keluarga Pahlevi kemudian datang. Nenek Arsen, Richard, Indira, Shiren, dan dua anggota keluarga lainnya yang belum pernah Sina lihat. Mereka duduk di sofa. Sina menatap mereka dengan tatapan penuh benci, matanya memerah karena terus menangis. Namun dahinya mengernyit karena tidak melihat Arsen disana. "Untuk apa kalian kesini?" "Kami kesini ingin mengucapkan turut berduka cita atas kematian Nataya. Kami tidak menyangka, jika Nataya pergi begitu cepat." Ucap Nenek Arsen. "Terima kasih kalian sudah datang kesini. Saya pikir kalian tidak akan pernah datang, karena kalian tidak pernah menyukai Kak Nataya." Sindir Sina. "Harusnya kamu senang karena kami masih perduli dengan Nataya." Ucap Indira. "Terima kasih atas kepedulian kalian. Tapi saya dan kakak saya tidak butuh rasa kepedulian kalian. Saya tau kalian hanya berpura-pura." Shiren tersulut emosi dengan kata-kata pedas dari Sina. Indira menyentuh lengan Shiren agar tetap tenang, "Sepertinya kamu sudah salah faham Sina, kedatangan kami kesini karena kami memang benar-benar perduli pada Nataya. Bagaimanapun juga, Nataya kekasih anak saya." Sina tersenyum miring, sejak kapan Indira menganggap Nataya sebagai kekasih Arsen? Nataya menatap satu persatu anggota keluarga Pahlevi. Nataya yakin, salah satu diantara mereka ada pelakunya. "Kenapa kamu menatap kami seperti itu?" Ucap Indira. "Aku hanya berpikir kenapa penjahat itu membunuh Kak Nataya di apartemen Arsen. Aku yakin selain Arsen dan keluarganya, tidak ada orang lain yang bisa sembarangan masuk ke sana." "Maksud kamu apa? Kamu menuduh kami yang membunuh Nataya?" Ucap Shiren. "Selama ini Kak Nataya tidak punya musuh, kecuali kalian yang selama ini membencinya. Saya mungkin belum bisa menangkap pelakunya, tapi saya janji tidak akan melepaskan kasus ini dengan mudah." "Sina, nenek mengerti jika kamu masih belum bisa menerima kepergian Nataya. Nenek pun sama, tapi nenek berharap kamu bisa melanjutkan hidup walaupun tanpa Nataya." Sina menangkupkan kedua tangannya di depan d**a memberikan rasa hormat pada Nenek Arsen, "Terima kasih banyak karena selama ini hanya nenek dan Om Richard yang bisa menerima Kak Nataya." "Kamu dan Nataya sudah kita anggap seperti keluarga sendiri." Kata Richard. "Sekali lagi saya berterimakasih. Om, apa Arsen tidak ikut kesini?" "Buat apa kamu nyari Arsen?!" Ucap Shiren ketus. "Yang gue tau Arsen itu pacar Kak Nataya. Akan jadi tanda tanya besar kalo Arsen nggak datang ke acara pemakaman pacarnya sendiri. Mungkin semua orang akan mengira kalau Arsen nggak benar-benar mencintai Kak Nataya. Makanya dia nggak peduli dengan acara ini." Richard menyela, "Arsen tidak kesini bukan karena dia tidak perduli. Hanya saja dia merasa sangat kehilangan, jadi Arsen butuh waktu untuk menenangkan dirinya." Sina mengangguk mengerti, antara menenangkan dirinya atau takut Sina akan mengamuk padanya karena Nataya ditemukan meninggal di apartemennya. "Kalau begitu, kami pamit pulang dulu. Sina, jaga diri kamu baik-baik. Kapanpun kamu butuh bantuan, om pasti akan membantu kamu." "Terima kasih om." Richard mengelus pucuk kepala Sina pelan. Sina seperti merasakan ayahnya yang mengelus kepalanya. Sina mengantarkan mereka sampai depan pintu. Setelah mereka semua pergi, Alma dan Samudera mendekatinya. "Na, lo nuduh mereka yang menembak Kak Nataya?" Sina menyilangkan kedua tangannya, menyeringai menatap kepergian keluarga Arsen. ****** 2 bulan kemudian..... Keluarga Pahlevi kini sedang berkumpul di ruang keluarga. Hari ini adalah hari dimana pembacaan surat wasiat yang Nenek Arsen buat sebelum meninggal. Ya, tak lama setelah kematian Nataya, Nenek Arsen meninggal. Nenek Arsen sudah membuat surat wasiat mengenai siapa saja yang berhak untuk mendapatkan harta warisannya. Seorang pengacara juga sudah berada disana. "Boleh saya membacanya sekarang?" "Silahkan." Ucap Richard. Saya Erina Ayu Pahlevi, saya sudah mengatur ini sebelumnya. Sehingga jika saya meninggal, seluruh harta benda saya termasuk properti, saham, dan hak atas Pahlevi Furniture, serta berbagai aset pribadi lainnya akan diberikan pada anggota keluarga. Setengah dari harta milik saya, untuk di berikan pada anak saya Richard Pahlevi. Untuk anggota keluarga saya yang lain yaitu : Indira Pahlevi istri dari anak saya akan mendapatkan aset dari Pahlevi Furniture dan 30 hektar lahan di Jakarta Utara. Laras Pahlevi, anak bungsu saya, akan menerima saham dari perusahaan Pahlevi Furniture dan 15 hektar lahan di Jakarta Barat. Untuk cucu saya, Arsen Matteo Pahlevi. Saya memberikan rumah kecil di belakang rumah utama, dan bagian dari saham Pahlevi Furniture. Akan tetapi dengan satu syarat, Arsen harus menikah dengan Sina Diana, adik dari Nataya Diandra. Dan mereka harus hidup bersama setidaknya selama satu tahun. Jika perintah yang tertera dalam surat wasiat ini tidak dilakukan, saya akan memberikan semua harta saya untuk organisasi amal yang didirikan oleh keluarga Pahlevi. Erina Ayu Pahlevi. Semua orang terkejut, terutama Arsen. Dia tidak mungkin menikah dengan adik dari mantan kekasihnya, "Saya tidak percaya kalau nenek yang menulis surat wasiat itu." "Kalian bisa melihat sendiri, apa ini tanda tangan dari nyonya Erina atau bukan." Sang pengacara memberikan dokumen itu pada Arsen. Arsen tidak bisa menerima semua keputusan neneknya, dia lalu pergi dari sana. Indira merebut dokumen itu dari pengacara. Kaget karena memang benar itu tanda tangan Ibu mertuanya. Ibu mertuanya pasti sudah tidak waras, bagaimana mungkin cucunya sendiri harus menikah dengan adik dari mantan kekasihnya? "Kak, bagaimana ini? Kenapa semuanya jadi seperti ini?" Shiren kecewa, kenapa nenek Erina harus membuat surat wasiat seperti itu. Shiren senang karena Nataya sudah tidak ada, tapi nyatanya adiknya tiba-tiba muncul menggantikan kakaknya. "Kita tidak bisa berbuat apa-apa, ini semua sudah keputusannya." "Tapi kak, kakak nggak bisa membiarkan Arsen menikah dengan Sina. Kak, aku nggak akan membiarkan ini. Ini tidak boleh terjadi. Arsen tidak boleh menikah dengan adik Nataya." "Shiren, kamu pikir kakak menerima ini hah?! Kakak juga tidak mau Arsen menikah dengan adik Nataya!" Indira membentak Shiren. Indira juga kecewa dengan keputusan Ibu Mertuanya. Untuk apa Ibu mertuanya membawa-bawa adik Nataya di dalam surat wasiatnya. Mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan keluarga Pahlevi. Arsen kembali ke kamarnya, dia masih memikirkan apa yang sudah terjadi hari ini. Arsen membuka surat yang diberikan pengacara neneknya. Tadi pengacara itu sempat memberikan surat dari neneknya untuk Arsen. Nenek Arsen yang meminta pengacaranya untuk memberikan surat itu pada Arsen. Arsen membacanya. Arsen, nenek minta maaf karena sudah membuat masalah untuk kamu. Sekarang kamu mungkin berpikir apa yang nenek minta tidak masuk akal. Nenek tau kamu tidak bisa menerima apa yang nenek tuliskan di dalam surat wasiat ini. Arsen, nenek sangat menyayangimu. Nenek juga mendukung keputusan mu untuk menikah dengan Nataya. Nenek percaya Nataya bisa menjagamu. Setelah kematian Nataya, nenek merasa tidak ada orang lain yang bisa sebaik Nataya. Nenek tau kamu sangat mencintai Nataya dan kamu begitu kehilangan Nataya. Nenek tidak bisa percaya dengan perempuan lain selain Nataya dan Sina. Menikahlah dengan Sina, nenek yakin Sina bisa membuat hidup kamu bahagia. Nenek mohon, hanya itu permintaan nenek dari kamu. Arsen meremas surat itu, tidak tau apa yang harus dia lakukan. ****** Minggunya Sina yaitu menghabiskan semua waktu liburnya untuk bersenang-senang dengan sahabatnya. Seperti hari ini, Sina sudah berada di Cafe milik Alma. Memang enak mempunyai sahabat pemilik Cafe, Sina bisa makan dan minum gratis. Khusus untuk hari Minggu saja, Sina makan dan minum gratis tanpa biaya apapun. Sina sampai iri dengan Alma, karena walaupun sahabatnya itu masih kuliah, tapi Alma bisa menjalankan bisnis Cafe. Cafe nya pun selalu rame setiap harinya, terutama weekend. Alma pasti akan sukses nanti, sedangkan Sina, dia sendiri bahkan tidak tau bagaimana nasibnya nanti. "Na, gimana malam minggunya lo sama Sam?" "Biasa aja, nggak ada yang spesial." "Masa? Emang Sam ngajak lo pergi kemana?" "Makan di pinggir jalan, terus duduk-duduk di taman kota, itu aja." Tidak sesuai ekspektasi memang. Ekspektasi Sina yaitu Samudera akan mengajaknya ke restoran untuk makan malam romantis berdua, lalu pergi ke tempat yang sepi agar mereka bisa mengobrol dari hati ke hati. Tapi kenyataannya, Samudera mengajaknya makan ketoprak di pinggir jalan, lalu mengajaknya duduk dan mengobrol di taman kota. Tempatnya rame lagi, Sina jadi tidak bisa menikmati momen-momen romantis mereka. "Lo sama Sam kan nggak ngerencanain dulu kalo kalian mau dinner bareng, jadi mungkin Sam belum menyiapkan semuanya. Jadi, lo sabar dulu ya." Sina mengangguk lemas, maksud Alma sabar seperti dia menunggu Samudera selama 3 tahun begitu? "Oh ya, ternyata Aulia udah pindah rumah. Dan sekarang rumah dia di depan rumah Sam, ngeri nggak tuh!" Ngeri kalau sampai Samudera kepincut dengan Aulia yang selalu mencari perhatian darinya. "Masa?" "Hem. Aulia bahkan udah akrab sama Tante Reni. Bahkan setiap hari, Aulia sengaja bawain makanan, caper banget kan?" "Wah, nggak bisa dibiarin tuh. Lo harus cepet-cepet ngedapatin hati Tante Reni, jangan sampai lo keduluan sama si Aulia." Kata-kata Alma persis sama apa yang kakaknya katakan. Sina harus bisa mendapatkan hati Tante Reni. Sina akan membuktikan jika Sina lebih segalanya dari Aulia. Tapi pertama-tama apa yang harus Sina lakukan? Yang jelas Sina tidak tau. "Kasih saran dong, gue harus ngapain. Gue kan nggak ngerti soal gituan, lo tau gue nggak bisa apa-apa selain manjat pohon mangga." Ya, jika orang meminta bantuan Sina untuk memasak, atau mengurus rumah, Sina mungkin tidak bisa. Tapi jika orang ingin Sina memetikkan mangga dari pohonnya, dengan senang hati akan membantunya memanjat pohon mangga dan memetik mangga banyak-banyak. Karena dari kecil, Sina ahli manjat-memanjat. Mainnya aja dulu di kebon. "Pertama-tama lo harus lebih feminim. Coba lo berdiri, gue mau liat penampilan lo." Sina berdiri, Alma melihat penampilan Sina dari atas sampai bahwa. Alma menepuk jidatnya, "Na, gimana lo mau ngedapatin hati Tante Reni kalo penampilan lo aja kek cowok. Tante Reni pasti mengira lo tuh cewek tomboy." Alma benar. Hari ini Sina memakai kaos polos yang di padukan dengan kemeja kotak-kotak berwarna cokelat. Celana levis yang sobek di bagian paha sampai lutut. Belum lagi rambut Sina yang di gelung asal. Tidak mencerminkan perempuan feminim sama sekali. "Terus, gue harus gimana?" "Lo harus ubah penampilan lo secantik mungkin. Lo liat aja penampilan kakak lo yang feminim dan anggun. Buktinya Kak Arsen sama Sam suka kan sama kakak lo?" Sina terdiam, sudah dua bulan berlalu semenjak kematian kakaknya, hidup Sina seperti ini saja. Tidak ada perubahan, tidak ada hal yang membuat Sina berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itu-itu saja. Selama dua bulan itu, Sina juga belum menemukan siapa pelaku yang mencoba membunuh kakaknya. Sina hampir putus asa, tapi demi kakaknya, Sina akan berusaha lebih keras lagi. Alma merasa tidak enak hati karena berbicara tentang Nataya. Alma tau Sina pasti masih sedih. Alma membodohi dirinya sendiri, "Bodoh banget lo Al, kenapa juga lo ngomong kek gitu." Sina mendengarnya, "Nggak papa Al. Gue tau lo nggak maksud buat gue sedih." Sina duduk, "Gue pikir-pikir saran lo bagus juga, gue harus bisa jadi menantu idaman." Samudera mungkin belum bisa melupakan kakaknya, tapi Sina, dia akan berusaha seperti kakaknya agar Samudera menjatuhkan hatinya padanya. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN