Ch.02 Cinta Satu Malam

2023 Kata
Eleanor sudah dalam pengaruh obat tidur, mata kian berat, kesadaran pun makin menurun. Tahu kalau tubuhnya disentuh seseorang, tetapi akal tidak bisa lagi berpikir apa-apa. Yang diinginkan hanyalah terus memejamkan mata dan terlelap. Sementara Reagan, aliran darah memanas, jantung berdenyut kian masive, dan akalnya hanya ingin bercinta. Sudah cukup lama dia tidak bercinta dengan siapa pun semenjak memutuskan hubungan dengan kekasihnya sekitar tiga tahun lalu. Pemuda tampan itu lebih banyak mengisi hari-hari dengan bekerja, fokus pada membesarkan perusahaan serta organisasi mafia yang tak lama lagi akan diturunkan padanya. Sang ayah -Sean Lycus- sudah mengatakan bahwa waktu peralihan kekuasaan hanya tinggal menunggu waktu. “Ssshh …,” desah Reagan ketika ia mulai melucuti satu per satu pakaian wanita cantik di atas ranjang. Lengan kekar bergerak perlahan, tetapi terstruktur. Mulai dari membuka satu per satu kancing di blouse yang longgar, lanjut dengan merayap ke punggung untuk membuka kaitan bra, hingga ia menarik lepas dua benda tersebut. Wajah ditundukkan, bibir mulai menyentuh leher jenjang nan harum, menyesap lembut, hingga menggigit gemas. Ada aroma vanila menyeruak lembut, bercampur dengan erang lirih dari Eleanor. Ketika ia menciumi leher sang wanita, telapak tangannya bergirilya ke bawah pundak, pada area yang memiliki dua bundaran kenyal. Meremas, terkadang meremat kasar, terkadang memilin lembut bagian pucuknya. Punggung Eleanor sedikit terangkat dengan sendirinya ketika Reagan melakukan itu. Ia yang tengah berada di alam sadar dan tidak, tubuhnya masih bisa bereaksi terhadap rangsangan seperti itu. Bahkan, saat bibir Tuan Muda Lycus menciumi bundaran kecil berwarna merah muda di bagian d**a, punggung itu semakin terangkat ke atas, seakan meminta agar jangan berhenti. Jemari lentiknya dengan lemah bermain di kepala yang ditutupi dengan rambut ikal berwarna cokelat terang. Reagan terus melakukan apa yang sudah berada di bayangannya sejak tadi. Resleting celana jeans-nya sudah diturunkan, dan kini ia sedang melepas semua kain yang menempel di tubuh. Hanya butuh waktu tak sampai satu menit, tubuh pemuda itu telah polos tanpa satu helai benang pun. Kemudian, dengan cekatan ia membuka resleting rok span Eleanor di bagian bawah pinggul wanita tersebut. Tanpa menunggu sedetik lebih lama, langsung menarik ke arah mata kaki. Sekarang, yang tertinggal di tubuh Eleanor hanyalah segitiga mungil dan tipis berwarna putih. Di tengah nuansa cahaya redup kamar hotel, Reagan makin menelan liurnya sendiri dengan susah payah karena membayangkan apa yang ada di balik secarik kain tersebut. Dengan jemari yang sedikit gemetar karena menahan luapan birahi dalam jiwa, ia menyentuh lembaran tipis di bagian pinggul kanan serta kiri. Sedikit demi sedikit menurunkannya hingga lolos dari kedua lutut, kedua mata kaki, terakhir … lolos dari sepuluh jari kaki. Keduanya sama-sama tidak memakai pakaian sama sekali, membiarkan udara dingin kamar menerpa kulit karena toh malam ini … semua akan menjadi panas! Reagan menciumi wajah cantik serta bibir merah muda, masih bisa mencicipi sisa rasa anggur merah yang manis. Engah napas hangat menerpa wajah satu sama lain. Sedikit demi sedikit, paha kekarnya menyibak kaki Eleanor, merentangkan, agar memberi jalan kepadanya untuk menuntaskan hasrat. Tanpa peduli siapa wanita itu, dan mengapa dia bisa ada di kamar ini …. “Akh!” lenguh Eleanor masih dengan mata terbuka sesaat, lalu kembali terpejam, sulit untuk terbuka lagi karena pengaruh obat tidur. Akan tetapi, ia bisa merasakan ada sesuatu menerjang masuk ke dalam tubuh hingga menimbulkan rasa sakit. Menggeleng, ingin semua ini berhenti, akan tetapi ia tak kuasa untuk melakukan apa pun. Tubuh teramat lemas, hanya bisa pasrah menerima takdir yang kini sedang membelenggunya. “Nooo …,” pekiknya dengan suara yang teramat pelan, nyaris tak terdengar. “Please …,” rintih sang wanita memohon agar jangan diteruskan karena merasa sakit di antara kedua kaki. Jemarinya yang ada di pundak Reagan ingin mencengkeram, ingin mendorong, tetapi tubuh benar-benar tak berdaya. Bahkan, kini untuk berbicara saja lidah mulai dirasa kelu. Apalagi, Reagan sudah menjelma menjadi makhluk buas akibat sesuatu yang dimasukkan ke dalam minumannya oleh lelaki asing di bar tadi. Beginilah akibatnya jika ia menolak kehadiran bodyguard dalam acara party bersama teman-teman. Meski mendengar kata no, meski mendengar rintihan yang memintanya untuk berhenti melakukan apa yang sedang dilakukan, ia tak bisa menahan diri untuk tidak terus menggerakkan panggul, menghentak lebih dalam lagi. “No … no … stop ….” Eleanor kembali merintih yang terdengar bagai racauan, bagai orang tidur yang sedang mengigau. Suara ketukan pintu terdengar berkali-kali, gigolo yang dipesan oleh Sasya sudah tiba dan mengira dialah yang akan memanaskan tubuh sang wanita. Selama lima menit lebih terus mengetuk pintu, dan tentunya tak ada jawaban. Reagan benar-benar tak peduli. Permintaan berhenti dari Eleanor saja tidak ia hiraukan, apalagi suara ketukan di pintu. Peduli setan dengan siapa pun yang mengetuk pintu kamar mereka. Hanya fokus dengan terus melesakkan kejantanannya ke dalam sebuah tempat hangat, teramat legit, membuatnya menggeleng karena didera nikmat. Setelah sepuluh menit tak ada jawaban, gigolo itu akhirnya menyerah. “f**k it, aku tidak mau menunggu lebih lama lagi! Yang penting, aku sudah dibayar $350. Salah sendiri dia tidak membuka pintu!” kekehnya, kemudian mulai melangkah pergi. Seiring langkah kaki gigolo pergi, seiring itu pula hentakan Reagan di tubuh Eleanor makin menggila. Ia tidak pernah merasakan kenikmatan bercinta seperti ini sebelumnya. Tidak dengan ketiga mantan kekasihnya dulu, tidak pernah senikmat ini! Erangan demi erangan, desah demi desah, pekik demi pekik meluncur lancar dari bibir tipis sang pemuda yang dikelilingi janggut tercukur rapi. Tubuh maskulin jantan dengan six pack-nya tak kuasa untuk berhenti menggempur raga molek yang sedang ia tindih. Setengah jam lebih berlalu, sesuatu mulai menggelora di dalam desiran darah. Dorongan untuk meledakkan benih-benih cinta yang berada di ujung kejantanan. Reagan bernapas makin memburu, hentakkan pinggangnya pun kian kencang. “Akh …!” pekik Tuan Muda Lycus ketika ia mencapai puncak kenikmatan yang diinginkan. Tubuh mengejang, menjadi kaku, hingga beberapa saat kemudian kembali lunglai dan ambruk di atas tubuh Eleanor. *** Bersamaan dengan itu, ada pula seorang wanita yang dengan gelisah menanti di dalam kamar nomor 725. Wajahnya mulai didera kebingungan kenapa Reagan yang ditunggu-tunggu tak muncul. Padahal, ia sudah memakai lingerie terbaik dan terseksi untuk memuaskan hasrat pria tersebut. “Sialan, di mana dia?” desis sang wanita, bernapas memburu, sampai menggigit ujung kuku sendiri saking kesalnya. Nyaris satu jam berlalu, Reagan tak juga muncul. Ia memandangi cincin di jari manis sebelah kiri. Sebuah lambang bahwa pertunangan telah terjadi di antara mereka berdua. “Kita sudah bertunangan selama dua tahun, dan kamu belum menyentuhku sama sekali! Hanya ciuman di pipi, dan beberapa ciuman di bibir pada acara-acara tertentu, hanya untuk meyakinkan orang-orang kalau kita baik-baik saja!” engahnya memandang nanar pada berlian di jemari. Mengambil ponsel, menelepon seseorang. “Apa yang terjadi! Kenapa dia belum juga masuk ke kamar 725!” Lelaki di bar yang menuangkan cairan perangsang pada Reagan terkejut. “Tuan Reagan belum datang ke kamar anda, Nona Malika?” Wanita itu bernama Malika Stalqher. Sosok yang cukup terkenal di kota New York karena ia merupakan salah satu foto model terkenal sekaligus pemilik brand fashion yang sangat laris. Nama belakangnya yaitu Stalqher adalah nama yang begitu dihormati oleh siapa pun. Keluarganya termasuk dari lima orang terkaya di kota tersebut. Di mana, seperti yang banyak orang ketahui, merupakan salah satu sahabat dekat dari keluarga Lycus. “Kalau dia sudah datang, buat apa aku meneleponmu, hah? Bodoh sekali kamu!” maki Malika pada orang suruhannya. “Apa aku tidak mengatakan dengan cukup jelas bahwa aku mau Reagan tidur denganku malam ini!” Lelaki itu menggaruk kepala dengan bingung. Yang ia tahu adalah Tuan Muda Lycus menaiki lift dan berhenti di lantai tujuh. Kenapa bisa pemuda itu tidak ada di kamar bersama Nona Mudanya? “Saya akan mengecek CCTV hotel untuk mengetahui di mana Tuan Reagan!” Malika mendengkus kasar, mematikan ponsel, dan melempar benda pipih itu ke atas ranjang dengan gusar. “f**k you, Reagan! Aku sudah jatuh cinta denganmu sejak kita masih di bangku sekolah!” “Dan setelah kita bertunangan selama dua tahun ini, kamu sama sekali tidak mau menyentuhku! Apa maumu, hah!” Dia yang menyuruh orang memasukan obat perangsang ke dalam minuman Reagan. Tujuannya jelas hanya satu, membuat tunangannya mencapai birahi tinggi dan bercinta dengannya. Pikir Malika, siapa tahu setelah mereka bercinta, sikap Reagan yang teramat dingin kepadanya bisa berubah. Siapa tahu, setelah ini akan muncul benih-benih cinta di antara mereka. Tahu kalau Tuan Muda Lycus tak menginginkan pertunangan ini. Tahu kalau Reagan menerima demi keterpaksaan saja. Akan tetapi, ia juga tidak mau melepas pemuda yang banyak diidamkan seluruh wanita single New York. “Kamu kemana!” jerit Malika benar-benar kesal, sampai memukuli bantal berkali-kali. Bangkit dari ranjang, memandangi diri sendiri di depan kaca lemari. Ia nampak cantik dengan rambut hitam panjang sepinggang. Kulitnya yang merupakan campuran genetik hispanik nampak cokelat muda bersinar. Lingerie menempel di badannya nampak sangat seksi, memamerkan aset tubuh yang sangat menantang. Aset tubuh yang tak pernah disentuh oleh Reagan selama dua tahun masa pertunangan mereka. Napas mulai memburu kian cepat, merasa rencananya malam ini akan menjadi kacau dengan menghilangnya sang tunangan. Yang mana, hingga dua jam berlalu, tidak ada siapa pun muncul di kamar nomor 725. Malika menyerah, memasuki kamar mandi dan berganti pakaian sambil terisak sedih. “One way or another, apa pun caranya, aku akan membuatmu jatuh cinta denganku, Regaan!” “Lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut di depan kakiku! Kamu akan memujaku, kamu akan mencintaiku, dan kita akan menjadi pasangan yang berbahagia!” *** Di kamar 752, pagi merasuk dengan cahaya mentari menyelinap sedikit di antara celah tirai. Hangat menerpa wajah tampan Reagan yang mulai mengerjapkan mata, terbangun dari tidurnya. Merengkuh kepala yang terasa cukup nyeri akibat minuman beralkohol semalam, ia mencoba mengingat apa yang terjadi hingga bangun di kamar hotel yang asing. “s**t,” gumamnya terengah, lalu mulai duduk. “The f**k!” pekiknya kencang saat melihat seorang wanita berambut pirang tertidur lelap di sisi ranjang. Di mana mereka berdua sama-sama tidak berpakaian. “The hell happened?” Ia bingung, panik! Kembali mengingat dengan susah payah semua detail kejadian tadi malam. Samar, adegan demi adegan panas melintas. “Sial, itu bukan mimpi?” engah Tuan Muda Lycus. Masih tertegun dengan menahan panik dan engah hebat, ia pandangi wajah Eleanor. Perlahan, rasa gundah dan bingung berganti dengan kekaguman. Damn, dia cantik sekali! Siapa dia? Kenapa kami bisa ada di kamar ini bersama?’ Dan … kenapa aku bisa bercinta dengannya tadi malam? s**t, aku sudah bertunangan! Apa aku semabuk itu hingga bercinta dengan wanita lain? Malika akan menggorok leherku kalau sampai mengetahui ini! Daddy Sean akan melemparku ke kandang cobra di belakang rumah kalau sampai dia tahu apa yang kulakukan semalam! Namun, tak bisa dipungkiri ada getaran tak jelas saat ia melihat wajah Eleanor yang begitu memesona walau dengan make up yang sudah berantakan. Bahkan, tanpa sadar senyum mengembang dengan sendirinya. But, you are so beautiful. Aku tidak pernah melihat wanita secantik kamu saat sedang tertidur begini. Ponsel tiba-tiba bergetar, ia mencari benda pipih tersebut dan menemukan di saku celana yang masih tergeletak di atas lantai kamar hotel. “Yes, Dad?” jawabnya berbisik pelan, takut membangunkan wanita yang sedang tertidur. “Cepat ke rumah, ada yang ingin Daddy bicarakan denganmu. Kita mendapat tawaran bisnis baru dari Italia,” ucap Tuan Besar Lycus dari ujung sambungan. “Oke, aku akan segera ke sana. Aku … uhm … aku mandi dulu,” angguk Reagan mengusap tengkuk, menahan gugup, takut ayahnya tahu dia sedang di kamar hotel dengan wanita lain. You see, Tuan Besar Lycus selalu mengetahui semua, khususnya pada apa yang terjadi dengan anak-anaknya. “Ini sudah jam 8 pagi dan kamu belum mandi? Kamu baru bangun?” tanya Sean Lycus, seorang ayah yang selalu hafal kebiasaan putra dan putrinya. “Ya, Dad, aku baru bangun. Sudah, aku akan segera ke sana. Bye!” Cepat turun dari ranjang, Reagan berjalan menuju kamar mandi setelah ia memunguti semua baju yang ada di atas lantai. Rasa mual serta nyeri di kepala membuatnya ingin memuntahkan sisa alkohol yang bersarang di perut. Begitu ia masuk kamar mandi, tak menunggu lama, muntahlah dia berkali-kali dengan suara yang sangat kencang. Di mana suara itu kemudian masuk ke dalam gendang telinga Eleanor. Obat tidur yang efeknya sudah berakhir itu membuat sang wanita pirang berangsur sadar. Ia mengerjapkan mata, menatap langit kamar hotel dan kebingungan, “Di mana aku? Siapa yang sedang muntah di kamar mandi?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN