Adis baru saja terlelap sehabis subuh tadi semalaman setelah berenang ia mendadak menjadi stalker memeriksa akun-akun social media milik Wafda dan Kak Mayra sepupunya sampai benar-benar ia tidak tidur, sayangnya sama sekali Adis tidak menemukan apapun disana keduanya benar-benar tidak mengunggah apapun tentang diri mereka.
Sinar mentari tampak menyusup ke gorden kamar, cahaya terang telah tampak di permukaan jendela, matanya terusik Adis memicing kemudian beringsut menjauh dari sisi jendela.
Sekilas ia melihat ke arah jam di dinding sekarang sudahpukul 10 siang dia akan ada jadwal mengajar nanti pukul 11 disebuah pemukiman para pemulung bersama 5 orang rekannya.
“Ya Tuhan!” Adis terlonjak bangkit saat ia ingat jadwal pertemuannya pukul 11, tanpa berfikir lama ia bergegas ke kamar mandi.
Semua menjadi serba mendadak dan terburu-buru tidak berlama-lama ia pun segera bersiap-siap memakai pakaian. Benar-benar bukan Adis namanya jika tidak memburu waktu.
Seraya merapikan rambut mnya ia terus berjalan mondar mandir memasukan beberapa buku kedalam tas miliknya.
“Hah! Mana lagi bukunya, tadi aku sudah melihatnya, Ya ampun Dis, kamu kok Pe’ak banget sih!”
Adis membuka satu persatu tumpukan barang mencari buku paduan yang akan dibawanya sebagai paduan pengajar disana, mulai berjongkok menarik-narik nakas membongkar satu persatu dan.
“Astaga Adisa Sowanna!” Sadarnya pada benda yang ia kepit pada lengannya adalah buku yang ia cari, Adis memukul jidatnya mentertawai dirinya sendiri.
Waktu terus bergerak maju Adis benar-benar akan terlambat kali ini teman-teman sesama pengajar dari beberapa profesi seperti mahasiswa dan beberapakaryawan swasta sudah berkali-kali menghubunginya.
Adis tidak merespon mereka tidak ingin membuang waktu semakin banyak. Ia pun segera keluar dari kamar untuk cepat pergi.
“Mbak ADISS!!” Panggil seorang pembantu dirumah itu.
“Teh Nina aku buru-buru nih! Jangan suruh aku makan, aku makan diluar aja nanti!” Teriaknya berlari-lari menuju pintu keluar.
“Saya bungkusin mau Ya Mbak?”
“Makasih, nggak usah teh! Aku pergi dulu Assalamualaikum!”
“Wa’alaikum salam.” Sahutnya masih melihat anak majikannya yang sudah keluar dari pintu itu.
Beberapa menit berlalu Adis sudah beberapa kali memesan taxi online namun ia belum mendapatkannya tumben-tumbenan bathinnya biasa nya selalu dapat disekitar sini.
Adis menunggu keluar gerbang rumahnya melihat kanan-kiri dengan terus menggeser layar terus mencoba melakukan pemesanan taxi.
Suatu kebetulan, matanya menangkap supir tetangga sebelahnya. Di saat yang kebetulan yang terlihat pada jendela pengemudi yang separuh diturunkan adalah Pak Untung lelaki paruh baya yang sudah Adis sangat kenal dan sangat sering ia tebengi dulu saat ia masih tinggal dirumah belum tinggal di kos-kosan yang mengemudi.
“PAK UNN, PAK UNN!” Teriak Adis melambai-lambaikan tangannyasaat Mobil itu keluar gerbang.
Lelaki paruh baya itu melihat Adis dan ia lalu memelankan lajunya seketika.
“Mbak Adis mau ke kampus?”
“Pak UN nebeng ya, kedepan jalan doang?” Gerakkan Adis Alisnya.
Pak Untung menggaruk Pelipisnya memicingkan sebuah isyarat pada Adis ‘Ada bosnya’ di dalam.
“Kenapa berhenti Pak Untung?” Tegur Mike yang sedang sibuk dengan ponselnya.
“Itu Pak, anu… ada yang mau numpang sampai depan sana”
“Saya buru-buru...”
“Pak Un, Kedepan aja kok!!” Teriak Adis lagi dari luar yang masih tidak mengerti atas isyarat yang disampaikan Pak Untung.
Pak untung serba salah ia yang sudah sangat mengenal Adis, menjadi sangat tidak tega lelaki tua itu untuk menolak Adis.
Mike mendengkus ia cukup mengerti melihat ekapresi gusar Pak Untung,“Hemm, baiklah jika hanya kedepan!”
Pak Untung sumringah, “Terimakasih Pak, Bos...” Kini Pak Untung melambai keluar, “Ayo masuk, Mbak Adis!”
Adis yang masih mengakat panggilan salah seorang rekannya pun ber ‘yes’ ria menggerakkan tangannya dan segera memutar didepan mobil untuk segera masuk ke dalam mobil tepat disebelah kemudi.
“Terimakasih Pak Un— Adis terkesiap saat baru duduk melihat ada orang lain didalam sana lelaki berstelan jas rapi rambut klimis yang sibuk dengan gawainya.
Netranya membulat menatap pada Pak Untung yang sudah mengemudikanmobil, “Pak Un, kenapa tidak bilang!” Bisiknya pelan sekali.
“Sudah, Mbak tadi sibuk nelepon saya sudah kasih tau.”
Adis mendasak menjadi kaku dan malu sekali saat ini, Ia mematung tanpa suara ditempatnya.
Kini ia sedikit menoleh pada lelaki di belakanya mencoba beramah-tamah meminta maaf telah lancang meminta tumpangan.
“Maaf Ya Om, saya tidak tahu jika Ada Om didalam.”
“Om?” Ulang Mike.
Adis berkerut dahi, “Iya, Om saya minta maaf!” Ulang Adis lagi.
Mike mengusap wajahnya acuh mengumpat dalam hati, “Oh s**t, Setua apa aku?”
Suasana tampak hening tidak ada suara apapun didalam mobil Adis yang biasa sangat banyak bicara mendadak menjadi pendiam bahkan untuk bersendawa saja ia takut, takut mengusik orang dibelakangnya.
“Auh, Gak enak banget sendawa ditahan!” Umpat Adis dalam hati.
“Ehmmm, Mbak Adis mau ke kampus?” Tanya Pak Untung memecah keheningan.
“Sudah selesai Pak Un, besok saya wisuda!”
“Alhamdulillah Mbak, selamat ya, rasanya baru aja lihat Mbak dimarahi karena malas kuliah.”
“Husss Pak Un itu masa lalu!” Bisik Adis menahan tawanya.
Tidak lama mereka pun sampai dipinggiran jalan besar tempat yang dimaksud Adis, mobil siap menepi didekat trotoar jalanan.
“Makasih Pak Un, Om!” Adis berbasa-basi seraya menarik tas dan turun dari mobil.
GEDEBRRRRRRUUUuuuUUAAAAAAKK….
BUUZZz…
Satu langkahnya turun dan menutup pintu Adis terpental oleh sebuah motor yang melaju kencang diatas trotoar.
“Astagfirullah...."
“Ya Allah!”
“Gustii”
Teriakan-teriak pecah menggema bersamaan dengan orang-orang yang berlarian datang.
"MBAK ADIIIISSS!!!!"