Cia Pov
Belagu amat sih, apa salah juga bimbingan di Rumah. Dia memintaku untuk bimbingan seperti mahasiswa lainya. Pagi-pagi sekali aku diajak pulang ke rumahnya yang sangat besar itu. Selama di perjalanan, ia sama sekali tidak berbicara sepatah katapun kepadaku.
Aku memutuskan untuk segera masuk kedalam rumah dan menuju kamar. Aku membuka lemariku dan ingin berganti pakaian, namun aku tidak menemukan pakaian yang biasanya selalu aku pakai. Dia membuangnya, aku yakin itu. Aku melangkahkahkan kakiku mencari keberadaanya. aku melihat pintu ruang kerjanya terbuka, aku segera melangkahkan kakiku untuk masuk. Aku melihatnya sedang sibuk membaca berkas yang ada dihadapannya.
“Kemana semua pakaianku? yang ada didalam lemari itu bukan pakaianku!” ucapku menatapnya tajam.
“Aku membuangnya, kau bukan preman Cia. Kau istriku jika aku perlu mengingatkan padamu. Pakailah pakaian yang ada dilemari itu, pakaian itu semua milikmu” jelas Varo tanpa melihat kearah Cia.
“Aku tidak mau!” kesal Cia.
“Kalau kau tidak mau, kau tidak perlu memakai baju” ucap Varo digin.
Saat sungguh emosiku tidak terkendali lagi, jeansku baju kaos koleksiku, semuanya dibuang, dasar laki-laki tidak berprikemanusiaan. Aku akan membuatmu kesal Alvaro Alexsander tunggu saja. Aku melangkahkan kakiku meninggalkannya yang sepertinya tidak peduli dengan kemarahanku saat ini.
Aku memasuki kamar kami, aku tersenyum senang saat melihat lemari yang ada persi disebelah lemari pakaianku. aku membukanya dan melihat semua pakaian mahalnya tersusun rapi disana. Hohoho...suami batuku lihat apa yang akan dilakukan istrimu ini. Pakaian mahalnya ini bukan seleraku, ternyata ia sangat kaku dan membosankan.
Aku mengambil kemejanya birunya dan celana jeansnya. Alvaro si gila ini membuang semua jeans kesayanganku dan kau akan melihat aku memakai jeansmu ini Varo. aku memotong jeansnya menjadi jeans pendek, kemudian aku memakainya. Karena kebesaran aku memutuskan memakai ikat pinggang. Aku juga memakai kemeja birunya.
Aku mematut diriku dicermin, sepertinya ini tidak ada yang salah dengan pakaianku saat ini. Aku memutuskan untuk menemuinya. Hahaha....bagaimana reaksimu Varo, ini adala gayaku. Aku tidak menyukai semua pakaian yang kau belikan untukku, gaun dan rok sungguh membosankan. Jika membelikan semua ini untuk Vio itu baru cocok dan pastinya ia akan memujimu.
Aku melihat dia sedang duduk di ruang Tv sambil membaca skripsi mahasiswa dan berkas-berkas kantor. Ternyata manusia batu ini telah berpindah dari ruang kerjanya ke ruang Tv. Mungkin dia ingin mengawasiku. Aku melangkahkan kakiku, duduk disebelahnya dengan harapan dia bakal memakiku, mengusirku hahaha...biar dicerai sekalian dan aku bebas.
Tapi harapan tinggal harapan, Varo tidak menolehkan kepalanya sedikitpun. Sepuluh menit berlalu, masih tekesel...ap sama , dia benar-benar mengacuhkanku. Kesal! Sudah susah payah udah ngerusakin jeans mahalnya tapi dia sepertinya tidak menanggapi kelakuanku kali ini. Oke sabar Cia.
"Kak..."
"Ada apa?" ucapnya datar dan masih tetap fokus membaca berkasnya.
"Nih skripsi aku periksa dong!" ucapku dan aku meletakan skripsiku di pangkuannya
"Ikutin prosedur kayak mahasiswa lain!" jawabnya. What? Laki-laki ini memang luar biasa menyebalkan. Hey, disini di kampus sama saja. Kau juga yang memeriksanya. Kali ini dia keterlaluan.
"Kak, aku kan istrimu ingat istrimu! masa aku harus ikut prosedur juga sih, pergi ke kampus ke ruangan kamu terus, kasih skripsiku ke Mbak asitenmu!" ucapku mencoba untuk bersabar menghadapi suami batu seperti dia.
"Hmmmm...ya mesti begitu, sesuai aturan. Di rumah kamu itu istriku kalau di kampus kamu hanya mahasiswaku ngerti!" dia melirikku sekilas.
"Masa bodoh, kesel gue sama lo. Yaudah nggak usah bimbingan lagi kalau begitu, biar aku nggak usah lulus kuliah". Ucapku kesal. Aku berdiri dan memutuskan untuk pergi namun saat kakiku mulai melangkah, tarikan tanganya membuat langkahku terhenti.
"Duduk!" Perintahnya. Aku menatap wajahnya yang memerah dan menatapku tajam. Waduh serem amat tuh muka.
"Kamu pake baju aku? Jeansmu?" Tanyanya melototkan matanya. Dasar bodoh baru sadar ya? Ingin rasanya aku tertawa terbahak-bahak melihat ekspresinya saat ini.
"Waw, tepat sekali, ini punyamu yang aku gunting".
Ayo marah Varo, usir aku cepat.
"Oooo pakek aja kalau kamu suka, gunting semuanya juga nggak apa-apa, tapi uang belanjamu aku potong semua selama lima tahun hmmm....sepertinya cukup. aku sudah bilang sama Mama, Papa dan kakakmu Agar mereka tidak memberikanmu uang lagi karena mulai sekarang kau tanggung jawabku" jelasnya menatapku sengan senyum sinisnya.
"Jadi mulai besok uang jajanmu 50 ribu saja, karena jeans +baju harganya 1.5 juta jadi dicicil perhari sisanya itu 50 ribu". Ucapnya.
"Dasar pelit...lo...nyesel gue jadi bini lo...gue mau ke bengkel Raffa...setelah itu gue mau ke rumah vio mau main sama ponakan gue...bete gue ngeliat wajah sok ganteng lo!" teriakku penuh emosi, Aku melangkahkan kakiku menuju teras. Aku menyambar kunci mobilnya yang ada di meja. Namun seseorang menariku dan mengangkat tubuhku.
"Apa yang lo lakuin...turuni gue!" aku memukulnya namun ia sama sekali tidak merasa sakit. ingin sekali aku menghajar wajah datar sombongnya ini.
"Diam...sekarang sudah jam 8 malam ngapain kamu ke bengkel adikku?" kesalnya Sambil membawaku ke kamar kami.
What kamarnya jangan bilang mau ngajakin aku "turunin aku, aku nggak mau Varo!" teriakku, Ia menurunkan ku diranjang dan aku menatapnya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Nggak....nggak..." jawabku gugup.
"Ooo...pasti kamu mikirin itu, kamu udah siap mengandung?" Tanyannya sambil mengangkat sebelah alisnya
"Enak ajak, gue nggak selera sama lo" ucapku menantangnya.
"Bagus sama, kamu pikir aku tertarik padamu? cantikkan Fai kemana-mana dari pada kamu!" ucapnya dingin.
Dia melangkahkan kakinya meninggalkanku yang masih mencerna ucapanya. Dasar b******k siapa Fai? Mama sakit hati dedek Ma....fai itu siapa...
entah mengapa air mataku terus menetes. kenapa aku jadi cengeng begini, mana Cia yang kuat? Patah hati sama Raffa tidak membuatku jadi cengeng begini. Varo kau apakan hatiku ini.
Aku memutuskan untuk membaringkan tubuhku. Aku memejamkan mataku dan karena aku mengantuk akhirnya aku tertidur. Ketenangan tidurku terganggu, aku merasakan ada angin ditengkukku. Karena merasa hangat, aku membalikkan tubuhku dan aku terkejut saat melihat wajahnya yang tampan berada di hadapanku. Alisnya tebal, hidungnya mancung, bibirnya hups...matanya terbuka, gawat nih.
"Tidurlah udah malam!" ucapnya dengan suaranya yang berat, dia kemudian menatapku dan menghela nafas, lalu dia menarikku ke dalam pelukannya. Jantungku berdetak kencang. Aku malu, dia begitu dekat.
"Apa yang kau pikirkan hmmm?" Tanyanya sambil mencium keningku
"e...e...enggak ada kok" ucapku gugup.
"Tidurlah" ucapnya lembut, dia menggelus rambutku.
Nyamannya dan aku semakin erat memeluknya, kok kalau diranjang beda ya? Kayanya dia punya kepribadian ganda. Massa bodo gue ngantuk, aku memejamkan mataku beharap besok pagi dia akan baik seperti ini kepadaku dan mengizinkanku mengendarai motorku.
***
Aku membuka mataku, sebenarnya aku masih sangat mengantuk. Aku melihat jam dinakas jam menujukkan pukul sembilan pagi. What? subuh terlewatkan tapi, kan gue sedang datang bulan pantes dia nggak membangunkanku. Kok dia tahu ya? nggak mungkin dia ngintip celanaku tapi mana aku tahu, kalau aku tidur mati mana kerasa hehehe.
Aku segera bangun dan melangkahkan kakiku turun ke lantai satu mencari keberadaanya. Aku melihat bibi sedang memasak didapur. Aku mendekatinya dan ingin bertanya kemana si batu.
"Bi, kak Varo mana Bi?" tanyaku. Bibi tersenyum kearahku.
"Nyoya udah bangun ya, tuan udah pergi Nya dari jam tujuh pagi" jelas Bibi.
"Yah udah Bi...aku mandi dulu Bi, buatin nasi goreng ya Bi" ucapku melangkahkan kakiku ke kamar.
Autor
Setelah selesai mandi dan sarapan pagi, Cia masuk kedalam ruang kerja Varo. Tadi niatnya masuk keruangan ini, hanya ingin mencari buku untuk bahan skripsinya. Tapi saat ia duduk dikursi kerja Varo, ia melihat draf skripsi miliknya sudah diperiksa, terbukti dengan adanya coretan di draf tersebut. Cia menatap ruangan ini dengan takjub, sebegitu kayanya suaminya. Ruangan ini penuh dengan buku yang berada rak yang tertempel didinding dan kursi kerja Varo begitu mewah dan sangat empuk. terdapat Tv besar dibagian diding dan ada meja Dvd. Cia melangkahkan kakinya mendekati meja yang terdapat Dvd Player diatas meja. Ia kemudian membuka lemari dan melihat semua Dvd koleksi Varo yang merupakan film kesukaannya.
"Gue pengen nonton bioskop tapi boleh nggak ya? kalau ngebantah gue dosa...cukup banyak dosa gue sebagai istri nggak masakin dia makanan, nggak nyuciin bajunya, malahan ngerusakin bajunya” ucap Cia menghela nafansnya sambil menatap langit-langit ruangan ini.
Cia menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan Varo sekaligus ruang kerjanya. Entah mengapa ruangan kerja Varo sangat nyaman untuk membaca dan bersantai. Cia merasakan sangat mengantuk, ia memutuskan untuk memejamkan mata.
Varo baru saja pulang dari kantor, ia segera melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Ia melihat Bibi sedang memasak sesuatu didapur. Varo segera menuju lantai dua mencari keberadan istrinya. Namun saat memasuki kamar mereka ia tidak menemukan Cia dimanapun. Varo turun ke lantai satu dan menuju kedapur.
"Bi, Cia mana Bi?" tanya Varo.
"Kalau tadi Nyonya didalam ruang kerja Tuan" jelas Bibi
"Dia belum makan Bi?"
"Udah Tuan siang tadi jam dua Bibi antar makan siang Nyonya ke ruang kerja tuan" jelas Bibi.
Varo melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya ia membuka pintu ruang kerjanya dan melihat Cia meringkuk seperti janin. Varo tersenyum, ia menggoyangkan tubuh Cia tapi Cia tak juga bangun. Karena kesal Varo meNggendong Cia ala pengantin baru ke kamar mereka. Varo membuka pintu kamar dan segera masuk bersama Cia. Ia menuju kamar mandi. Varo meletakkan Cia kedalam bathup dan byur.... Cia terkejut karena bajunya basah dan disiram Varo dengan shower.
"Ih...apa-apan sih lo?" ucap Cia berteriak
"Kamu tidur kayak kebo, susah sekali dibangunin" ucap Varo menarik hidung Cia.
"Sakit...tahu..." kesal Cia memegang hidungnya yang memerah.
Blam....
Varo menutup pintu kamar mandi dan meninggalkan Cia. Ia menuju kamar mandi di yang berada di kamar sebelah. Varo memakai pakaian santainya jeans pendek dan baju kaos puma sehingga badan tegap dan otot-otonya tercetak sempurna. Varo duduk di kursi taman yang berada tidak jauh dari kolam renang. Ia menikmati pemandangan di belakang rumahnya sambil meminum secangkir kopi.
Cia mencari keberadaan Varo, ia melihat Varo sedang duduk dikursi taman. Cia melangkahkan kakinya mendekati Varo dan kemudian duduk disamping Varo. "Kak..." panggil Cia.
"Hmmm" Varo melirik Cia sekilas dan menatap ipadnya lagi.
"Kalau aku ngomong itu dilihat dong Kak". Kesal Cia menyebikkan bibirnya.
"Ada apa?" ucap Varo meletakan ipadnya di meja dan menatap Cia
"Aku mau nonton ke Bioskop Kak please...boleh ya keluar? janji deh nggak nakal, bakal pulang tepat waktu, nggak pakek mobil kakak juga nggak apa-apa, aku nggak ikut balapan Kak yayaya...jujur nih aku mau nonton. Aku mau naik taksi aja!" ucap Cia memohon. Ia menatap Varo dengn penuh harap. Cia memegang kedua tangan Varo.
"Ayo noton!" Ajak Varo dan langsung menarik tangan Cia.
Cia menatap Varo tidak percaya, ia terkejut dan kemudian tersenyum. Cia melihat tangannya yang ditarik Varo dan mengajaknya masuk kedalam kamar mereka. “Ganti pakaianmu, aku tunggu dibawah!” ucap Varo meninggalkan Cia yang sedang tersenyum senang.
Karena terburu-buru Cia mau tidak mau harus menggunakan gaun yang ada di lemarinya. Penampilannya saat ini sungguh jauh berbeda, ia kelihatan lebih imut walaupun ia tidak berdandan. Cia sangat cantik dengan gaun selutut bewarna pink soft dan sepatu flat. Ia sebenarnya lebih menyukai sepatu kets namun semua ketsnya di buang Varo dan ia tidak punya pilihan memakai sepatu flat yang dibelikan Varo.
Cia segera turun dari lantai dua, ia melihat Varo yang sedang menunggunya di teras. Varo menyadari kedatangan Cia ia menolehkan kepalanya dan menatap penampilan Cia dari atas hingga ke bawah.
"Jelek ya kak?" tanya Cia.
"Nggak kok...biasa saja" Jawab Varo datar. Cia mengerucutkan bibirnya karena Varo tidak sedikitpun memuji penampilanya.