Memalukan

1928 Kata
        Cia berada dikamar hotel, setelah acara resepsi selesai, Varo langsung mengajaknya ke kamar yang berada di lantai paling atas selaligus paling mewah khusus untuk pemilik hotel. Cia membaringkan tubuhnya dirajang yang ditaburi kelopak bunga mawar. Suar derap kaki mendekatinya  membuatnya memutar kepalanya. Cia melihat Varo, yang ternyata sudah berjarak satu cm darinya dan hidung mereka pun hampir menyentuh. Keduanya terpaku dengan keadaan saling menatap kedalam mata masing-masing. Cia terpesona dengan mata coklat muda yang menawan, Cia menelan ludahnya. Ia menundukan wajahnya namun ia terkejut  saat Varo mengangkat wajahnya yang sedang menunduk. "Kamu tidak mandi?" tanya Varo. Tatapan datar Varo menyadarkan  Cia dari kegugupannya saat ini. "Eee...iya Kak Ccccia mau mandi tapi gaunnya susah dibuka" ucap Cia terbata-bata.         Varo menyuruh Cia berdiri, dengan lirikkan matanya. Cia berdiri membelakanginya, Varo menarik reseleting  gaun ketat  yang digunakan Cia. Bahan gaun itu sangat licin hingga terbuka sampai ke bawah Cia. Gaun itu tiba-tiba jatuh karena Cia, tidak menahan bagian atasnya. Wajah Cia memerah karena malu. Ia belari ke dalam toilet dengan hanya memakai pakaian dalam saja. Karena terlalu malu Cia salah pintu, ia berlari ke ruang tengah. Ia menghentikan langkahnya dan terpaku.         Mati gue salah jalan nih...pintu kamar mandi jelaslah dikamar kenapa gue keluar...mau masuk gue malu Varo di  masih kamar. Cia menggigit bibirnya gugup.         Tiba-tiba lemparan handuk ke tubuhnya membuatnya terkejut. Karena bengong Cia masih menatap handuk yang jatuh tepat diatas kakinya. "Apa kamu mau menggodaku hemmm?" suara varo yang berat membuyarkan lamunan Cia.         Varo menghela nafasnya, ia mendekati Cia dan mengambil handuk di bawah kaki Cia. Ia membalut tubuh Cia sambil memeluk dan membisikkan sesuatu ke telinga Cia. "Aku tahu kamu tidak sabar untuk melakukannya tapi sayangnya aku sedang tidak tertarik dengan tubuhmu istriku" ucap Varo melepaskan pelukannya, ia berjalan menuju kamar yang telah disulap menjadi ruang kerja sekaligus perpustakaannya. Arghhhhh....malu. Kak Devan, Kak Dewa Mama...Papa... Malu... Cia Pov         Kurentangkan tanganku sambil menguap huhaaa... aku masih sangat  mengantuk. Hah apa ini? tangan  ini Kak Varo  Kok bisa sih? Aku sudah nggak suci lagi tapi, bajuku masih lengkap bearti masi aman. Aku menatap wajahnya yang  sangat tampan. Huahhhhh kenapa pengen cium tu bibir. Tiba-tiba matanya terbuka, ia menatapku dan eee...kok balik badan sih? gue kan  pengen di cium. Nggak..nggak ko gue jadi m***m sih.         Aku berdiri meninggalkannya yang masih tertidur  di ranjang kami, ranjang kami? Bukan berarti aku menerimanya bukan.  Dari pada  mengagumi dia lebih baik aku Mandi. Aku memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhku. Hari ini aku bebas, aku ingin lihat apakah dia bisa mengekangku seperti apa yang ia katakan waktu itu.         Setelah mandi aku melihat sekeliling ruangan ini. Ini bukan kamar hotel biasa ini seperti Apartemen mewah yang sangat keren, walaupun berada di dalam hotel. Sekaya apa sih dia?  wah bisa nih, minta uang untuk mendanai film horor adopsi novelku hahahahaha. Dukun gaib..penangkap hantu... hajar pak. Aku memakai jeans yang bolong dilutut dan memakai kaos tanpa lengan bertuliskan rocker. Aku melihatnya sedang meminum kopinya, ternyata dia sudah bangun. Ting tong...         Siapa sih pagi-pagi, ganggu aja. Aku melangkahkan kakiku menuju pintu dan membukanya. "Perimisi Nyonya, saya sekretaris Bapak, saya cuma mau menyampaikan kalau Bapak harus segera berangkat ke Jerman pagi ini" ucap wanita cantik ini. Cantik? Cih....cantikan Cia kali. Mungkinkah dia  mengajakku bulan madu. "Sebentar ya!" ucapku dan wanita itu menganggukkan kepalanya.         Aku melangkahkan kakiku mendekati Kak Varo, ia duduk di ruang kerjanya dan  menghadap jendela memandangi pemandangan kota jakarta. "Kak... ada sekretaris kakak di depan!" ucapku dan ia membalikkan kursinya menghadapku.         "Aku akan ke Jerman selama satu minggu, nanti Pak Parman akan mengantarmu ke rumah kita!" ucapnya menatapku datar. Ternyata dia tidak mengajakku  "Aku pulang ke rumah Papa saja!" ucapku kesal. "Tidak...kamu tetap pulang ke rumah yang telah aku siapkan!". "Nggk mau" aku menatapnya tajam. "Tidak ada penolakan, kamu itu tanggung jawabku sekarang!" Jawabnya tegas "Emang gue hamil, butuh tanggung jawab lo?"  aku benar-benar kesal, aku menghentakkan kakiku saat ia menatapku datar. Dasar songong, laki-laki buaya, pelit. Apa salah dia mengajakku juga ke Jerman. "Jadi mau aku buntingin nih?" ucapnya menyunggingkan senyumanya. "Enak aja" ucapnya membuat wajahku memerah. Dasar m***m tidak tahu diri. "Kan prosesnya memang enak" ucapnya tersenyum. Ia melangkahkan kakinya dan  mulai mendekatiku. Lari Cia! jangan mau didekati laki-laki m***m ini. Bahaya ini bahaya. Tiba-tiba ia menarik tengkukku dan mencium bibirku. Awalnya menjijikan tapi lama kelamaan aku menikmatinya. "Kita lanjutin setelah aku pulang!" ucapnya. “Dasar b******k kau Alvaro Alexsander! Jangan pernah kau mendekatiku. Akan kupatahkan kedua tanganmu!” teriakku penuh ancaman. “Oyah, coba saja patahkan kaki dan tanganku” ia menatapku sinis dan segera melangkahkan kakinya menemui sekretarisnya. Varo meninggalkanku sendirian di hotel, Dasar gila, tidak bertanggung jawab m***m. Aku tidak akan membiarkan hidup tenang. Selama aku menjadi istrinya dia akan merasakan hidupnya tidak akan tenang lagi. Aku mendengar bunyi ponselku. "Hallo" "Jangan lupa draf skripsimu kirim ke emailku segera!" Tututut... Suami gila, Brengsek...Arghhhhhhh..... ***         Aku menolak pulang ke rumahnya, paling  aku akan tinggal sama pembantu.           Tanpa sepengetahuannya aku menginap di rumah Vio hahahaha....paling nanti aku diceraiin. Yakin rela? Sebenarnya  aku tidak rela, entah mengapa kewarasanku saat ini mulai hilang. ini semua  karena  ciuman itu.  Aku melihat pemandangan  dari balkon kamar Vio. Aku menghembuskan napasku, secangkir coklat yang aku minum saat ini tidak mampu menenangkan hatiku. Varo memang b******k, otakku bisa gila karena tingkahnya. Dia memerintahkanku untuk mengirimkan draf perbaikan skripsiku segera.  Dasar laki-laki menyebalkan.         Varo sama sekali tidak menghubungiku. Seharusnya ia profesional, sebagai suami dia sebaiknya melancarkan urusan istri. harusnya dia langsung saja meloloskan skripsiku. Atau kalau nggak sanggup membimbingku harusnya dia mengundurkan diri, jadi pembimbingku.  Sekarang sudah seminggu kepergian kutu kupret yang sangat menyebalkan. Aku yakin seluruh keluargaku tidak ada yang tahu aku  ada disini. Mungkin mereka menyangka jika aku saat ini, berada di Jerman bersamanya.  Aku mendengar suara ponselku dan segera menjawabnya. "Halo, Assalamualaikum...siapa sih?" "Waalaikumsalam, bagus ya Dek, Kakak telepon pakek no lain baru kamu angkat".  Mampus gue kak devan... "Ee...e...Bang Devan kenapa nggak pulang-pulang?" "Nggak ke balik Dek? pulang sekarang kalau enggak aku telepon Dewa biar kamu...". "Jangan Kak, oke aku pulang!" Kalau Kak Dewa tahu aku bisa di hukum dengan kejam. Ia akan membuang barang kesayanganku, terakhir kali ia membuang semua Dvd hororku. Tak bisa aku bayangkan kali ini apa lagi yang akan dia buang ooo...tidak jangan sampai koleksi antikku ia buang. Aku melihat Vio menahan senyumnya pasti ini dia yang ngadu... ah... "Pasti lo dalangnya iyakan? Dasar...penghianat". "Sory gue bosan ngeliat lo di rumah gue....hahaha" ucapnya senang. "Gue sumpahin lo suatu saat jadi bagian dari hidup gue, semoga saja lo nikah sama Kak Devan playboy cap gayung". Kesalku.         "Nggak sudih gue, cowok sok ganteng nyebellin kayak dia" ucap Vio. Hahaha...aku tahu Vio kamu bahkan masih sangat mencintai Kakakku itu.         "Dulu aja lo cinta mati" ucapku menggodanya. Ia menatapku sendu. Aku tidak tahu apa yang kau sembunyikan dariku Vio. ***         Cia akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah Papanya. saat ini ia hanya bisa menunduk seperti tersangka yang penuh dosa.  Dirga, Rere, Devan dan Varo menatapnya tajam. Begitu besarkah kesalahanku, sehingga mereka semua marah kepadaku. Laki-laki itu yang meninggalkan aku! Batin Cia.         "Kemana saja kamu selama seminggu ini? Papa kira kamu pergi ke Jerman sama Varo" tanya Dirga menatap Cia tajam. "Aku di rumah Vio, Pa" jelas Cia sambil menggigit bibirnya. "Varo...lain kali kalau dia nggak nurut sama kamu, paksa aja dia,  Papa nggak akan marah sama kamu! Cia memang bandel, dia ajak ke Jerman bulan madu malah nggk mau". Ucap Dirga melihat Cia  dengan pandangan menusuk. "What? Pa, Dia nggak ngajak aku kok.  Dia yang ninggalin aku!" jelas Cia berdiri sambil menunjuk Varo. "Cia nggak sopan...kenapa nujuk gitu sama suamimu!” Ucap Rere memukul lengan putrinya. "Nggak apa-apa Ma, hmmm...kayaknya sudah malam Pa, Ma. Varo dan Cia pulang dulu!". Ucap Varo sambil tersenyum. Dasar jahat...aku menahan amarahku mengepalkan tanganku. Ingin sekali rasanya aku memukul wajah Varo. "Nginap di sini aja Varo...udah malam!" ucap Devan Cia menatap Varo tajam "Lo pulang sana, gue nggak mau ikut lo..." Kesal Cia. “Ciaaa...” teriak Rere dan Devan bersamaan. Dirga menggelengkan kepalanya melihat tingkah Cia. "Kita nginap kok kak" ucap Varo. “Nggak lo pulang saja, aku nggak mau dekat sama lo!” Cia menatap Varo tajam.          Cia sangat kesal dengan sikap Varo, ia tidak menyangka Varo berbohong dan mengatakan jika ia menolak untuk pergi ke Jerman bersamanya. Semua keluarganya pun menyalahkannya seolah-olah dirinya yang salah. Cia melangkahkan kakinya menuju kamarnya, ia tidak menghiraukan Varo yang ternyata mengikutinya dari belakang.  Cia segera masuk kedalam kamar dan membaringkan tubuhnya, saat ini ia tidak ingin berbicara dengan sosok laki-laki pembohong yang tega membuatnya dimarahi kedua orang tuanya. Ranjang Cia berukuran sedang, biasanya ia hanya tidur sendiri,  tapi untuk malam ini, Varo si batu ada disampingnya. Cia memperhatikan wajah Varo. ia meihat Varo yang sudah tertidur dengan lelap Untung dia sudah tidur, seengganya kami akan tidak melakukan yang iya iya... Satu jam berlalu Cia melihat jam  di nakas menujukkan pukul dua dini hari.  Aku nggak bisa tidur kalau pakek bra...ais...ini kebiasaanku yang nggak suka pakek bra kalau malam nyesek rasanya...         Cia membukanya dan meletakanya diatas nakas. Ia membaringkan tubuhnya kembali. Ia merasakan jika ia mulai mengantuk, Cia memejamkan matanya dan akhirnya iya tertidur lelap. Cia merasakan ada beban berat yang menipahnya. Kok terasa berat ya? Apa ini...tangan...trus kok ada di dalam kaosku sih...kuangkat kaosku..jeng...jeng...tarik napas hembuskan aku mencoba menarik tanganya .....e.....e....apa nih....dia meremasnya         "Aaaaaaa.....sakit b**o!” Cia memukul tangan jahil yang sengaja mengganggu tidur nyenyaknya. Varo  berbalik dan  memunggunginya.         Cia menarik napasnya, kekesalan bertambah karena sosok kurang ajar yang sedang memanfaatkan keadaan. Cia menarik napasnya yang naik turun karena marah. Varo berdiri menatap Cia  dan ia segera menghidupkan lampu.  Varo menatap kearah d**a Cia. Cia menyadari tatapan Varo ia terkejut saat menyadari apa yang ditatap Varo. What? dadaku...ternyata...dadaku sudah terekspos menyembul karena kaosku tertarik...cepet-cepat aku menutupnya. Dasar laki-laki m***m. "Hmhm apa yang lo liat hah...?” kesal Cia. "Gunungmu ternyata lumayan juga ya!" ucap Varo  menyunggikan senyumanya.         Varo berjalan kesamping Cia dan ia mengangkat bra yang berada di atas nakas. "36 B, Kayaknya anakku tidak akan kekurangan gizi".         "Dasar gila....mesum lo...menjijikan hah....mmmmppt". teriakan Cia membuat Varo segera  menutup mulut Cia dengan tangannya. "Jangan teriak lo pikir ini di mana ha? Sekarang lo mandi kita sholat subuh!". "Enggak mau...". "Oke...kita mandi bareng" ucap Varo dengan muka datarnya "Iya...aku mandi" kesal Cia segera turun dari ranjang dan mengikuti perintah Varo. Dasar bule m***m, mungkin ia sudah terbiasa bersikap tidak sopan kepada wanita. Batin Cia.         Cia segera mandi dengan cepat. Ia segera turun kebawah dengan memakai mukenanya. Cia mendengar suara adzan yang sangat merdu. Ia yakin jika suara yang ia dengar bukalan suara ketiga pria dikeluarganya.         Wah merdu banget....kayanya bukan suara Papa, Kak devan,  Bang Dewa atau Pak Somat. Cia mendekati mereka dan melihat suaminya yang sedang berdiri dan mengumandangkan adzan. Subhanallah suamiku.... Cia menatap Varo tidak percaya, laki-laki menyebalkan ini ternyata memiliki suara yang sangat merdu dan menggetarkan hatinya. "Udah ngeliatinya Cia,  pilihan Mama nggak salah kan?" ucap Rere yang berada disamping Cia. “Pilihan Mama tepat” Ucap Cia tersenyum.         Varo menjadi imam sholat, mereka semua kagum karena walaupun Varo tinggal diluar negeri tapi Varo tidak melupakan agama yang dianutnya. Cia merasa bersyukur karena suaminya bisa membimbingnya kearah yang lebih baik. Selama ini,  kedua orang tuanya bahkan kedua saudaranya selalu memaksanya menjalankan sholat. Tapi saat ini Cia yakin dengan kehadiran Varo sebagai suaminya ia bisa menjadi Cia yang lebih baik lagi.         Setelah  melaksanakan sholat semua keluarganya duduk di ruang Tv. Cia merasa bingung karena biasanya, ia akan tidur lagi setelah sholat. Cia melihat Varo yang sedang fokus membaca, sedangkan Devan sedang menoton berita. Cia merasa berdosa jika ia melanjutkan tidurnya. Ia memutuskan untung melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mnolong Mamanya yang sedang  membuatkan keluarganya sarapan pagi.        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN