2. penasaran

1042 Kata
* Dengan rasa penasaran yang menggelora aku berpikir dan menimbang akankah aku ke sana dan memergoki kegiatan suamiku, jika benar dia ada urusan bisnis jatuhnya aku akan malu sendiri dan buang waktu. Sedangkan jika betul Mas Danu dan Erika sedang berkencan maka setidaknya butuh 25 menit untuk sampai ke sana dan memergoki mereka, apakah dalam 25 menit perjalananku mereka yidak akan meninggalkan tempat itu? jika sampai di sana tak kudapati mereka maka perjalananku akan sia-sia. * Dengan mengendap-endap aku menuju loby utama hotel yang saat itu sedang lengang hanya ada beberapa pengunjung yang sedang asyik bercengkerama dengan keluarganya di sudut hotel berbintang lima itu sambil menikmati udara sore. Kutanyai resepsionist di mana restauran berada dan resepsionist memberi tahu jika letak restoran itu berada di ujung kiri belakang hotel, langsung menghadap laut. Kulangkahkan kaki dengan d**a bergemuruh, dan rasa penasaran yang membuncah ingin tahu apa saja yang sedang mereka lakukan di belakangku. Di sana, di meja itu, dari jarak 15 meter, suamiku duduk berdua dengan Erika, berbagi canda dan sentuhan fisik, sesekali janda seksi itu menyentuh tangan atau bahu Mas Danu sedang suamiku juga begitu, membalas perhatian wanita itu dan membenahi anak rambut yang tertiup angin menutupi wajahnya. Wanita itu, ia tidak melewatkan satu kesempatan pun untuk merayu suami orang, mengenakan celana jeans putih, baju warna pink pastel dengan belahan d**a rendah, yang mana isi dari belahan itu membusung dan tercetak jelas membuat lelaki mana pun yang melihat pasti akan menelan saliva. Tak lama dari itu, dengan santai dan tak banyak bicara aku bergabung dan duduk di meja mereka, Mas Danu yang melihatku tiba-tiba hadir di sisinya langsung terkesiap dan salah tingkah. "Sarah, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya berusaha tetap tegas meski raut gugup yang berusaha ia netralisir masih terlihat. "Aku kebetulan lewat sini, dan kulihat ada mobilmu, Mas. Jadi pikirku labih baik aku mampir untuk berkenalan dengan klien yang katamu peluang baru dan keuntungan," bisikku sambil tersenyum. "Eh, ak-aku ... ka-kami, anu ... kamu sudah lama di sini?" tanya wanita yang hampir dewasanya seumuran denganku itu. "Gak kok, aku baru datang," balasku sambil memberi kode pada pelayan agar dia mendekat. Tak lama pelayan datang menghampiriku. "Ada yang bisa saya bantu? Ibu mau pesan apa Bu," sapa pelayan itu. "Aku mau dibawakan segelas jus berry dengan tambahan buah bit," kataku. "Oh baik, Bu." Pelayan itu berlalu. "Kok minum itu?" Suamiku megernyit. "Berkhasiat untuk menjaga awet muda dan kaya antioksidan Mas." Aku tersenyum padanya dan dia hanya menggeleng saja. "Ehm, kalo begitu aku mau duluan ya, ada urusan," cetus Erika sambil buru-buru bangkit dari tempat duduknya. "Eh, jangan dulu, aku kan baru datang, masak kamu gak menghargaiku, bukannya aku istri kolegamu," ujarku pura-pura ramah dan menahannya. "Ngomong-ngomong tasnya bagus," ucapku melirik tasnya. "Oh, ini Hermes Birkin yang kubeli dari Prancis liburan tahun kemarin," jawabnya dengan sedikit bergaya sambil mengangkat tas berwarna putih yang senada jeans yang ia kenakan. " Aku kagum sama kamu," imbuhku sambil mengedipkan mata. Suamiku melihat kami berbincang-bincang terlihat gusar dan tak nyaman, terbukti dari gesturnya yang terus membenahi posisinya dan terlihat tidak sabar. "Sarah, Ayo kota pulang," ajaknya. "Nanti dulu, Mas." Aku baru ketemu Erika, dia juga teman arisan klub sosialita, jadi aku mau mengenalnya lebih dekat," balasku sambil pura pura menahan amarah dan tetap menyunggingkan senyum indah pada mereka. "Aku beli ini 500.000 ribu dolar lho," katanya pamer. aku hanya berdecak kagum sambil menghitung dengan kurs rupiah tas ia banggakan, waw, luar biasa. "Kamu pengusaha yag sukses ya, Er." "Hu-uhm, alhamdulillah, ya," desahnya ala artis yang suka bergaya manja di tivi swasta. Pesananku datang dan kupersilakan Erika dan suamiku untuk juga meminum minuman mereka. "Mari minum," ucapku sambil mengangkat gelas mereka pun menyambut dan ikut mengambil gelasnya. Kunikmati jus berwarna warna merah pekat tersebut sambil melirik dua orang di hadapanku yang kini juga saling melirik dan memberi kode. Kubayangkan jika Erika, suamiku, di tempat yang indah ini, mungkin mereka akan menikmati senja sambil saling memeluk dan bermesra, sedangkan aku di rumah tidak tahu apa-apa. Aku tahu saat ini dalam hati mereka merutuki kedatanganku yang merusak suasana kencan romantis mereka. Aku yakin, seratus persen,mana mungkin sebatas kolega atau teman biasa berani berkontak fisik demikian hangat dan mesra selain punya hubungan rahasia. Benar bukan? "Kalo gitu, aku permisi ya, aku harus jemput Elena dari les sore," pamit Erika sambil membenahi diri dan mengambil tasnya. "Oh iya,. Terima kasih udah memesan cincin padaku," ucap suamiku yang segera bangkit dan seolah olah aku tak tahu kegiatannya tadi, ia mengulurkan tangan dan mereka pun saling berjabat dan mengangguk formal. Menyaksikan itu membuatku ingin muntah. Dengan sepatu hak tinggi ia mulai melangkah anggun namun ketika melewatimu, dengan sengaja kurempong kakinya sehingga tersandung dan jatuh terjerembab ke arah gelas milikku yang kugenggam di tangan kakanku, di waktu bersamaan juga ia menabrak jus buah bit dan tentu saja minuman itu seketika tumpah di d**a, celana dan tas kesayangannya. "Oh my God," pekiknya kesal dan semua orang melihatnya. Suamiku segera bangkit membantunya berdiri begitu aku. "Aku minta maaf, Erika aku gak sengaja, astaga ...," lirihku dengan wajah pura-pura tidak berdosa. Aku puas melihat pakaian seksinya kotor dengan tumpahan jus buah yang tidak akan pernah hilang warna merahnya itu, juga tas senilai 7 miliar miliknya. "Duh, kasihannya, ck cK ck." Aku tertawa jahat dalam hati. Ia mengibaskan tangannya yang juga berlumuran jus kental itu, "Ya ampun," gumamnya, "Tas aku kotor, gimana ini," serunya panik. "Ini Erika," kataku sambil mecoba mengulurkan tisu. "Ya Tuhan ini gak bakal bisa di bersihin," keluhnya sambil berkali kali menyeka warna merah yang jatuh di tas kulit buaya albino ekslusif itu. "Gak bisa di laundry?" tanya Mas Danu juga ikut khawatir. "Gak bisa Mas, ini mahal dan aduh ...." Ia memijiti keningnya frustrasi. Sementara mereka berdua khawatir aku diam-diam tersenyum-senyum sendiri, "Ini baru permukaannya, tunggu hadiah selanjutnya." * "Apa maksud kamu numpahin jus di baju Erika," cecar suamiku di mobil dalam perjalanan pulang. "Aku gak sengaja, Mas." "Tapi barang yang dia kenalkan itu mahal dan kamu membuatku malu," desisnya marah. "Ih, aku kan gak sengaja, aku minta maaf, Mas." "Untung wanita itu gak minta ganti, kalo seandainya minta ganti tekor aku, Sarah." Mas Danu membeliak sebal ke arahku. "Ya udah lupakan aja," jawabku santai, "Ga usah dipikirin." "Kamu ya ...." Suamiku gemas bukan main dan aku hanya diam, tapi dalam hatiku berpesta pora.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN