Aku atau kekasih gelapmu?
**
Pertanyaan di atas hanya akan kuketahui jawabannya, setelah memberi sedikit kesan kecil untuk suamiku dan Erika, janda cantik yang selalu jadi primadona di jajaran member klub golf dan pengusaha kaya.
Astaga ....
*
"Mas, hari ini ada acara keluarga di Hotel Panorama, Mas bisa ikut 'kan?" tanyaku yang duduk berhadapan dengannya di meja makan, menikmati hidangan sarapan.
Suamiku, Mas Danu Mahendra sepertinya tidak menyimak pertanyaanku Ia menyuapkan nasi ke mulutnya namun tertahan di udara karena membalas dentingan pesan-pesan masuk di ponselnya.
"Mas ...."
"Hmm, apa?" Dia terlihat teralihkan setelah kupanggil untuk kedua kalinya.
"Mas gak dengar?"
"Aku tadi balas pesan."
Aku tahu dari sikap selalu berwibawa, tegas dan tampil paripurna suamiku menyembunyikan rahasia. Rahasia yang tidak ingin ia bagikan bahkan pada udara atau dinding yang berdiri kokoh di sekitarnya.
Kini kusimpulkan segurat senyum ke arahnya yang mana kepura-puraan luguku menyamarkan sakit hati yang kupendam.
"Kita ada acara keluarga, Mas. Haul kematian kakeknya Mas," ulangku pelan.
"Aku gak bisa ikut Sarah, aku ada pertemuan mendadak dengam klien penting," tolaknya tegas.
Kusunggingkan sekali lagi senyum semanis tadi sambil menuangkan s**u krim ke dalam kopinya.
"Baik tidak masalah," desahku pelan, "Tapi ... boleh aku tahu kliennya siapa?"
Ia mengangkat wajahnya menatapku saksama, aku tahu, ia enggan memberi tahu.
Ia menggeleng cepat, menyentuh ujung hidungnya, kemudian ujung bibirnya dengan gerakan tegas tapi terlihat ragu, gesturnya menunjukkan bahwa dia tak nyaman kutanyai demikian.
"Oh, klien dari kalangan orang terkenal ini kayaknya, Ma," balasnya padaku dengan panggilan mesranya.
"Siapa, artis?" selidikku.
Ia menggaruk kecil belakang kepalanya tanda gugup, lalu balik.menataoku tajam dan berkata, "Kok tumben banyak tanya, Papa seolah-olah dicurigai," katanya mencoba mengintimidasi menyamarkan bahwa ia memang sedang tak suka kucurigai
"Aku ... Aku jalan dulu ya, Ma." Ia bangkit dan segera mengantongi ponselnya dan meraih tas serta kunci mobil.
"Sarapannya belum habis, Mas," kataku sambil melirik piringnya.
Ia berhenti sejenak, dan mengibaskan tangan ke udara, "Cukup, Sayang nanti aku mengantuk karena kelebihan karbohidrat," jawabnya sambil melangkah cepat.
Aku tahu ia segera menghindar untuk tidak melanjutkan percakapan bersamaku. Dan lagi, ia melupakan kebiasaan kecilnya yang tidak pernah menyisakan makanan di piring. Katanya itu 'Pamali' dan bisa mengurangi rezeki, tapi kali ini. Aku pastikan ia sedang menargetkan untuk bertemu orang penting.
(Pelajaran mengenai tentang gestur selesai)
Pintu gerbang di tutup setelah mobil Audi warna biru tua itu menghilang. Kuraih ponsel untuk menghubungi keponakanku, anak kakakku yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumahku.
"Halo Tante," katanya
"Kamu bisa bantu Tante ikutin kemana perginya Om hari ini," pintaku pelan.
"Aku ada tugas daring Pagi ini, Tante. Tapi aku bisa mengikutinya secara virtual," ucapnya dari seberang sana.
"Bagaimana?"
"Pake pelacak number tracker dan GPS."
"Benarkah, tapi apakah perangkat suamiku tidak akan tahu, atau mungkin notifikasi akan masuk pada sistemnya jika kita sedang melacaknya."
"Oh ya, ya, Tante. Tapi aku akan coba, gimana?" tawarnya.
"Oke, coba aja," kataku sambil membuang nafas pelan.
"Coba hidupkan konfirmasi dari hape Tante, konfigurasi dan sinkronisasinya."
"Siap, sudah," kataku setelah memencet tombol accept.
"Ya udan Tante tinggal pantau aja, selama hape Om nyala, Tante tetap akan bisa melacak keberadaannya."
"Oke makasih ya," kataku.
"Eits, tunggu Te, aku gak dikasih uang jajan nih?" tanyanya manja.
"Oke, ini Tante transfer," jawabku.
Dasar keponakan matrealistis.
"Ma aku berangkat dulu," kata putriku yang menghampiri sambil mencium pipiku.
"Oke Laila sayang, hati-hati, ya," ucapku membalas ciumannya.
"Oh ya, Ma. Ingetin Papa ya, aku ada pentas piano Minggu depan, kalian orang tuaku harus hadir buat memberiku semangat," katanya dengan ekspresi bersemangat.
"Tapi kamu udah 16 tahun lho, sayang, masak di temani terus."
"Bukankah se-dewasa apa pun anak, mereka tetap akan menjadi bayi yang imut untuk orang tuanya?" Argumennya membuatku tergelak, ia cerdas dan lincah sekali.
"Oke sayang, siap, tentu aja," balasku dan dia tertawa bahagia.
**
Pukul sebelas siang, sambil menikmati tontonan cinema pribadi di rumah, kubuka ponsel untuk memeriksa Mas Danu ada di mana.
GPS-nya terlihat bergerak menandakan ia sedang berkendara. Dari kantor menuju pinggir kota.
Entah kemana dia?
Dan, pertanyaanku terjawab 20 menit berikutnya setelah dia berhenti dan penanda lokasi berwarna merah memberi keterangan nama, Blue Diamond Hotel and Spa.
Apa gerangan yang suamiku lakukan di sana, sebuah lokasi wisata yang jauh dari pusat perkantoran dan kesibukan.
Rasa penasaranku demikian membuncah sehingga entah tanpa sengaja atau kebetulan saja aku menekan tombol aplikasi i********:, dan secara kebetulan nama Erika Diana lewat dan memposting photo cantik di kolam renang, dengan pemandangan laut sebagai latar belakang dengan pose menggoda sambil menikmati floating breakfast dengan caption 'Bangga menjadi perhiasan bagi orang yang aku cinta'.
Lokasinya sama dengan lokasi Mas Danu berada, apakah ini kebetulan atau sesuatu yang direncanakan? Mestikah aku menyusul ke sana?