Chapter 83 - Curhatan Panom

1196 Kata
Panom dan Ardy berbicara berdua. Mereka meninggalkan Wish bersama Chery dan Ohn. Mereka sedang bercerita tentang apa yang terjadi sewaktu Wish dikatakan menghilang. Ardy ingin tahu apa yang terjadi dengan Panom dan Chery. Mereka tampak seperti Tom and Jerry yang saling bermusuhan. Ia menariknya keluar membeli makanan untuk Wish. Mereka berbicara sepanjang menuju kantin.  “Kau tampaknya kelelahan!” Ucap Ardy kepada Panom duluan. Ia mengatakan hal tersebut karena melihat Panom hanya diam saja. Panom tersenyum manis kepada Ardy.  “Enggak. Aku tidak kelelahan. Hanya tidak percaya saja ternyata Wish masih hidup!”  “Aku juga tak menyangka hal itu. Ini sebuah keajaiban. Apa kita sudah mengecek semua tempat semalam?”  “Tempat itu tidaklah luas. Kita sudah mengeceknya dengan sangat teliti!” Panom mengatakannya dengan sangat yakin. Ardy mengangguk. “Anak itu memang penuh dengan keajaiban. Aku sampai-sampai tidak bisa tidur karenanya. Aku juga bingung bagaimana menjelaskannya kepada orang tuanya nanti!” Kata Ardy menjelaskan apa yang dirasakannya sebelumnya. “Aku juga berpikir yang sama!”  “Bolehkah aku bertanya lebih jauh?” Tanya Ardy yang membuat langkahnya semakin lambat hingga Panom harus berhenti agar langkah mereka kembali serentak. “Sure!” Jawabnya sambil mengangkat tangan. “Apakah kau merasa Chery tidak menyukaimu?” Panom langsung diam. Ia tidak bisa mengatakan apapun sebagai jawaban. “Kau tahu! Aku bisa mendengarkan ceritamu!” Kata Ardy mencoba membuatnya nyaman. Kaki Panom terasa lemas. “Bolehkah kita berhenti sebentar? Kakiku tidak bisa bergerak dengan cepat!”  “Kita duduk disana saja!” Kata Ardy menunjuk ke arah pohon yang dibawahnya terdapat kursi taman berjarak lima meter. Ardy mencoba mengulurkan bantuan untuk memegangnya. Tetapi, Panom menolak. Ia merasa dirinya masih bisa berjalan karena jaraknya tidak terlalu jauh. Mereka pun duduk dan Ardy sedang menunggu jawaban dari Panom. Ia menghela napas dan melihat rumput di kakinya. Ia mengurut kakinya yang lemas dengan lembut sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk Panom. “Aku bisa bantu mengurutnya!”  “Tidak… Tidak perlu. Aku saja!” Jawab Panom. Setelah merasa baikkan, ia duduk dengan tegak dan memandang Ardy. “Sudah merasa baikkan?” Panom mengangguk. Tetapi, ia belum berdiri untuk melanjutkan perjalanan mereka. “Pasti lelah karena kita pagi ini menuruni bukit yang tinggi!” Kata Ardy. Mereka pagi ini turun dari gunung, dan belum sempat istirahat. Cepat atau lambat, pasti kaki mereka butuh istirahat. “Kau benar! Kita belum ada istirahat. Setelah turun dari gunung, kita langsung masuk kelas!”  “Sebentar lagi saja kita lanjutkan. Buatlah dirimu nyaman!”  Panom mencoba terbuka. Ia ingin mengatakan alasannya, tetapi tampak terlalu berat. Ia berpikir akan memulai percakapan dari yang simpel saja, lalu ke inti masalahnya. “Menurutmu Chery membenciku?” Tanya Panom memulai topik. Saat Ardy yang mulai menikmati sekitarnya, terutama sinar Matahari yang pekat, disitu pula Panom berbicara serius.  “Apakah aku bisa berbicara bebas?” “Ya, aku mengharapkan itu!” “Aku akan menjawab ‘ya, dia membencimu!’. Kau tidak melakukan hal yang aneh bukan?” “Maksudmu seperti pelecehan?” Kata Panom meneruskan pemikiran Ardy. “Tidak… Itu tidak akan terjadi. Aku sangat menghormatinya sebagai wanita!” “Syukurlah! Apalagi yang bisa membuatnya membencimu kalau bukan itu? Dia sangat memperhatikan kita semua! Baru kali ini aku merasa ia sangat tidak nyaman di antara kita!”  “Sepertinya ini memang salahku!” “Memangnya ada apa?” “Aku menyatakan cintaku kepadanya!” Kata Panom dengan wajah penuh penyesalan. Ia menyatakan perasaannya saat mereka mendaki gunung untuk melakukan uji coba proyek penelitian. Ardy yang mendengar hal tersebut langsung menelan ludahnya hingga terdengar seperti sedang menelan air putih yang banyak. “Aku berharap itu tidak benar!” “Aku benar-benar melakukannya! Perasaan ku tidak bisa ku tahan lagi!”  “Kita semua tahu bagaimana sikap Chery terhadap hal yang seperti itu. Ia akan sangat membencinya!” Kata Ardy memberikan pandangan lain. “Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku! Aku tidak tahu ia akan menolakku untuk yang kedua kalinya!” “Aku sekarang mengerti mengapa dia melihatmu dengan mata yang memandang rendah! Baru kali ini aku melihatnya memandang seseorang dengan kasar seperti itu!” Kata Ardy sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.  “Semua itu keluar begitu saja!” Kata Panom dengan nada yang besar dan matanya berkaca-kaca. Ardy langsung mengusap pundaknya berkali-kali agar Panom merasa lebih tenang. Emosinya tampak tidak terkendali lagi. “Kita akan cari cara agar Chery tidak marah lagi kepadamu!” Kata Ardy membuat Panom merasa tenang. “Semoga saja!” Kata Panom yang mengucek matanya. Sambil mengucek matanya dengan lembut ia berbicara lagi. “Baru beberapa jam saja, sudah membuatku ingin mati saja!” Ardy tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tidak ingin menyalahkan Panom dan menyudutkan perbuatan Chery. Ia juga takut bersikap lancang dengan membicarakan hal tersebut kepada Chery empat mata. Jika Chery tidak nyaman, bisa-bisa ia tidak mau lagi berada di dalam grup tersebut. “Baiklah… Aku sudah merasa baikkan!” Kata Panom yang telah menarik panjang ingusnya yang hampir jatuh. Mereka kembali berjalan menuju kantin. Di dalam kantin mereka bertemu dengan Mool. Ia yang melayani mereka. Sambil mengambil pesanan Wish yaitu Spaghetti Bolognese, Mool berbisik kepada Ardy. “Sudahkah kau tahu bahwa tingkah kepala sekolah sangat aneh?” Kata Mool bergosip. “Temanmu tidak disini, pasti kau merindukannya untuk bergosip bersama!” Kata Ardy bercanda. Yang dimaksudnya adalah Chery. “Aku belum sempat bertemu dengannya. Mungkin kau bisa sampaikan!” Kata Mool lagi dengan senyuman nakal. Panom mencoba mendengar dan hanya mendengar sekilas saja bisikan dari Mool. “Apa yang kau katakan?” Tanyanya pada Mool dengan bersuara pelan. “Kepala sekolah tampak aneh. Aku mengantarkan makanan untuknya, dan seleranya tidak seperti kepala sekolah!” Jelas Mool lebih terperinci. “Benarkah? Aku juga merasakan hal yang sama. Kepala sekolah tampak lebih lembut dan tidak emosian!” Kata Panom yang menyadarinya sendiri ketika pagi ini ia melaporkan Wish hilang, dan ia sama sekali tidak memarahi ataupun memberikan sanksi yang tegas.  “Berarti benar dugaanku! Ternyata bukan aku saja yang berpikir begitu!” Kata Mool lalu meninggalkan mereka. “Hei…” Panggil Panom lagi. Ia masih penasaran.  Mool berbalik lagi. “Apa ada yang lain?” Tanyanya. Ia melambaikan tangan. “Tidak ada! Itu hanya dugaanku!” Kata Mool yang sibuk melayani murid lain.  Panom dan Ardy keluar dari kantin. Dan sambil berjalan mereka membicarakan apa yang dikatakan oleh Mool. “Apa yang terjadi dengan kepala sekolah?” “Apa kau ingin mengamatinya?” Kata Panom sambil menaikkan alisnya.  “Jangan lakukan lagi hal yang berbahaya. Aku sangat trauma dengan semua yang kita lakukan untuk proyek penelitian!” Ucap Panom. Saat sedang asik berbicara, mereka melihat Will, Mike Lotito, dan semua team penelitian khusus tempat proyek kepala sekolah berada, berlari keluar dari ruangan mereka. Mereka berteriak seperti sedang dikejar oleh setan. Suara bunyi yang keras terdengar dari ruangan tersebut seperti sebuah sirine bercampur dengan suara mesin yang bergerak. “Apa yang terjadi?” Tanya Ardy yang menghentikan Mike berlari. “Sesuatu terjadi dengan penelitian kami. Robot yang kami buat bergerak sendiri dan menghancurkan ruangan penelitian.” Kata Mike lalu berlari. Ardy dan Panom tidak melihat ada sesuatu yang mengejar mereka.  “Mengapa ia harus lari?” Tanya Panom yang melihat Mike sangat ketakutan dan lari terbirit-b***t.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN