Chapter 62 - Memanggil Tetua-tetua Golongan Tua

1418 Kata
Tn. Smith menemui beberapa tetua-tetua dari golongan tua yang hidup di tengah kota. Ia pergi ke sebuah klub dan memanggil Tn. Rakell. Ia bekerja sebagai DJ di sebuah  klub malam. Ia memberikan alamat mereka berkumpul kepadanya, besok jam sepuluh pagi. Kemudian ia mencari empat orang lagi. Ia pergi menemui Tn. Bailey yang bekerja sebagai karyawan percetakan surat kabar. Ia mengganggunya di jam istirahat dan mengatakan mereka harus berbicara besok tentang sesuatu yang penting. Kemudian ia mencari temannya yang ketiga, termasuk ke dalam tetua-tetua yang harus ada saat rapat keputusan golongan tua. Ia adalah Tn. Hanifin. Jarak yang ditempuhnya untuk menemui Tn. Hanifin tidak tanggung-tanggung jauhnya. Tn. Smith harus pergi ke pedalaman hutan di kalimantan untuk bisa menemuinya. Ia bekerja sebagai penambang batu bara. Cukup lelah untuk menyusuri daerah pedalaman yang hanya bisa dilalui dengan sepeda motor atau berjalan kaki. Ia harus melalui jalan yang penuh lumpur dan gelap dengan hewan-hewan liar yang berada di sekelilingnya. Ketika sampai di sana, tidak seperti tetua yang lain. Ia hanya memastikan berada di lokasi yang tepat maka bisa langsung bertemu dengan Tn. Hanifin. Berbeda dengan kedua temannya yang lain, yang harus melewati para penjaga terlebih dahulu dan harus mendapatkan izin untuk berbicara.  Ia dengan cepat berbicara kepada Tn. Hanifin agar ia datang ke tempat yang ditentukan besok jam sepuluh pagi. Tn. Smith memperingatkannya agar tidak terlambat. Ia paling benci untuk menunggu. Temannya yang keempat dan kelima adalah saudara kembar. Mereka bernama, Tn. Kromo dan Tn. Krosom. Kedua temannya ini sangat unik. Mereka tidak bisa berbicara tanpa saudara nya. Mereka akan berbicara kata per kata yang bergantian mengucapkannya. Mereka tidak bisa melanjutkan ucapan mereka sebagai satu kalimat jika saudaranya tidak mau berbicara. Mereka seperti seseorang yang memiliki satu otak tetapi dua tubuh. Mereka tidak sulit dicari. Mereka tinggal di tengah kota dan bekerja sebagai penjahit baju pengantin pria dan wanita. Di lingkungan itu mereka cukup terkenal. Tn. Smith tidak terlalu sulit untuk menanyakan alamat yang tepat. “Aku tidak ingin kalian terlambat!” Ucap Tn. Smith di depan pintu mereka yang meninggalkan sepucuk kertas berisi alamat yang harus mereka datangi. “Kenapa” Kata Tn. Kromo, lalu dilanjutkan dengan Tn. Krosom. “Tiba-tiba.” “rapat?” “Aku?” Saling menatap. “Aku?” “Aku.”  “juga.” “tidak.”  “tahu!” Melihat Tn. Smith pergi, mereka pun kembali masuk ke dalam rumah. Suara pintu mereka tertutup sangat keras. Keesokan harinya, Tn. Smith menunggu mereka di ruang tanah rumahnya. Ia sudah mengatakan kepada istrinya agar lima orang yang datang nanti boleh dipersilahkannya untuk masuk ke dalam ruang tanah mereka.  Semua pun hadir. Tn. Rakell, Tn. Bailey, Tn. Hanifin, dan yang terakhir Tn. Kromo dan Tn. Krosom yang masuk ke dalam ruangan dengan pertengkaran. “Maaf!” Kata Tn. Krosom duluan di depan Tn. Smith dan yang lain karena suara pertengkaran mereka yang menebak tentang apa yang akan dibicarakan dalam rapat tersebut. “Kami!” Kata Tn. Kromo. “Tidak,” “Bermaksud!”  Tn. Smith dan yang lain tidak banyak bicara. Mereka mempersilahkan kedua pria itu duduk dan berharap tidak melanjutkan ocehannya. Mereka pun memulai rapatnya.  Pertama-tama, Tn. Rakell bertanya dimana Tn. Lion, dan mengapa ia tidak ikut. Tn. Smith bingung menjawabnya. “Ini tentang kita dulu. Tn. Lion akan menyusul!” Jelas Tn. Smith singkat. “Bagaimana bisa ada rapat jika ketua nya tidak datang?” Kata Tn. Bailey dengan nada kasar. “Kita akan bicarakan itu nanti. Kita berfokus pada ceritaku ini saja, dan kalian akan mengerti tentang mengapa Tn. Lion tidak ikut!” Kata Tn. Smith yang beberapa kali menarik napas menahan emosinya kepada Tn. Bailey. Inilah salah satu alasannya tidak ingin menjadi ketua karena sangat sulit mengatur tetua-tetua ini. Ia pun mulai bercerita tentang apa yang terjadi kepada golongan mereka setelah situasi sudah tampak tenang dan hening. Mendengar cerita itu, Tn. Smith tidak berharap mereka senang. Mereka tampak khawatir dan tidak aman karena mereka harus mengorbankan keluarga mereka kepada Mr. Pella.  Tn. Hanifin berbicara, “Kita harus lari!” “Tidak bisa! Ini tidak bisa dilakukan! Kau sudah gila? Kita harus mengorbankan keluarga kita setiap tahunnya kepada pria gila itu? Mengapa penting sekali untuk patuh kepadanya?” Kata Tn. Bailey lagi dengan nada kasar. Tn. Kromo dan Tn. Krosom berbicara. Ia menatap tajam mata Tn. Smith agar ia tidak berani berbohong. “Apa,” “Kau,” “Diberikan,” “Sesuatu?”   Tn. Smith menatap balik mereka dengan tajam juga. Ia ingin mereka mematuhi apa yang dikatakannya.  “Kau bukan pemimpin golongan ini! Kami tidak akan setuju!” Kata Tn. Hanifin dengan tegas memberikan kesimpulan. Tn. Smith tidak bisa berkata lagi jika ia diragukan sebagai pemimpin golongan itu. Ia harus melakukan sesuatu. Diambilnya cincin yang diberikan oleh Tn. Lion kepadanya lalu memakainya dan menunjukkannya kepada mereka. “Sudah? Ini cukup membuktikan bahwa aku bisa memerintah kalian!” Kata Tn. Smith dengan geram. Ia menunjuk cincin tersebut yang sebagai tanda bahwa Tn. Lion memberikan kekuasaannya kepada Tn. Smith. “Kau membunuhnya?” Tanya Tn. Rakell dengan pikiran negatif. “Tidak!” Jawab Tn. Smith tertawa. Mereka sangat syok melihat cincin tersebut berada pada Tn. Smith. Cincin pemimpin golongan tua tidak akan bisa terlepas jika bukan pemiliknya yang melepasnya sendiri. Meskipun pemimpin tersebut dibunuh dan cincinnya diambil paksa, ia tidak bisa memakainya, karena cincin tersebut sudah menyatu dengan kulit tangan pemimpin. “Tn. Lion masih hidup. Ia memberikannya kepada ku!”  Mereka tidak menyangka hal tersebut akan terjadi. “Kita akan menjadi sekutu Mr. Pella dan kita akan mengorbankan beberapa anggota golongan kita setiap tahun, dan kita akan membantunya untuk membuka kursus kepada anak-anak yang masuk ke sekolahnya. Keputusan itu tidak bisa ditawar, dan aku ingin Tn. Bailey yang akan mengatur kursus tempat calon murid-murid belajar.” Ucap Tn. Smith dengan tegas. Mereka tidak bisa berkata apa-apa lagi karena ucapan pemimpin wajib ditaati. Jika tidak, mereka akan mati seketika itu juga.  Ia menerangkan lagi lebih lanjut kepada mereka tentang tugas yang harus mereka lakukan. Lalu pergi dengan cepat. Ia memberi ketentuan bahwa mereka akan rapat sekali seminggu dengan waktu dan jam yang sama dan wajib hadir.    *** Tak terasa sudah sebulan berjalan. Mr. Pella dan Rebel-rebel yang lain sangat sibuk dalam membuat rancangan gedung sekolah mereka. Diperkirakan sebulan lagi mereka akan sudah mulai memasukinya dan sekolah sudah bisa beroperasi.  Mr. Pella memanggil Tn. Smith kembali. Tetapi, ia tidak memanggilnya datang ke rumah Mayda, melainkan ke tempat tinggal mereka, di Bus di pinggir kota. Ia ingin memastikan bagaimana perkembangan tugas yang diberikan kepada Tn. Smith. Ia juga sekalian akan memberikan tugas baru untuk Tn. Smith yang membantunya untuk mengurus murid-murid. Tn. Smith pun sampai. Mereka masuk ke dalam Bus. Yang di dalam bus tidaklah banyak. Hanya ada Brake dan Jeli. Sedangkan yang lain sibuk melakukan penyeleksian murid-murid di rumah Tn. Braam. Semua undangan sudah mulai memberikan respon dan mendaftar. Jadi mereka sibuk dan kadang bergantian datang ke tempat penyeleksian. Hari ini yang menjaga tempat tinggal mereka adalah Brake dan Jeli. Tn. Smith baru pertama kali datang ke tempat itu. Ia cukup kagum karena bus yang mereka pakai menjadi tempat tinggal tersebut cukup mewah dan nyaman untuk ditinggali. “Duduklah!” Tn. Smith pun duduk dengan mata yang masih jelalatan. Ia masih belum puas melihat isi rumah itu. “Sudah bagaimana perkembangan murid-murid yang kursus untuk masuk?” Tanya Mr. Pella. “Semua sudah dilakukan Tuan. Kita sedang melakukan pengajaran.” Jawab Tn. Smith mengangguk. “Apakah aku sudah bisa mendapatkan toples jiwa?” Tubuh Tn. Smith tiba-tiba terasa kaku. Sangat berat untuk menjawab pertanyaan itu. Ia sadar bahwa situasi ini memang memaksanya untuk mengorbankan teman-temannya kepada Mr. Pella. Mr. Pella melanjutkan ucapannya. “Aku ingin melakukan ritual tersebut setelah sekolah dimulai. Berarti bulan depan. Setelah itu, kita akan lakukan ritual untuk anak-anakmu agar ia lahir menjadi manusia utuh tanpa mengurangi kecerdasan milik para dewa.” Lalu ia tertawa. Tn. Smith tersenyum paksa. Ia menjanjikan sebuah hal yang sulit. “Sebelum bulan depan, pasti toples jiwa tersebut sudah ada Tuan!”  Mendengar berita baik itu, Mr. Pella menepuk pundak Tn. Smith. Ia tampak gembira karena ucapannya itu. “Bagaimana dengan keturunan istimewa?” Tanya Mr. Pella setelah itu. “Keturunan istimewa yang berumur lima belas tahun hanya ada tiga orang saja. Mereka adalah keturunan Dash, Mullins, dan keturunan acak.” Ucap Tn. Smith. “Tidak masalah. Meski begitu, mereka tetap bisa melakukannya. Tidak masalah jika sembilan keturunan tidak lengkap. Beberapa dari mereka bisa mewakili.” Kata Mr. Pella yang berbicara kepada dirinya sendiri. Ia mengatakannya dengan pandangan ke depan saja, tanpa melihat Tn. Smith. Semuanya tampak lancar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN