Chapter 70 - Melarikan Diri

1544 Kata
Keesokan harinya mereka pun pergi ke ruangan Pak Wangsa bahwa penelitian mereka sudah berhasil dilakukan. Pak Wangsa sangat senang dengan keberhasilan tim tersebut. Ia pun memerintahkan agar mereka melanjutkan penelitian yang membawa manusia melewati waktu. Pak Wangsa sangat berharap mereka bisa melakukannya. Tujuan utama ia mendirikan perusahaan itu adalah agar bisa menemukan cara untuk melintasi waktu. Karena tidak bisa langsung menggunakan media manusia, mereka mencoba menggunakan media huruf dan angka. Yang terpenting mereka sudah menemukan jalur untuk melintasi waktu tersebut dan tinggal menyesuaikannya saja. Pak Wangsa pun memberikan mereka perintah agar penelitian Human Time Travel bisa dikerjakan mulai besok.  Prof. Rei sedikit kecewa. Ia berpikir bahwa dirinya diberikan kebebasan sebentar untuk keluar dari ruangan itu. Tetapi, ternyata tidak. Ia tidak diberikan kesempatan untuk beristirahat. Dengan senyuman palsu ia dan Andrew keluar dengan berat hati bersama Pak Wangsa yang ingin melihat sendiri keberhasilan mereka. Mereka akan pergi ke ruangan penelitian untuk mencoba mesin tersebut. “Lebih baik kita menunda saja untuk melakukannya!” Bisik Andrew kepada Prof. Rei. Pak Wangsa pun percaya setelah melihat sendiri bahwa pesan-pesan yang mereka kirimkan ada yang dibalas. Mereka mengirim lima puluh pesan dan ada empat puluh lima pesan yang mengirim balasan. Hari itu menjadi hari yang sangat indah bagi Pak Wangsa. Ia berkali-kali memuji Prof. Rei dan juga Andrew. Ia kembali ke ruangannya meninggalkan Prof. Rei dan Andrew. *** Sudah seminggu berlalu. Semua tentang penelitian tersebut dicatat Prof. Rei di buku hariannya. Ia diam-diam membangun mesin waktu yang bisa membuka pintu dunia waktu. Menurut teori Prof. Rei, melintasi waktu berarti membuka sebuah pintu ke pertengahan antara waktu dan realita. Dengan berhasil membuat mesin waktu, ia akan berhenti di antara dunia kini dan dunia tujuan, mengganti haluan menuju dunia waktu berada.  Prof. Rei sudah lama memikirkan caranya. Ia sebenarnya juga sudah tahu bahwa chat time travel sangat mudah untuk dibuat. Ia sudah yakin bahwa itu akan berhasil. Tetapi, untuk melibatkan manusia dalam penelitian ini sangatlah berbahaya. Ia tidak ingin alat tersebut disalahgunakan. Dengan mensukseskan penelitian pertamanya, ia menginginkan kepercayaan dari Pak Wangsa, karena penelitiannya mengenai kunci menuju dunia waktu tempat Flos berada belum juga berhasil. Ia harus bersabar hingga mesin tersebut tercipta dan ia akan segera pergi dari perusahaan tersebut secara diam-diam. Dua tahun kemudian, Wish sekarang berumur empat tahun. Pak Wangsa marah besar karena penelitian mereka untuk membuat mesin waktu tak juga ada perkembangan. Sebenarnya, semua itu karena Prof. Rei sengaja tidak memberikan banyak kontribusi dalam penelitian itu. Ia banyak menyembunyikan rumus-rumus yang membuat mesin tersebut tidak bekerja dengan baik. Mereka semua pun dipanggil oleh Pak Wangsa. Mereka semua dimarahi hingga telinga mereka terasa bengkak.  Saat mereka semua pergi, Edward, kepala penelitian Prof. Rei dulu tidak keluar dari ruangan. Ia ingin berbicara dengan Pak Wangsa berdua saja. “Kamu tidak keluar? Repetan saya kurang?” Senggak Pak Wangsa. Edward menyeringai, berharap bisa meredakan amarah Pak Wangsa.  “Ada yang ingin saya katakan dengan bapak!”  Pak Wangsa duduk di kursinya dan mempersilahkannya untuk berbicara.  “Saya bukannya ingin menjelek-jelekkan seorang pribadi. Tapi, menurut bapak kenapa penelitian ini tidak membawakan hasil padahal sudah berjalan dua tahun?” Kata Edward. “Itu yang saya bingungkan! Apakah penelitian pertama tidak memiliki manfaat yang menunjang penelitian ini? Padahal secara kasar seharusnya mesin untuk Chat Time Travel sama dengan Human Time Travel cuma harus dibuat lebih besar dan dengan energi yang lebih besar.” Kata Pak Wangsa menebak-nebak.  “Saya awalnya juga berpikir yang sama dengan Pak Wangsa. Tapi kan pak, yang lebih tahu cara kerja kami adalah kami sendiri. Aku sering sekali melihat Rei pergi tanpa sepengetahuan rekan-rekan yang lain, meninggalkan mereka di ruang penelitian tanpa pengawasan. Ia lebih suka bersama anaknya di ruangannya hingga tengah hari lalu datang ketika jam kerja sudah akan berakhir. Itu mencurigakan sekali kan?” Kata Edward dengan lembut. Ia tidak ingin terdengar seperti seseorang yang sedang mengadu domba. “Benarkah? Mengapa tidak ada yang melaporkan hal itu kepada saya? Jika itu alasannya, memang masuk akal sekarang. Mengapa kamu baru mengatakannya sekarang?”  “Rei adalah kepala penelitian ini. Saya tidak berhak menjelek-jelekkannya. Karena bapak sudah memarahi kami, saya pikir ini saatnya saya harus buka suara!” Kata Edward memberikan alasan yang dibuat-buat. “Ini harus dibenarkan!” Ucap Pak Wangsa.  Ia pun memperbolehkan Edward pergi dari ruangannya setelah seluruh keterangan yang diketahuinya sudah diberitahu kepada Pak Wangsa. *** Prof. Rei sedang berada di kamarnya. Tinggal sedikit lagi, penelitiannya tentang kunci menuju pertengahan ruang dan waktu berhasil. Ia tersenyum-senyum sendiri membayangkan bahwa usahanya tidak akan sia-sia. Ia juga memikirkan Emot yang awalnya menyarankan hal itu. Dalam hati ia mengucapkan terima kasih kepada Emot karena perhatiannya. Saat itu akan terjadi, Wish pergi keruangan ayahnya dan berkata, “Ayah.. ayo kita main tangkap bola seperti yang paman Jhon lakukan!” Suaranya sangat manis terdengar. Ia membawa bola yang akan digunakannya untuk bermain. Prof. Rei melihat wajah Wish. Ia mendekatkan wajahnya menatap Wish yang pendek. Ia membungkuk dan mengelus pipinya. “Ayah lagi kerja. Wish bisa bermain sendiri dulu? Ayah akan lakukan nanti setelah kerjaan ayah selesai. Boleh?” Wish tersenyum. Ia sudah terbiasa dengan ucapan itu. Ia langsung mengangguk dan berlari keluar dengan bola di tangannya. Prof. Rei kembali melanjutkan penelitiannya. Sebuah alat berbentuk bola dengan tombol-tombol di sebagian sisinya. Ia menamakan alat tersebut sebagai Moon. Ia merangkainya sedikit demi sedikit dan mencobanya. Ia merasa bahwa alat itu sudah bisa bekerja dengan baik. Ia pun berencana untuk keluar dari perusahaan itu membawa anaknya.  Ia mulai mengepak barang-barangnya sekaligus alat-alat yang akan dibawanya. Ia akan berencana keluar malam itu juga. Ia tidak ingin berlama-lama lagi karena tujuannya sudah berhasil.  Saat malam tiba ia pun keluar ruangannya mengendap-endap sambil menggenggam tangan Wish. Tanda direncanakan Andrew melihat Prof. Rei mengendap-endap pergi. Ia pun menghentikannya. “Hei.. Apa yang kau lakukan?” “Andrew.. Bisakah kau merahasiakan ini? Jangan beritahu yang lain tentang ini!” Kata Prof. Rei.  Andrew melihat Wish yang tak bersalah diam saja dan bertingkah manis. Ia tersenyum kepada Andrew dan menyapanya. “Hi paman Andrew! Kami ingin pergi. Sampai jumpa lagi!” Melihat manisnya ucapan Wish, membuat Andrew menyentuh lembut dagunya tanpa ucapan sedikitpun. “Jangan lakukan ini! Kau bisa-bisa dalam bahaya!”  “Aku harus pergi. Bantulah aku kali ini!” Kata Prof. Rei memohon. Ia melepaskan tasnya dan menyatukan tangannya memohon kepada Andrew.  Andrew tidak bisa menolaknya. Ia tahu bahwa Prof. Rei pasti ada alasan yang masuk akal. Ia pun membantunya untuk pergi. “Baiklah, aku akan alihkan penjaga di pintu utama. Kau bisa pergi setelahnya!” Kata Andrew.  Mereka pun pergi. Seperti rencana awal mereka, Andrew mengalihkan perhatian penjaga dan Prof. Rei bisa keluar dengan mudah. Ia pergi dengan mobilnya yang ada di parkiran dan keluar dengan selamat.  Keesokan harinya, Pak Wangsa pun mengetahui bahwa Prof. Rei lari dari perusahaannya. Ia sangat marah dan melihat CCTV. Ia memanggil Andrew karena melihat Prof. Rei menemuinya sebelum akan pergi.  Andrew memenuhi panggilan Pak Wangsa. Ia sangat takut seperti akan terkencing di celana. Pak Wangsa menanyakannya beberapa pertanyaan mengenai alasan Prof. Rei pergi meninggalkan perusahaan. “Kau tidak ingin mengatakannya?” Ancam Pak Wangsa. “Saya benar-benar tidak tahu pak! Dia tidak mengatakannya kepada saya!” Jawab Andrew dengan menunduk tak berani menatap mata Pak Wangsa. Ia sebenarnya merasa bersalah karena membiarkan Prof. Rei pergi begitu saja. Tetapi apa daya, ia tidak berpikir panjang semalam.  “Mengapa kau membantunya tanpa tahu mengapa ia pergi? itu tidak masuk akal!” Ucap Pak Wangsa. “Saya tidak tahu apa-apa pak, beneran!”  Karena tidak puas dengan alasan yang dikatakan Andrew, Pak Wangsa mengeluarkan senjata api. Andrew melihat benda itu keluar dari laci mejanya. “Katakan sekarang!” Kata Pak Wangsa sambil menodongkan senjata itu ke arahnya.  Andrew tidak bisa berpikir. Ia hanya memohon kepada Pak Wangsa agar tidak membunuhnya. Ia memohon berkali-kali tapi semuanya dibalas dengan makian dan teriakan. Dalam hitungan ketiga, Pak Wangsa langsung menembak Andrew di kepalanya.  Ia menelepon pengawal dan menyuruhnya untuk membereskan mayat Andrew. Ia memerintahkan agar melakukan pencarian terhadap Prof. Rei secepat mungkin. Laporan demi laporan diterima tetapi masih belum menemukan dimana keberadaan Prof. Rei. Pak Wangsa sangat tidak stabil. Ia sering marah-marah karena kejadian tersebut.  Kemudian Edward kembali menemui Pak Wangsa. Ia mengatakan bahwa mesin yang mereka buat sebenarnya sudah bekerja. Tetapi, yang salah adalah energi yang dipakai. Energi yang dipakai harus besar dan tidak habis-habis. Ia mengatakan bahwa ada sebuah batu yang dibawa oleh Prof. Rei yang memiliki energi yang dibutuhkan mesin tersebut.  “Bagaimana dengan energi yang dimasukkan ke dalam mesin sebelumnya?” Tanya Pak Wangsa yang mengacu kepada mesin Chat Time Travel.  “Kami sudah mencobanya tadi dan berhasil. Tetapi, masih butuh lebih banyak.” Ucap Edward. Pak Wangsa langsung tertawa terbahak-bahak. “Aku ternyata dibodohi! Aku tertipu oleh bocah tengik.” Ia kadang tertawa dan kadang marah. Ia pun memerintahkan penjaganya lagi untuk memperbanyak orang yang mencari Prof. Rei. Ia tidak masalah jika ia harus mencarinya hingga ke ujung dunia bahkan kutub utara sekaligus. Ia memerintahkan mereka untuk tidak membawanya hidup-hidup atau mayatnya sekaligus ke hadapannya. Ia ingin Prof. Rei mati di tempat tanpa ampun. Tak ada lagi yang namanya pengampunan kepada seseorang yang telah berkhianat.  Pak Wangsa pun mengangkat Edward menjadi kepala dari penelitian tersebut. Ia menyuruhnya untuk melanjutkan penelitian tersebut hingga selesai mau bagaimanapun caranya. Edward yakin ia bisa menemukan cara lain selain menggunakan energi dari batu milik Prof. Rei.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN