Hari ini Ezra memberitahu bahwa dirinya akan pergi ke luar kota selama tiga hari. Troy yang sempat ngambek dan meminta ayahnya untuk tidak pergi, harus membuat Ezra menjanjikan satu hal. Bahwa mereka akan pergi berenang ke tempat yang diinginkan putra semata wayangnya itu.
Daya membujuk Troy dengan mengiming – iminginya membuatkan layangan dan mereka akan bermain di taman belakang. Ezra tersenyum puas saat bujukan Daya berhasil pada Troy, namun anaknya itu tetap ingin berenang jika Ezra sudah kembali.
"Titip Troy ya Daya. Besok ibu saya akan kesini juga, saya kasih nomor hape kamu pada ibu untuk saling komunikasi."
"Baik Pak. Saya enggak akan kemana – mana." Jawab Daya.
Ezra menurunkan Troy dan mulai masuk ke dalam mobil. Kini Daya yang menggendong Troy untuk mengantarkan ayahnya pergi dengan melambaikan tangan.
"Ayo Kak bikin layangan."
Ajak Troy ketika mobil Ezra sudah menjauh. Daya melihat tidak jauh dari rumah Ezra, dua petugas kepolisian yang berada dalam mobil tengah memperhatikannya. Dibawanya Troy kembali masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu lalu menuju taman belakang.
"Kita cari bahan - bahannya dulu ya."
"Ehm, cari di mana?"
"Troy punya kertas besar enggak?"
"Ehmmm." Troy tampak berpikir, kemudian ia teringat sesuatu. "Ayah aku punya banyak kertas Kak di tempat kerjanya. Ayo!"
Troy menarik tangan kanan Daya untuk mengikutinya masuk ke dalam ruang kerja milik Ezra. Daya baru pertama kali masuk ke dalam ruang pribadi majikannya. Ruang kerja Ezra berada di sebelah kamar pribadi dan bisa diakses melalui kamar langsung menggunakan pintu yang terhubung. Troy menggapai sakelar lampu, Daya membantunya menyalakan lampu dengan mengangkat tubuh bocah riang itu.
Ruang kerja Ezra tidak terlalu besar, sangat fungsional. Hanya terdapat satu kursi kerja dengan roda, meja kerja dengan permukaan kaca dan sofa panjang tunggal. Rak di sisi kirinya berisi buku – buku dan miniatur bangunan yang tertutup plastik mika.
"Ayah, kerjanya apa Troy?" Daya tidak mampu menahan penasarannya.
"Ayah bikin rumah. Bikin hotel, bikin gedung. Tukang bangunan." Jawab Troy polos, membuat bahu Daya bergetar menahan tawa.
"Arsitek?"
"Arsitek apa Kak?"
"Yang gambar rumah."
Troy melihat foto – foto di atas meja dan menunjukkannya pada Daya.
"Ini. Ayah yang buat gedung itu." Troy menunjuk sebuah stadion olahraga di Negeri tetangga dan membuat Daya terperangah.
"Kontraktor?"
"Kontraktor apa Kak?"
Daya menggaruk kepalanya. Dia kadang lupa jika sedang berbicara dengan Troy yang usianya baru lima tahun.
"Yang bangun rumah dan gedung – gedung."
Troy membulatkan bibirnya dengan lucu.
"Aku enggak tahu."
Troy membuka laci meja kerja Ezra dan mengeluarkan sebuah ponsel.
"Ih hape ayah ketinggalan Kak!"
Namun Daya mengingat bahwa tadi Ezra sempat bicara melalui ponselnya sebelum pergi dan memasukkan ke dalam saku celana.
"Itu hape yang lain kali Troy."
Troy tampak asik memainkan gadget itu. Sepertinya ponsel ini tidak terkunci. Daya melihat apa yang sedang dimainkan Troy, namun tidak ada aplikasi apapun kecuali galeri yang berisi banyak video. Video pertama yang dibuka Troy menunjukkan suasasana rumah mereka. Daya teringat cctv. Tentulah ponsel ini adalah sarana bagi Ezra untuk memantau kegiatan mereka selama di rumah. Namun, benda itu sekarang malah tidak terbawa saat Ezra justru sedang bepergian jauh.
Troy terus menggulir video dan membukanya secara acak.
"Ih ada tante Vivi!" Seru Troy, membuat Daya kembali melihat video yang sedang diputar anak asuhannya.
"Siapa tante Vivi?" Tanya Daya ketika melihat seorang wanita cantik muncul dalam video yang menunjukkan bagian ruang tamu rumah yang mereka tempati.
"Temannya ayah. Tante Vivi suka datang bawa oleh – oleh dan banyak mainan buat aku." Troy tampak asik melihat video dalam ponsel itu.
Hingga Daya menyadari, bahwa adegan dalam ponsel itu akan menunjukkan hal pribadi. Wanita yang ditunjuk Troy sebagai tante Vivi tengah memeluk Ezra dari belakang, di ruang makan yang masih tersorot oleh kamera cctv.
"Troy, cari kertas lagi yuk!"
"Ohiya. Hehehe." Troy menyerahkan ponsel itu pada Daya dan mulai mencari kertas besar yang akan digunakan untuk membuat layangan.
Daya sempat melihat adegan itu, ketika Ezra berbalik dan mencium tante Vivi lalu mendudukan wanita itu di atas meja. Dengan cepat, ditekannya tombol kembali dan meletakkan ponsel itu ke tempat di mana Troy mengambilnya. Jantung Daya berdetak cepat. Ia sedikit merasa malu dan takut karena sudah melihat hal pribadi milik majikannya.
"Ini bisa Kak?" Troy menunjukkan kertas karton berwarna biru yang sudah digunting di beberapa sisi.
Digelengkannya kepala sebentar dan kembali membantu Troy untuk menemukan kertas agar mereka bisa bermain layangan.
***
Selesai menidurkan Troy, Daya membuat teh bunga krisan untuk dirinya sendiri. Ketika melihat meja makan, wajahnya merona untuk alasan yang tidak jelas. Dia masih ingat bagaimana sepasang tangan Ezra meremas b****g wanita dalam cctv tadi, kemudian menciumnya dan mendudukan wanita itu di atas meja yang kini ia tempati.
Deringan ponsel bahkan membuat Daya terkejut, terlebih, ketika nama Ezra terpampang sebagai pemanggilnya. Dia berdeham beberapa kali sebelum kemudian menjawab panggilan majikannya yang pasti akan menanyakan Troy.
"Halo."
"Daya! Kamu belum tidur kan?"
"Belum Pak."
"Gimana Troy? Masih ngambek enggak?"
"Enggak Pak. Tadi saja ajak main layangan, tapi anginnya sedikit. Jadi kita main badminton saja."
Daya menceritakan kegiatannya hari ini bersama Troy, tanpa menyebutkan tentang ponsel itu tentu saja. Yang dijawab sesekali kekehan pelan Ezra atau hembusan napasnya, yang Daya tak dapat pungkiri, itu terdengar seperti bibir Ezra sedang berbisik di telinganya langsung dan itu seksi. Ia mengusir pemikiran nakal yang sempat hinggap di kepala.
"Oke. Terima kasih ya untuk bantu saya menemani Troy. Istirahatlah Daya, saya telepon lagi besok. Malam."
Ada rasa tidak rela ketika Ezra memutuskan sambungan telepon lebih dulu. Daya menatap ponselnya selama beberapa saat. Penasaran dengan bagaimana keseharian Ezra yang tidak berani diperhatikannya dalam jarak dekat. Perlahan, kaki Daya kembali menuju ruang kerja Ezra. Dinyalakannya sakelar lampu dan kembali menghampiri meja kerja ayah Troy. Daya duduk di kursi hitam milik majikannya dan membuka laci tempat di mana dia meletakkan ponsel itu tadi siang.
Sedikit gugup, Daya membuka kembali galeri yang sempat dilihatnya.
Daya terhenyak ketika menyaksikan adegan yang sempat dia lihat tadi siang. Aktifitas dua manusia dewasa itu berlanjut bahkan menuju sofa di mana kamera cctv dapat merekam semua itu sangat jelas. Wanita yang dipanggil tante Vivi oleh Troy kini sedang berbaring di atas sofa dengan blouse yang sudah terlepas dari tubuhnya. Sementara kepala pria yang memberinya pekerjaan kini sedang berada di antara d**a wanita dalam rekaman itu.
Daya menyentuh d**a kirinya tanpa sadar. Ia mengingat perasaan menyenangkan yang diberikan Boy dan Lucky ketika memainkan dadanya. Namun tiba – tiba, ingatan tentang Monika yang merangsek masuk ke dalam ruangan Lucky, di mana dirinya baru saja memberikan surga dunia pada mantan bosnya itu, memenuhi pikirannya. Tamparan dan tendangan Monika di sekujur tubuhnya, membuat Daya kembali membuka mata dan sadar. Dipukulnya dahi dengan tangan dan segera mematikan ponsel yang sedang memutar adegan Ezra dan tante Vivi tengah bercinta.
Daya membersihkan kepala dari pikiran negatif dan terus mengingatkan diri, bahwa dia jatuh sedalam ini sebab dirinya yang terlalu jauh memainkan peran sebagai penggoda atasannya yang juga pasangan seseorang. Dan video tadi menjelaskan, bahwa Ezra juga memiliki wanita lain yang tidak mungkin berada di level yang sama dengannya. Daya tidak ingin terbang tinggi untuk kemudian dihempaskan lagi ke Bumi. Kini dia harus terus memastikan bahwa kakinya tetap berpijak dan dia harus menjalaninya. Suka tidak suka. Dia tidak ingin mengartikan lebih pada kebaikan Ezra yang sudah sangat membantunya keluar dari salah satu permasalahan hidup. Finansial.
Meletakkan ponselnya di tempat semula, Daya memandangi ruang kerja Ezra sekali lagi. Dan berlalu dari sana setelah mematikan lampu.
•••