Selesai membersihkan kaca, Adys mengantar kopi s**u Adyt seperti hari sebelumnya.
Setelah meletakan kopi s**u di atas meja Adyt, Adys meletakan juga uang dua lembar seratus ribuan. Adyt mengangkat kepala dari berkas-berkas yang sedang ia periksa.
"Apa ini?" Tanyanya.
"Uang bakso kemarin," jawab Adys.
"Ambil lagi" Adyt memberi perintah, sambil menunjuk ke arah uang itu dengan dagunya. Adys menggeleng.
"Saya sudah niat, gaji pertama untuk traktir adik-adik makan bakso, jadi saya ...."
"Ambil lagi!" mata Adyt tajam menatap Adys.
"Tapi ...."
Adyt berdiri dari duduknya, ia melangkah mendekati Adys.
"Saya bilang ambil lagi!" katanya dengan nada marah.
"Tapi saya tifak perlu uang Bapak" jawab Adys, kepalanya mendongak menatap berani ke mata Adyt. Adyt menurunkan kepalanya, mata mereka bertemu saling berkonfrontasi.
"Ini ruangan saya, ini kantor saya, ini masih jam kerja, kamu masih dibawah perintah saya, dan saya tidak suka dibantah, ambil kembali uangmu, lalu cepat ke luar dari sini!" kata Adyt dengan suara dingin tepat di depan wajah Adys.
Adys menundukan kepala, tak sanggup menatap mata, dan wajah dingin di depannya. Dengan tangan gemetar, diambil lagi uangnya, lalu cepat ke luar dari ruangan yang terasa bagai neraka, meski pemilik ruangan itu bersikap sedingin es.
'Dasar sombong, angkuh, bossy, menyebalkan,
Awas saja kalau main perintah di luar kantor, nggak akan aku turuti,' gerutu Adys
---
Adyt, dan Andrea baru selesai makan siang, kali ini mereka makan di ruangan Adyt, dengan makanan yang dibawa Andrea. Andrea baru saja pulang dari syuting di luar kota, meski lelah, tapi Andrea tetap memilih untuk bertemu Adyt dulu, sebelum pulang ke rumah, karena waktu luangnya yang semakin sedikit.
"Nggak dihabiskam makannya? Lama-lama kamu bisa kurus," protes Andrea, saat Adyt tak menghabiskan makanannya.
"Sudah kenyang," jawab Adyt.
"Sayang, mungkin beberapa bulan ke depan, kita akan jarang bertemu. Aku, dan Mas Erwin sudah sepakat, untuk menerima tawaran layar lebar. kita akan syuting di Bali, dan lombok," cerita Andrea.
"Hmmm ...."
"Kok hmmm sih?"
"Aku harus berkata apa?"
"Komen apa begitu!"
"No komen saja."
"Kok begitu?"
"Semuakan sudah diputuskan, apapun yang akan aku katakan, nggak akan ada pengaruhnya'kan?"
"Kamu marah?"
"Entahlah, jujur aku mulai merasa tidak merasakan apa-apa."
"Sayang, jangan bicara begitu."
"Kamu selalu memutuskan sesuatu, tanpa pernah minta pendapatku De. Oke, ini karirmu, impianmu, tapi setidaknya kita bisa mulai dari sekarang, untuk membicarakan segala sesuatunya berdua. Itu kalau kita ingin, hubungan ini bisa terus berlanjut nantinya."
"Sayang ... maaf, tapi sungguh aku tidak bermaksud mengecilkanmu, atau tidak menghargai kamu, maafkan aku." Andrea mulai terisak.
Adyt meraih Andrea ke dalam pelukannya.
"Maaf kalau aku sudah kasar, tapi kupikir kita harus berpikir ulang, jika ingin meneruskan hubungan kita."
"Sayang ... aku cinta kamu, sangat cinta kamu, aku juga cinta pekerjaanku, jangan pinta aku memilih kamu, atau karirku," isakan Andrea semakin keras.
"Aku tidak memintamu memilih, aku hanya ingin kita berpikir lebih jauh, baik buruknya jika kita terus bersama."
Adyt mengecup puncak kepala Andrea.
"Kamu tau, aku sangat menyayangimu, aku tak ingin menyakitimu, tapi aku ingin kita bisa jujur pada hati kita."
"Sayang ...."
"Mungkin memang ada baiknya, kamu syuting di sana, dan kita tak bertemu beberapa waktu, agar kita bisa meneliti hati kita. Apakah kamu yang aku inginkan, dan apakah aku yang kamu harapkan." Adyt menangkup wajah Andrea, menatap matanya dalam.
"Sayang ...."
"Ssttt jangan protes, De, ini untuk kebaikan kita berdua, sudah saatnya kita berpikir ulang, akan hubungan kita."
Andrea akhirnya mengangguk, ia tahu Adyt bukan orang yang suka dibantah.
Tiba-tiba.
"Uncleeeeee!" teriakan nyaring bocah menggema di ruangan Adyt.
Cepat Adyt, dan Andrea berdiri, dan melepaskan pelukan mereka, Andrea menyusut air matanya.
"Eeh ada Andrea, kapan kembali dari luar kota, Sayang." Emira mendekati Andrea, dipeluk, dan mencium pipi Andrea, hal sama juga dilakukan Tiara, dan Sekar.
"Baru siang ini pulang, langsung ke sini makan siang sama Mas Adyt," jawab Andrea.
"Pacar teladan, calon istri idaman, iya kan?" goda Tiara. Adyt hanya tersenyum samar.
"Aunty De, bawa oleh-oleh buat kita nggak?" Tanya Satria.
"Aduuhh ... maaf ya Sayang, Aunty nggak sempat beli apa-apa buat kalian," jawab Andrea lembut.
"Huuuhh! Aunty De nggak cayang kita, ya kan Nang?" Safira melengos marah, dengan tangan dilipat di depan d**a seperti biasanya.
"Fira ... aadek nggak boleh ngomong begitu sama Aunty. Ayo minta maaf!"
"Ngak mau, Fia mau ganti Aunty aja!" jawabnya.
"Iya Abang juga!" Satria ikutan bicara.
"Heeh benel!" 2A ( Arjuna,Ndan Andriani) ikut-ikutan.
"Mana bisa Aunty De diganti. Aunty De, ya Aunty De," bujuk Emira.
"Bica, Fia mau ganti Aunty De cama Tante Adys, Fia mau na Tante Adys yang jadi Aunty Fia!" sengit Safira.
"Fira ... Adek nggak boleh begitu," tegur Sekar lagi.
Andrea mengingat-ngingat, di mana pernah mendengar nama Adys.
Ponsel Andrea bergetar.
"Permisi sebentar angkat telpon," pamit Andrea pada semuanya, yang dijawab dengan anggukan ibu-ibu, juga Adyt.
"Fia nggak boleh ngomong begitu ya, nanti Aunty De nya nangis. Fia bisa dimarah Opa," bujuk Sekar.
"Tapi ...." Safira masih ingin protes
"Fia, jangan bantah Bunda." Sekar melotot ke arah anaknya, membuat Fira mengkerut melihatnya, lalu bersembunyi di balik kaki Adyt yang masih berdiri di tempatnya.
"Sekar jangan terlalu keras sama Fira Sayang," kata Tiara.
"Nanti kebiasaan, Mam," jawab Sekar.
Tiara hanya menghela nafas, Sekar persis dirinya dulu, saat menghadapi Sakti, lebih keras dari Steven yang cenderung memanjakan, hal itu juga yang dilakukan Sakti pada Fira, dan Satria ... memanjakan.
Andrea kembali masuk ke ruangan Adyt.
"Mohon maaf semuanya, aku harus cepat pulang, nanti sore ada live." Andrea mengambil tasnya di sofa.
"Ooh ... nggak apa-apa De, jangan lupa istirahat ya, makan yang teratur juga, biar nggak mudah sakit," jawab Emira.
"Iya Mah, terima kasih" Andrea mencium pipi Emira, Tiara dan Sekar.
"Aunty pulang dulu ya." Andrea mengusap kepala E-Bi tapi keempatnya cuek saja.
"Aku pulang yang, soal yang tadi nanti kita bicarakan lagi," kata Andrea pelan sambil cipika cipiki dengan Adyt.
Adyt hanya mengangguk.
BERSAMBUNG