YANG SABAR YANG KESAL

1352 Kata
"Ah, cucu ...." Danita manggut-manggut mendengarnya masih dengan senyum di bibirnya yang berwarna merah terang yang membuat dirinya terlihat sangat cantik sekali. Kecantikannya memang paripurna. Jadi wajar jika Danita memang sangat menyenangkan mata jika dilihat. Cih! Apa-apaan Babeh minta cucu sama dia? Nggak tahu aja dia ini iblis wanita! Tapi pesona itu tentu saja hanya menarik bagi orang yang tidak mengenalnya. Beda dengan Rizki yang sudah memiliki pemikiran sendiri soal wanita yang ada di hadapannya. "Aku sebenarnya tidak masalah kapanpun membuat cucu Babeh, yang jadi masalah apakah suamiku, Rizki, mau buat cucunya cepat-cepat atau mau menikmati masa pacaran berdua dulu supaya tak diganggu?" "Ehm, Da-Danita, lepaskan tanganku!" Rizki sebal karena Danita menggelendoti tangannya "Kagak ape-ape Ki, namanye udeh nikah mah bini mo nempel ma lakinye kaya pegimane juge kagak ade yang bisa larang!" lagi-lagi babehnya yang sudah tahu dan sudah diceritakan oleh Rizki bagaimana Danita, malah tak bisa diajak kerjasama. "Kalo die kagak mao, takol aje kepalanye Neng! Paksain aje Neng, keukeupan tiap hari biar setaon udeh selesei tuh adonan!" Dan tambahan lagi Zaenal main menyeletuk begini. Bagaimana Rizki tak berasap? "Hahah, baiklah Beh, aku akan berjuang untuk cucu Babeh!" dan ini yang paling menyebalkan untuk Rizki. Danita malah menjadikannya senjata untuk menggodanya lagi. "Sayang, kamu denger kan kata Babeh? Jadi kita--" "Ehm, Beh, Rizki mo pacaran dulu Beh, urusan cucu belakangan." "Lu tuh, emang lu mau Babeh lu nih udeh di alam baka baru lu punya anak?" "Bu-bukan gitu, Beh, tapi--" "Kagak pake tapi! Balik ni dari Mushola, cepetan deh lu ye bikin tu Neng Danita junior!" "Heh? Apa maksudnya sih Beh?" "Gue mo cucu cewek biar cantik kaya emaknye kagak bengal kaya elu! Ngelawan terus bisanye ame orang tue!" "Lugu mertuaku ini! Sangat polos dan memang sesederhana inikah pikirannya sampai berpikir kalau wanita sepertiku benar-benar menyukai anaknya? Hahaha!" Celetukan dari Zaenal kembali terngiang di kepala Danita. Sehingga dirinya dari tadi memang tidak bisa berhenti tertawa jika mengingat ini. Apalagi setiap kali matanya terpaut dengan Rizki, ingin rasanya dia terkekeh. "Hahaha, your dad is really---" "Bahasa Indonesia Nona Danita! Aku ingin kau bicara dengan bahasa Indonesia denganku!" sengit Rizki. "Sssh, You should named me Mrs. Danita Ileana Fadhlan Umar!" "Hey, apa susahnya sih ngomong bahasa Indonesia? Aku tahu bahasa Inggris-mu lancar, tapi aku bukan orang Inggris juga sih. bahasa Indonesia, bicara denganku dengan bahasa Indonesia karena aku orang Indonesia!" Saat ini Danita hanya berdua dengan Rizki dan sudah berada di mansionnya yang kemarin Rizki datangi. Tentu saja Danita tidak mau tinggal di tempat tinggal Rizki yang semi permanen tanpa tetangga dan kumuh. Danita tadi dengan kata-katanya yang manis meminta di hadapan Zaenal untuk membawa Rizki ke rumahnya saja. Dengan senang hati babeh-nya Rizki itu mengizinkannya. Danita juga berbasa-basi menawarkan Zaenal untuk ikut tinggal dengan mereka. Tapi pria itu menolak dengan alasan dia tidak mau jauh-jauh dari mushola. Makanya, Danita menginstruksikan Rizki membawa barang-barangnya semua pindah ke mansionnya. Bahkan dia memberikan peringatan sambil berbisik kalau pria berstatus suaminya itu juga harus membawa motor bututnya itu. Entah apa yang direncanakan oleh Danita. Tadinya Danita ingin menyuruh orang dari mansionnya yang mengurus kepindahan Rizki. Tapi sayangnya pria itu lebih suka memindahkan barang-barangnya sendiri. Makanya Danita pulang lebih dulu dengan mobilnya sedangkan Rizki memilih menyusul dengan motor bututnya. Sampai di mansion, suami Danita segera diantar oleh pelayan menuju kamar Danita dan saat inilah, Danita yang masih terngiang dengan ucapan Zaenal terkekeh saat Rizki di hadapannya dan ada perdebatan kecil mulai dari Rizki yang memaksa baju-bajunya tetap akan dipakai dan ditaruh di lemari, masalah di mushola yang dibahas lagi, tapi Danita tak bisa fokus. Melihatnya selalu mengingatkan Danita pada Zaenal dan dari tadi, dia memang menahan tawa. Dan lagi-lagi, Danita memang suka kelepasan ngomong ke-inggris-inggrisan karena memang dia bukan besar dan tinggal di Indonesia sebelumnya. Rizki masih tidak suka Danita yang bicara dengan bahasa Inggris. "Listen up! Aku ini besar tidak di Indonesia. Dan aku ini sudah memiliki kebiasaan seperti ini. Jadi mungkin kau yang harus beradaptasi denganku.” "Sudah kukatakan padamu jika kau bicara dengan bahasa seperti itu aku tidak akan meladenimu Nona Danita!" Rizki menaruh tasnya yang satu lagi di lantai karena memang dia tidak membawa banyak barang. "Bisa kau memberikanku kamar yang lain? Aku yakin sekali di mansion ini ada banyak kamar kosong dan aku rasa aku tidak harus sekamar denganmu!" Permintaan Rizki yang mau bernapas sedikit lega tanpa harus menatap Danita setiap saat bangun dan mau tidur. "Itu soal mudah. Tapi jadi sulit karena aku tidak mau sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Misalkan saat ayahku datang dan dia mengetahui kita pisah kamar, itu tidak akan bagus untukku. Dan aku juga sudah mengatakan pada semua pembantuku di sini kalau kau adalah suamiku. Maka kalau kau pisah kamar denganku kita akan terlihat seperti kita sedang berpura-pura. Bukankah itu juga akan merugikanmu?" Ya, Rizki juga tahu itu tidak akan terlihat natural. "Mungkin kau pernah dengar cerita tentang kerajaan Inggris di mana Ratu Elizabeth juga punya kamar terpisah dengan pangeran Philips? Mereka punya privasi masing-masing dan tidak harus tinggal dalam satu kamar. Bukankah itu akan lebih menyenangkan untuk kita berdua?" "As a case of point, It's perfect for an instance! However we are in Indonesia not in England, either Rizki! We have different culture." "Karena kita ada di Indonesia, bicaralah dengan bahasa Indonesia Nona Danita!" "Tapi contoh yang kau berikan itu di England!" "Sssh!" Rizki gemas sendiri. "Dengar, aku hanya ingin kita bisa tak sekamar! Mungkin kau bisa memberikanku kamar dengan pintu terhubung dengan kamar ini?" Masih bagus Rizki masih bisa sabar menghadapi Danita. "Do you mean connecting door?" "Apapun lah! Berikan aku kamar terpisah!" Rizki sudah bilang kalau dia tidak akan meladeni Danita yang bicara dengan bahasa Inggris. Tapi ya memang sulit. Danita dua puluh tujuh tahun di luar negeri. Masih bagus bahasa Indonesianya lancar karena ibunya memang membiasakan bahasa Indonesia. Jadi bukan maunya bicaranya campur aduk. "Negative. Your request is not possible for us to make it up!" Pening kepala Rizki. Tapi dia memang tidak mau terlihat begitu dekat dengan orang yang ada di hadapannya. Haruskah dia memang sekamar dengannya? Monster wanita yang mengerikan itu? "Haaah!" Rizki menghempaskan napas panjang dan membuang wajahnya dari wanita itu sejenak. Mencoba untuk tetap waras. "Baiklah, aku terima!" Dia menaruh tangannya di pinggang sebelum ekor matanya kembali pada Danita dan Rizki membuka telapak tangan kanannya. "Apa yang harus kutandatangani? Mana berkas-berkasnya?" Percuma lagi dia meminta pindah kamar. Tidak akan dikabulkan. Bukankah Rizki lebih baik mengukuhkan perjanjian di antara mereka? Itulah kenapa perjanjian ingin segera dibaca oleh Rizki untuk melihat poin-poin keberuntungannya. "Perjanjian ada di dalam berkas itu!" Rizki mengambil berkas yang ditunjuk oleh Danita dengan dagunya di meja yang memisahkan mereka. Rizki membaca sambil berdiri dan berusaha memahami pasal demi pasalnya. Enggan rasanya dia untuk duduk di sofa. "Oke tidak ada masalah!" Seperempat jam Rizki membaca dan itu pun masih dengan posisinya yang berdiri, baru dia kembali menatap Danita sambil menyerahkan berkas yang sudah ditandatanganinya. "Kau simpan copy-annya dan taruh berkas aslinya di meja!" Danita masih duduk bersandar di sofa seberang Rizki tanpa berniat untuk menggerakkan tangannya mengambil berkas yang disodorkan pria itu. Karena itulah Rizki kembali meletakkannya di meja. "Sudah selesai! Lalu apa sekarang agendanya?" "Hmm, kita baru menikah bukan Rizki Fadhlan Umar? Bukan seharusnya kau tahu apa yang dilakukan oleh pria dan wanita yang baru menikah, hmm?" "Bisakah kau memberikan jawaban yang waras padaku?" "This is the most common things after wedding." "CIH!" wajah Rizki memerah kesal. "Apa yang membuat otakku semakin gila harus mempertahankan bekerja sama dengannya? Harusnya aku menyetujui yang dikatakan babeh buat berhenti saja dan tak perlu melanjutkan ini!" Ingin rasanya Rizki mencekik wanita yang ada di hadapannya itu karena makin gemas campur kesal. "Hahaha! Sabarlah! Bukankah tidak baik kau marah-marah terus pada istrimu dan kita kan baru menikah bukan? Atau mungkin kita akan langsung straight ke rencana yang diinginkan oleh ayahmu?" Tapi masih cukup sabar Rizki berdiri di tempatnya tanpa mendekat dan melakukan niat dalam benaknya tadi melihat jawaban Danita yang masih main-main dengannya. "Aku tidak sedang bercanda dan tak ingin buang waktuku menemanimu bermain, Nona Danita!" Rizki lagi menyeletuk. Rizki juga yakin Danita cukup pintar untuk tidak berpikir ke arah sana. "Nyonya Danita Ileana Fadhlan Umar. Bukankah seharusnya begitu namaku sekarang?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN