PROLOG

2005 Kata
"Sahara! Kesini!" Sahara berbalik, matanya langsung bertatapan dengan Jane. Perempuan itu masih memakai gaun wisuda dan di pundaknya tergantung tas besar yang langsung di lemparkan pada Sahara. "Bantu aku bawa tas itu." Jane memandang Sahara dari atas sampai bawah. "Kau harus ikut denganku pergi sekarang juga," kata Jane. "Kita akan kemana, Jane?" tanya Sahara. "Pesta kelulusan di bar milik Vegas. Jangan bilang kau tak tahu! Semua orang datang ke pesta itu, Sahara!" kata Jane. Sahara melihat sekelilingnya. Sebenarnya ia ingin segera pulang karena berjanji akan mengajak ibunya makan malam bersama. Ini adalah hari wisuda Sahara. Acara wisuda sudah selesai sejak dua jam yang lalu, tapi semua orang masih di kampus untuk berfoto-foto. Sedangkan ibu Sahara sudah pulang sejak dua jam yang lalu karena ada panggilan dari rumah Capaldi. Benar. Ratii - Ibu Sahara - adalah seorang pembantu di rumah keluarga Capaldi. Lebih tepatnya, rumah orang tua Jane. "Maaf, Jane. Aku tak diundang ke sana. Aku tak ingin pergi. Dan orang tuamu pasti akan curiga kalau aku tak segera pulang," kata Sahara. "Karena itu! Tepat karena itu aku mengajakmu pergi! Agar orang tuaku tak tahu kalau aku pergi berpesta! Kau pikir aku mengajakmu karena aku ingin pergi denganmu? Tidak sahara!" Jane berbalik menuju mobilnya. "Memangnya dia siapa? Dasar tak tahu diri," gumam Jane yang masih bisa Sahara dengar. Melihat Sahara tak mengikutinya, Jane berbalik. "Kau tak dengar aku bilang apa? Ikut denganku sekarang, Sahara!" teriak Jane dengan kesal. Sahara menggantungkan tas Jane ke pundaknya dan segera mengikuti Jane dan dua orang temannya. Mereka berada di parkiran dan Sahara terpana melihat mobil baru Jane yang tampak menonjol di antara mobil-mobil lain. Kemarin, sebagai hadiah kelulusannya, orang tua Jane memang memberikan hadiah mobil pada Jane. Bugatti Veyron yang Sahara yakin berharga puluhan milyar. "Hei! Kau pikir dimana kau akan duduk?" tanya Jane ketika Sahara membuka pintu belakang. Sahara hanya diam dan Jane berkata lagi. "Kau yang menyetir! Kau pikir aku mengajakmu untuk bersenang-senang? Kau menyetir untuk kami! Kau paham?" kata Jane. Sahara hanya mengangguk dan membuka pintu depan. Mencoba berpikir positif, setidaknya ia bisa mengendarai mobil semahal milik Jane ini. Perempuan itu menyalakan mobilnya dengan canggung dan melajukannya dengan hati-hati. Jika Sahara merusak mobil baru Jane, mungkin Jane akan membunuhnya. "Kau serius? Darimana kau tahu Rush akan datang nanti?" tanya Siera - salah satu teman Jane. "Vegas memberitahuku langsung! Darimana dia punya uang untuk memanggil Rush, Sialan! Aku tak sabar bertemu dengan Aron! Dia pasti seksi sekali!" kata Jane dengan senyum lebar. "Jujur, aku lebih suka drummer mereka. Siapa namanya? Yuta? Dia keturunan Jepang kan? Kau lihat waktu dia memukul drum? Otot-ototnya - ya ampun. Aku bisa hidup bahagia hanya dengan otot-otot itu," kata Dania - teman Jane yang lain. Jane membuka kotak make-up-nya dan membersihkan wajahnya. "Aku tetap lebih suka Aron. Dia lebih seksi dari drummer-mu itu," kata Jane. Dania melirik Jane kesal. "Terserah. Setidaknya kita tak berebut laki-laki yang sama. Aku dengan Yuta-ku, kau dengan Aron-mu. Puas?" Jane tersenyum kecil dan mengangguk. Senyum perempuan itu menghilang ketika melihat Sahara meliriknya dari kaca mobil. "Fokus menyetir saja! Awas saja kalau melukai Jennifer-ku!" kata Jane. Teman-teman Jane tertawa. "Jennifer? Kau menamai mobilmu Jennifer? Lucu sekali, Jane," kata Siera sambil tertawa. Jane hanya tersenyum kecil dan Sahara fokus pada setirnya. Sahara mendengarkan Jane dan teman-temannya membicarakan band bernama Rush itu tanpa henti. Hingga mereka sampai di bar milik Vegas dan Sahara memarkirkan mobil Jane di depan bar mewah itu. * * * * * Jane melemparkan sebuah tas besar pada Sahara. "Ini! Pakai ini! Kau tak mungkin berpesta dengan gaun wisuda itu, kan? Ganti pakaianmu dan pergilah sesukamu! Jangan mengikutiku karena aku tak ingin orang-orang berpikir kita berteman, Sahara!" kata Jane lalu meninggalkan Sahara. "Bukankah kau terlalu jahat pada anak pembantumu itu?" tanya Dania yang masih Sahara dengar. Jane berhenti dan berbalik menghadap Sahara. "Satu lagi! Jangan mabuk! Jangan menyentuh minuman apapun di sini karena kau harus menjadi sopir untuk kami!" kata Jane lalu benar-benar pergi dari hadapan Sahara. Sahara menghembuskan napasnya panjang. Dua puluh tahun ia bersabar pada sikap Jane yang menyebalkan. Tapi Sahara tak pernah membalas Jane sedikitpun. Sahara tak pernah membenci Jane sedikit pun. Karena hanya dengan itu, orang tua Jane mau menyekolahkan Sahara hingga ia lulus dari sekolah kedokteran seperti sekarang. Keluarga Capaldi membayar uang sekolah Sahara dengan harapan Sahara dapat membantu Jane di kuliah. Dan memang itulah yang Sahara lakukan. Tugas kuliah Jane hampir semuanya Sahara yang mengerjakan. Lebih tepatnya - Sahara menjadi pesuruh Jane ketika di kampus. Seperti sekarang. Tepatnya sekarang saat ia harus datang ke pesta berisik ini hanya untuk Jane. Namun, Sahara tetap tersenyum. Karena sebentar lagi ia akan terbebas dari Jane. Dia sudah lulus dan sebentar lagi dia akan mendapat pekerjaan. Sahara akan keluar dari rumah keluarga Capaldi dan membeli rumahnya sendiri. Sahara tak akan lagi membiarkan ibunya menjadi pembantu di rumah besar itu. Setiap kali melihat ibunya direndahkan oleh keluarga Capaldi, Sahara sangat sedih. Sahara selesai mengganti pakaiannya ketika ia mendengar suara teriakan dari orang-orang di pesta. Perempuan itu melihat sekelilingnya, berharap menemukan Jane, tapi Jane tak terlihat dimanapun. Sahara tak memiliki teman. Meskipun di tempat itu banyak teman angkatannya, tapi Sahara tak dekat dengan mereka. Status Sahara sebagai anak pembantu sudah tersebar luas dan tak ada yang ingin dekat dengannya. Sahara berkuliah di kampus mahal dan semua dari mereka berasal dari keluarga terpandang. Tak tahan dengan teriakan orang-orang, Sahara memilih menepi. Duduk di meja bar yang lumayan jauh dari lantai dansa. Seorang bartender memberikan segelas minuman berwarna biru padanya, tapi Sahara hanya meliriknya. Jane mungkin akan membunuhnya jika ia benar-benar mabuk. Jadi Sahara hanya duduk diam di sana- sambil melihat sekelilingnya. Matanya berhenti ketika melihat band yang kini sedang bermain di panggung. Mungkin mereka yang dibicarakan Jane tadi. Empat pria yang membuat semua orang berteriak seperti orang gila. Meskipun tak terlalu tahu, tapi Sahara sering melihat wajah mereka di televisi. Mereka banyak menjadi bintang iklan di televisi. Band nomor satu di Indonesia - R.U.S.H. For tonight, I'm yours So deny the truth We'll stay behind closed doors 'Cause all I wanna do is lie with you Tak bisa Sahara pungkiri, suara vokalis mereka begitu indah. Membuat Sahara tak sadar ikut tersenyum menikmati lagu mereka. Hingga tak sadar Sahara meraih minuman yang diberikan bartender tadi dan meminumnya sampai habis. Sahara baru sadar setelah lagu berakhir dan empat pria itu turun dari panggung. Digantikan dengan band baru yang tak Sahara kenal. "Sialan! Aku tak boleh mabuk!" kata Sahara pada dirinya sendiri. Sahara menoleh ke kiri kanannya, berharap menemukan apapun yang membuatnya tak mabuk. Tapi Sahara tak menemukan apapun, bahkan hanya segelas air putih. Sedangkan kepala Sahara sudah pusing. Sebenarnya, jenis minuman apa yang diberikan bartender tadi padanya, sih? "Satu gelas whiskey, please?" Sahara menoleh ketika mendengar suara berat dekat di telinganya. Perempuan itu terkejut dan hampir jatuh dari kursi ketika melihat vokalis yang menyanyi di panggung tadi duduk di sebelahnya. Laki-laki itu meraih pinggang Sahara dan menariknya kembali ke kursi. Sahara dengan cepat menarik diri. Kenapa dadanya berdetak keras, hanya karena sentuhan kecil dari laki-laki itu? Apa ini juga salah satu efek dari alkohol? Sahara tak tahu karena ini pertama kali dirinya mabuk. "Kau - kau mirip sekali dengan -" Sahara tak menyelesaikan kata-katanya karena tiba-tiba kepalanya berputar. Sedangkan laki-laki di depannya hanya tersenyum kecil. Tetap menahan tangan Sahara di meja agar tak jatuh. "Kau ingin berkata aku mirip Aron? Banyak orang yang mengira begitu," kata laki-laki itu sambil menurunkan topi hitam yang dipakainya. "Bukan. Bukan hanya mirip. Tapi suaramu juga sama. Apa kau benar-benar Aron Roosevelt?" Laki-laki itu tertawa. "Kau bahkan tahu nama lengkapku? Apa kau penggemar Aron?" Sahara memperhatikan laki-laki itu lebih dekat lagi. "Oh - kau bukan dia. Seorang Aron Rush tak mungkin duduk di sampingku seperti sekarang, kan?" Sahara berbalik, menunjuk orang-orang di lantai dansa. "Kau lihat orang-orang di belakangku? Semuanya berteriak ketika melihat Aron.” Laki-laki itu tak menanggapi perkataan Sahara dan meneguk wiskinya. Sesekali melirik Sahara yang masih bergumam tak jelas. Perempuan itu mencari Jane dan ingin mengajaknya pulang sekarang, tapi Jane tak terlihat di manapun. Tiba-tiba, laki-laki di depannya bertanya, "Memangnya apa yang kau sukai dari Aron, hah?" Sahara mengangkat alisnya. "Siapa bilang aku menyukainya? Aku bahkan tak mengenalnya," kata Sahara. "Tapi kau tahu namanya." "Aku tahu namanya, bukan berarti aku mengenalnya. Dia hanya - hanya pria yang sering menongol di televisi kau paham? Aku tak ingin melihatnya, tapi bagaimana lagi? Semua iklan ada wajahnya!" racau Sahara. Laki-laki asing itu tertawa. "Kau serius?" tanyanya. "Kata orang-orang, alkohol membuat orang lebih jujur. Aku sedang mabuk sekarang. Aku tak mungkin berbohong." "Aku hanya tak menyangka ada orang yang tak menyukaiku," lirih laki-laki itu. Sahara mendekatkan wajahnya. "Apa kau bilang?" "Bukan apa-apa," jawab laki-laki itu. Bibir Sahara mengerucut kesal. Kepalanya rasanya berputar tujuh keliling. Perempuan itu berdiri, bersandar pada meja bar karena tubuhnya tak bisa berdiri tegak. Sahara menepis tangan laki-laki asing itu yang ingin memegang tangannya. "Kau sendiri? Dengan siapa kau datang?" tanya laki-laki itu dengan suara serak nan beratnya. "Aku - aku ha-rus per-gi," kata Sahara dengan tubuh hampir terhuyung ke belakang. "Tidak bisa. Kau bahkan tak bisa berdiri tegak, Manis. Aku akan menemanimu mencari temanmu. Kau datang dengan seseorang?" Harusnya Sahara menjawab bahwa ia datang dengan Jane. Harusnya Sahara menjauhi laki-laki asing itu dan pergi menjauh. Tapi kegelapan lebih dulu menarik Sahara dari kesadarannya. Hal terakhir yang Sahara ingat adalah suara laki-laki asing itu yang memanggilnya. "Hei, kau dengar aku? Kau tak boleh pingsan di sini. Aku tak bisa mengantarmu pulang. Hei! Hei!" panggil laki-laki asing itu sambil berusaha menyadarkan Sahara. Perempuan itu jatuh ke pelukan laki-laki asing itu. Entah kenapa merasa begitu mudah jatuh padanya. Sahara bangun ketika merasa laki-laki itu menggendongnya keluar bar lalu memasukkannya ke sebuah mobil sport yang terparkir di depan bar. Sahara harusnya menolak pergi bersama laki-laki itu, tapi Sahara hanya menurut ketika laki-laki itu memasangkan sabuk pengamannya. "Sial! Aku tak bisa berkendara lama. Aku mabuk. Lebih baik kita menginap di hotel saja," kata laki-laki itu yang bisa Sahara ingat. Laki-laki itu menghentikan mobilnya di sebuah hotel mewah di dekat bar. Menggendong Sahara keluar seolah tubuhnya ringan. Sahara menekan kepalanya ke d**a laki-laki asing itu. Entah kenapa begitu nyaman berada di pelukannya. Apalagi mencium aroma musk yang hangat darinya. Perempuan itu tak sadar hingga laki-laki itu membaringkannya di sebuah kamar hotel. Sahara bangun ketika ia merasa di tempat asing. "Di-ma-na aku?" tanyanya dengan wajah bingung. "Sial! Kau bangun," ujar laki-laki itu sambil membuka segelas wine di meja samping ranjang. Laki-laki itu menawarkan wine itu pada Sahara, tapi perempuan itu menolak. Sahara ingin berdiri dan pergi dari kamar asing itu. Perempuan itu mengeratkan tasnya dan berdiri dengan susah payah, tapi laki-laki di depannya itu mendorongnya kembali ke ranjang. "Kau tak boleh pergi setelah aku susah payah membawamu ke sini, Cantik," katanya dengan seringai yang membuat Sahara panik. Sahara yakin dirinya melawan. Dengan sekuat tenaga mendorong laki-laki itu menjauh dari dirinya. Melarangnya menyentuh hal yang Sahara jaga selama ini. Tapi alkohol membuat Sahara lemah. Dan tenaga laki-laki itu begitu kuat. Laki-laki yang mirip dengan vokalis Rush itu. Laki-laki yang Sahara yakin juga sedang mabuk. Mereka berciuman - dari bibir, leher, d**a, hingga semua pakaian Sahara terlepas dan laki-laki itu melepas pakaiannya sendiri. Tubuh Sahara menegang menerima sentuhan laki-laki asing itu. Tapi ia tak bisa menolak lebih lama. Sahara menyerah di bawahnya. Membiarkan laki-laki itu memimpin dan menunjukkan sesuatu yang Sahara yakin adalah surga. Sahara tak pernah merasakan hal yang lebih indah dari apa yang diberikan laki-laki asing itu malam itu. Sentuhannya, suara desahannya, dan hangat kulitnya - membuat Sahara Laki-laki itu terus melakukannya hingga Sahara kelelahan dan ia tertidur. Dan setelah kesenangan yang membuat dirinya gila semalam itu - Sahara bangun dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya, terumata di antara kakinya. Tapi itu tak sebanding dengan rasa panik yang menyergapnya ketika melihat seseorang yang terbaring di sampingnya. Ketika ia sadar bahwa dirinya sudah menyerahkan keperawanannya pada laki-laki itu - Aron Roosevelt - laki-laki paling digilai di negaranya dan juga laki-laki asing yang bahkan tak ia kenal. "Sialan, Sahara! Kau sungguh gila hanya karena segelas alkohol!" kata Sahara sambil memakai bajunya dan segera pergi dari kamar itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN