Seperti yang sudah diduga sebelumnya, para lawan bisnis Nick's Corps selalu meremehkan Vena. Kejadian yang sama kembali terulang, mereka hanya melihat Vena dari luarnya saja. Lalu, tercengang setelah mengetahui dan melihat bagaimana perempuan berambut pirang dan berwajah pucat itu mejelaskan secara detail semua berkas yang dibawanya. Untuk kesekian kalinya Nick's Corps memenangkan tender besar dari salah seorang pengusaha besar dunia. Pantas saja Nick mengatakan jika pertemuan ini sangat penting, tender kali ini bernilai puluhan juta dolar, dan mereka memenangkannya. Tentu Nick akan memberikan bonus atas kerja kerasnya hari ini. Salahkah Vena berharap jika bonus itu adalah satu malam berbagi keringat dan desahan di atas ranjang Nick?
Mungkin Vena sudah gila karena lebih menginginkan satu malam bersama ketimbang diberi bonus yang lain. Namun, dia tidak peduli. Seluruh akal sehatnya ditutupi oleh helaan napas Nick yang mengantarkan percikan api gairah, dia sangat membutuhkan Nick bergerak di atasnya dengan bagian terintim darinya berada di dalamnya. Vena gemetar membayangkannya, dia berkeringat, bagian bawahnya terasa lembap. Vena tidak tahan lagi. Cepat dia melangkah ke lemari, mengambil lingerie dan berlalu ke kamar mandi.
Aroma pinus yang terhidu indra penciumannya tidak dapat meredakan panas di tubuhnya. Vena bergegas mengganti piyama yang saat ini melekat di tubuhnya dengan gaun tidur transparan yang diletakkan di atas meja wastafel. Tangannya masih gemetar, bahkan getarannya dua kali lipat saat dia memegang kedua sisi lingerie. Jika tadi dia tergesa melepas piyama, sekarang Vena mengenakan lingerie dengan hati-hati. Mata birunya tak berkedip menatap cermin besar di depannya. Lingerie berwarna hitam yang hanya mampu menutupi separuh bagian intimnya terlihat sangat pas di tubuhnya.
Benarkah itu dirinya, adalah pertanyaan yang dilayangkan Vena pada dirinya sendiri. Dia terlihat berbeda, tubuh bagian depannya yang tidak bisa dikatakan rata terlihat dua kali lebih besar. Sementara tubuh bagian bawahnya hanya ditutupi secarik kain tipis, bagian intimnya membayang di balik kain itu. Vena menggigit bibir, dia terlihat sangat sexy.
Tangannya bergerak ke atas, melepas jepitan rambut berwarna hitam yang menyangga rambutnya agar terlihat lebih rapi. Sekarang rambut pirangnya tergerai, halus lembut menutupi bahunya yang polos –rambut Vena panjang sepunggung. Sekarang dia berantakan, b*******h, dan terlihat menyedihkan. Vena meringis menyadari kenyataan itu. Dia membutuhkan Nick untuk pelepasan.
Seandainya saja dia melepaskan kacamatanya, tentu kata menyedihkan tidak akan terselip di dirinya sekarang. Sayangnya, dia tidak bisa. Penglihatannya buruk sejak dia bersekolah di sekolah menengah, dan membutuhkan kacamata dengan lensa besar sebagai alat bantu untuk melihat. Meskipun tidak memiliki teman karena kacamata tebalnya membuat orang-orang berpikir jika dia adalah perempuan aneh yang selalu membaca, tapi kacamata ini menolongnya, dan dia sangat memerlukannya.
Tanpa melepaskan kacamatanya, Vena melangkah keluar kamar, mencari keberadaan Nick. Tadi pria itu duduk di ruang tamu, kelelahan setelah pulang dari pertemuan yang memakan waktu sampai jam makan malam. Sepasang kakinya terasa lemas, tapi Vena memaksa, dia harus bertemu Nick dan menanggalkan jubah mandi yang menutupi tubuh setengah telanjangnya. Dia mengenakan jubah mandi karena merasa tak nyaman dengan apa yang dikenakannya. Bagaimanapun, ini adalah pertama kali dia mengenakan pakaian terbuka –lingerie. Dia yakin Nick pasti terkejut melihatnya, tubuhnya tak kalah sexy dengan para perempuan yang selama ini dibawa ke atas ranjangnya. Tubuh bagian depan dan belakangnya begitu sempurna. Mulus tak bercela.
Tak ada Nick di ruang tamu. Vena mendesah kecewa. Dia yakin Nick sekarang berada di kamarnya, dan itu artinya dia harus mengetuk terlebih dahulu. Ataukah dia langsung masuk saja tanpa mengetuk? Vena melangkah hati-hati, tubuhnya berkeringat, membanjir di balik jubah mandi yang tidak terlalu tebal. Cuaca di musim semi selalu hangat, tidak sepanas saat musim panas, tapi dia berkeringat, dan itu disebabkan tubuhnya yang terasa terbakar.
Vena menghentikan langkah tepat di depan pintu kamar tidur Nick. Sejenak dia ragu, tapi panas tubuhnya yang tak tertahankan membuatnya nekat mengetuk pintu.
"Come in!"
Seruan Nick dari dalam kamar membuat Vena kembali ragu. Sedetik, dua detik dia berpikir. Namun, sekali lagi akal sehatnya tak bekerja, gairah mengambil alih kewarasannya. Vena membuka pintu kamar Nick perlahan. Tangannya berkeringat, juga gemetar –sama seperti tadi, tapi dia memaksakan diri. Seluruh sel-sel di tubuhnya menjerit meminta sentuhan Nick. Vena menahan napas, jantungnya seakan berhenti berdetak. Nick beberapa meter berdiri di depannya, tanpa mengenakan baju. d**a bidangnya yang dipenuhi otot terekspos, semakin menggoda Vena untuk menyentuh. Jangan lupakan enam kotak di perutnya. Satu kata untuk Nick. Sexy. Vena menggigil, bagian bawahnya tak lagi lembap, sudah basah sekarang.
"Ada apa, Miss Curly? Apakah kau ada kesulitan yang bisa kubantu?"
Pertanyaan Nick terdengar seperti desahan di telinga Vena, sangat menggoda, membuatnya semakin b*******h. Tanpa suara Vena melangkah maju, berdiri tepat di depan Nick dengan jarak kurang dari satu kaki. Tangannya terangkat, mengusap bulu tipis di d**a Nick.
"Miss Curly, apa kau baik-baik saja?" Nick bertanya untuk kali kedua. Perempuan di depannya tampak sangat aneh. Wajahnya yang tidak bisa dikatakan cantik –wajah pucat tidak termasuk kategori cantik menurutnya– berkeringat dan memerah. Vena juga mengenakan jubah mandi, ia berpikir jika ada sesuatu yang salah dengan kamar mandinya. Namun, apa yang dilakukan Vena sudah cukup membuatnya paham, memang ada sesuatu yang salah dengan perempuan ini, dan itu tidak berhubungan dengan kamar mandi atau sejenisnya. Yang salah adalah dirinya sendiri.
Nick menjauhkan tangan Vena dari dadanya. Ia sendiri mundur satu langkah ke belakang. Bukan apa-apa, ia tidak akan berhubungan lagi dengan sekretarisnya, meskipun hanya hubungan satu malam. Apalagi dengan perempuan tipe seperti Vena. Tanpa bermaksud untuk menyinggung, tapi ia tidak tertarik untuk menyentuhnya. Bagian bawahnya bahkan tidak bereaksi mendapatkan sentuhannya.
"Sebaiknya jaga jarakmu, Miss Curly. Bersikaplah sopan, aku atasanmu!"
Vena menggeleng. Dia sudah tidak peduli dengan apa pun lagi. Feromon yang menguar dari dalam diri Nick menariknya dengan sangat kuat. Dia bahkan sudah terhempas hanya dengan menyentuh dadanya saja. Vena merapatkan kaki, menggigit bibir kuat menahan desahan. Namun, tak berhasil. Satu desahan lolos bersamaan dengan tubuhnya yang nyaris limbung, tapi dia berhasil mendapatkan keseimbangan dengan berpegangan pada bahu Nick, yang langsung ditepis pria itu.
Penolakan secara terbuka. Vena tahu Nick menolaknya melalui tepisan tangan itu, tapi dia mengabaikan. Nick pasti akan luluh bila melihat tubuhnya yang setengah telanjang nanti. Penolakannya pasti akan berakhir dan berganti dengan pelayaran panas mereka di atas ranjang.
Namun, kenyataan selalu berjalan tak sesuai harapan bagi Vena. Nick benar-benar tidak tertarik padanya. Meskipun dia menanggalkan jubah mandinya dan memperlihatkan apa yang ada di balik pakaian tebal itu, tetap tak bisa membuatnya b*******h. Si kecil tetap tak bereaksi melihat gumpalan tubuh bagian depan Vena yang menyembul. Gumpalan itu sepertinya sangat pas di tangannya, atau mungkin tak dapat ditampung oleh telapak tangannya, tapi tetap tak bisa membuat bagian bawahnya bangun dan bergerak.
"Kembalilah ke kamarmu, Miss Curly, karena aku tidak tertarik untuk menyentuhmu."
Datar dan dingin. Vena menggigil tanpa sadar.
"Meskipun kau telanjang di depanku, aku tetap tidak akan tertarik padamu!" Nick menggeleng, suaranya penuh penekanan. "Sekarang, kembali ke kamarmu, jangan pernah mencoba untuk menggodaku. Kau tidak membuatku b*******h, malah sebaliknya. Bagian bawahku semakin menciut."
Vena tak bereaksi. Bukan karena dia masih dikuasai gairah, melainkan karena syok atas kata-kata Nick. Dari awal dia sudah tahu jika Nick tidak tertarik padanya –kemungkinan besar Nick akan menolaknya, tapi tidak perlu dengan kata-kata kasar seperti ini. Nick bahkan tidak mengucapkan kata maaf.
Satu menit berlalu, Vena masih tetap di tempatnya. Sementara Nick tidak lagi berada di dalam kamar tidurnya. Dia lebih memilih menggunakan kamar tidur yang satunya, kamar tidur yang tidak digunakan karena mereka hanya berdua. Meninggalkan Vena yang mematung dengan mata berkaca-kaca.
Apakah dia begitu menjijikkan sehingga Nick harus pindah kamar? Vena tidak mengerti dengannya, setelah mengatakan kata-kata tanpa perasaan, Nick langsung keluar kamarnya begitu saja, tak peduli dengannya yang berdiri dengan tubuh setengah telanjang. Jika memang tidak tertarik, seharusnya Nick mengatakannya dengan baik-baik, bukan malah menghinanya dengan kata-kata yang menyakitkan. Dengan mengatakan bagian bawahnya justru menciut sama saja dengan mengatakan jika Vena sama sekali tidak menggairahkan. Sakit hati? Tentu saja. Nick sudah melukai harga dirinya sebagai seorang wanita.
Baiklah, mungkin semua memang salahnya. Tidak seharusnya dia menyerahkan diri kepada Nick dan berakhir dengan perasaannya yang seperti ini. Seharusnya dia tidak merasa syok lagi dengan penolakan Nick, dia sudah tahu tipe perempuan seperti apa yang bisa menghangatkan ranjangnya, dan dia tidak termasuk dalam kriteria yang akan dipilih pria itu. Namun, dia tetap melakukannya. Rasa percaya diri akan tubuhnya yang berisi –atau katakanlah sexy– membuatnya yakin melakukannya. Keyakinan yang berakibat fatal pada perasaannya.
Kepercayaan diri yang sudah dibangun dengan susah payah, hancur begitu saja. Begitu juga dengan keberanian yang dikumpulkannya selama ini, lenyap tak bersisa. Sekarang yang ada hanya air mata dan kesakitan, juga rasa malu yang membumbung. Malu karena sudah mencoba bosnya, malu karena ditolak, malu karena Nick sudah melihat sebagian tubuhnya. Tentu Nick menganggapnya perempuan murahan, dan dia malu jika harus bertemu lagi dalam waktu dekat ini.
Vena mengusap air matanya kasar menggunakan punggung tangan. Entah sudah berapa lama dia berdiri seperti patung di kamar tidur ini. Dia terguncang, dan itu membuatnya merasa ingin mengubur diri di dalam tanah saat ini juga, atau tidur untuk selamanya dan tidak bangun lagi. Vena memutar tubuh, melangkah gontai ke arah pintu. Terus melangkah meskipun sudah melewati pintu kamar tidurnya.
Keadaan yang sangat berantakan dan hanya mengenakan lingerie super sexy tidak membuat Vena menghentikan langkah. Dia terus masuk ke dalam lift, menekan tombol lantai dasar, dan keluar dari dalam lift tanpa memedulikan tatapan orang-orang. Baik orang-orang di sekitar maupun yang berpapasan selalu menyempatkan diri untuk melihat ke arahnya. Vena menyadari itu, tapi dia seolah kehilangan seluruh indranya. Dia terus melangkah seperti robot. Terus menuju pintu keluar lobi hotel.
Tidak ada yang menghentikannya. Mereka mengira Vena adalah orang gila, dan sebagian dari mereka mengira jika dia seorang yang baru saja bertengkar bersama pasangannya. Untuk opsi kedua, tentu mereka tidak ingin ikut campur. Para tamu yang menginap di hotel berbintang ini adalah orang-orang terhormat, mereka tidak akan merusak citra mereka dengan ikut campur urusan orang lain. Apalagi Vena masih menangis, sangat kentara jika telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkannya. Namun, yang pasti sesuatu yang tidak berhubungan dengan perkosaan atau tindakan pelecehan seksual lainnya. Tidak terdapat tanda-tanda bekas kekerasan di tubuh mulusnya. Lingerie transparan yang dikenakannya cukup memperlihatkan jika tanda-tanda itu tidak terdapat di tubuhnya.
Vena terus melangkah tanpa tujuan, tanpa menoleh kanan dan kirinya. Selama beberapa lama masih tetap seperti itu. Tubuh Vena yang dibalut lingerie terus bergerak tak berhenti, seperti robot yang hanya akan berhenti jika baterei yang menopang kehidupannya, habis.
Air matanya terus mengalir tanpa henti, terus menetes meskipun dia sudah mengusapnya. Hatinya yang sangat sakit tidak dapat menyadari di mana dia berada. Otaknya tidak dapat bekerja. Penolakan yang diterimanya dari Nick secara langsung benar-benar membuatnya buntu. Seharusnya dia sudah pingsan, atau mungkin mati. Namun, nyatanya dia masih bertahan sampai sekarang. Kedua kakinya yang tadinya lemas sekarang tidak lagi, dia bisa melangkah dengan tegap –secara tidak sadar. Sekarang dia merasakannya lagi, kedua kakinya bergetar, langkahnya sempoyongan, dan akhirnya limbung.
Pasir lembap menempel di pipinya. Udara bergaram menerbangkan rambut pirang yang sangat berantakan. Vena menyadari dia berada di pantai merasakan aroma asin menyeruak ke indra penciumannya, juga bunyi deru ombak menyapa indra pendengarannya.
Eh, pantai?
Astaga! Kenapa dia tidak menyadarinya? Vena bangkit perlahan, berusaha berdiri tegak dengan kedua kakinya. Tangannya memeluk tubuhnya secara refleks, angin di pantai pada malam hari berembus sangat kencang, dia menggigil tanpa sadar. Tubuhnya kembali gemetar setelah kesadarannya kembali. Vena melangkah tertatih menuju bibir pantai. Entah apa yang dicarinya, air laut juga terasa lebih dingin saat malam hari.
Semakin mendekati bibir pantai, pasir semakin terasa lembap menyentuh telapak kakinya, meninggalkan bekas tapak kaki sepanjang jalan yang dia lewati. Rasa basah dari air bergaram membuat Vena menggigil, dia sadar jika sudah berada di bibir pantai. Vena ingin menceburkan dirinya ke dalam air yang bergelombang, tapi segera dia tersadar jika bunuh diri bukanlah solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalahnya saat ini. Nick memang menolaknya tapi itu bukan sesuatu yang harus dibayar dengan nyawanya.
Vena mengurungkan niat untuk mengakhiri hidup, hidupnya terlalu berharga untuk diakhiri hanya karena sebuah penolakan yang memang sudah dia duga. Niatnya berubah, dia ingin kembali ke hotel, atau pulang ke apartemennya. Namun, dia tidak tahu di mana tepatnya dia berada sekarang. Dia juga tidak membawa apa-apa, semuanya tertinggal di kamar tidur hotel. Hanya lingerie saja yang melekat di tubuhnya.
Lingerie? Astaga!
Vena memukul dahi pelan. Mengapa dia bisa sebodoh ini? Dia yakin menjadi tontonan karena berkeliaran hanya mengenakan pakaian tipis yamg hanya menutupi bagian vitalnya saja. Vena mengerang, berniat melangkah sebelum sebuah benda berkilau menghentikannya.