Gosip

1212 Kata
Christophen Saat aku mendengar Macaroon mencintaiku, aku senang dan hatiku berbunga-bunga. Dadaku sesak karena bahagia. Seketika aku ingin memeluknya, tapi aku menahannya. Aku tidak ingin Macaroon tahu perasaanku yang sebenarnya bahwa aku juga mencintainya. Rasanya aku ingin sekali menerima dia sebagai kekasihku, aku tidak bisa sebelum kutukanku hilang sepenuhnya dariku. Aku merasa sedih tidak bisa bersama dengan wanita yang aku cintai. Aku akan selalu menunggunya sampai hari itu tiba di mana aku bisa bersamanya nanti. Aku tersentak dan menyadari sesuatu. Mungkinkah Macaroon akan menungguku? Apa mungkin dia akan menemukan cinta yang baru? Membayangkan Macaroon bersama pria lain sudah membuat hatiku sakit, tapi aku juga tidak bisa memaksanya untuk selalu menungguku, karena aku belum tentu bisa terbebas dari kutukanku. Mungkin saja aku akan berada selamanya dalam kutukan ini. Macaroon berhak hidup bahagia. Jika dia bersamaku, hidupnya dalam bahaya dan juga menderita. Mau tidak mau aku harus mengorbankan perasaanku demi kebahagiaan Macaroon. Apa aku bisa melakukannya? Entahlah aku pun tidak tahu. "Chris, kamu ada di sini?"tanya ibu Macaroon tiba-tiba yang baru saja datang. "Selamat sore, Mrs. Harrington!" "Aku senang bisa melihatmu lagi. Bagaimana kabarmu?" "Aku baik." "Macaroon, kenapa tidak menawarkan minum untuk Chris?" "Aku lupa,"kata gadis itu melonjak terkejut. "Sebentar aku akan membuatkan teh." "Tidak usah. Sebentar lagi aku akan pulang." "Jangan dulu pulang! Kamu harus makan malam di sini. Aku memaksa." "Baiklah." Aku tidam bisa menolak permintaan ibu Macaroon yang sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri yang tidak pernah aku miliki. "Bagaimana perjalananmu ke Geneva?" "Menyenangkan dan melelahkan." "Melelahkan itu sudah pasti karena perjalanan ke sana sangat jauh. Kami sudah lama belum pergi ke sana lagi. Terakhir kali kami ke sana saat Macaroon masih bayi. Saat itu kami akan mengunjungi saudara suamiku." "Kota itu sudah banyak berubah tidak seperti dulu lagi." "Tentu saja pasti banyak berubah setelah Raja Clement berkuasa." Sekilas aku melihat Macaroon sedang memasak air. "Keadaan Geneva sangat menyedihkan. Tingkat kejahatan di sana besar sebaiknya kalian jangan pergi dulu ke sana." "Aku tidak menyangka Geneva akan menjadi seperti itu." "Aku juga." "Syukurlah kamu kembali ke sini dengan selamat." "Iya." "Aku akan menyiapkan makan dulu. Kalian berdua bisa jalan-jalan di luar dulu." Aku menatap Macaroon yang bersikap canggung. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar?"ajakku. Macaroon mengangguk dan kami pun keluar. Kami berjalan-jalan disekitar rumah Macaroon didambit oleh angin. "Kenapa kamu diam saja?"tanyaku. "Aku tidak diam. Aku tidak tahu kita hatus membicarakan apa?" Aku tidak bisa menahan senyumku. "Bagaimana kalau kita membicarakan tentang ayam?" Macaroon menatap bingung kepadaku. "Ada dengan ayam?" "Aku masih ingat dan tidak akan pernah melupakan pertemuan pertama kira di kandang ayam." Macaroon nampak malu-malu. "Aku juga." "Jadi setiap kali melihat ayam, aku jafi teringat kamu." "Jadi kamu menyamakan aku dengan ayam?" "Bukan begitu. Kamu bukan ayam." Aku melihat Macaroonku tersenyum. Aku senang melihatnya tersenyum. "Aku juga jika melihat sapi, aku teringat denganmu." "Apa aku perlu memberikan seekor sapi untukmu agar kamu selalu mengingat diriku?" Macaroon berbalik menghadapku dan kami berhenti berjalan. "Hah? Itu tidak perlu. Kami sudah punya banyak ayam dan tidak sempat untuk merawat seekor sapi. Nanti sapinya terlantar." "Baiklah." Kami berjalan kembali menikmati sore itu. Selama beberapa saat, kami hanya diam. Sesekali angin dingin berhembus, lalu kami duduk di bangku pinggir jalan. "Apa kamu marah padaku?" "Kenapa aku harus marah padamu?" "Karena aku sudah menolak perasaanmu." "Oh itu. Aku tidak marah." "Syukurlah!" Aku kemudian mengeluarkan gelang yang aku beli di Geneva, lalu aku memberikannya pada Macaroon. "Ini untukmu." Macaroon terlihat senang. "Iya. Aku membelikannya untukmu." "Ini sangat bagus. Terima kasih." Aku memakaikan gelang itu di tangannya. "Cantik sekali." Macaroon melihat gelangnya berkali-kali. "Aku membelinya saat tiba di Geneva, meskipun itu bukan perhiasan mahal, tapi menurutku itu bagus." "Ini memang bagus." Macaroon kembali menatapku dengan matanya yang indah itu. Tiap kali dia menatapku, jantungku selalu berdetak dengan kencang. Apa lagi dengan bibirnya yang merah mungil itu yang terlihat sangat ranum sehingga aku ingin sekali mencicipinya meskipun hanya sekali. Lagi-lagi aku hanya bisa menahan diri. "Gelang itu cocok dipakai olehmu." "Ini sangat indah. Aku akan menjaganya dengan baik. Ini hadiah pertama darimu." "Ayo sebaiknya kita pulang! Di sini sudah dingin. Aku tidak ingin kamu jatuh sakit." Macaroon menganggukkan kepalanya dan kami kembali berjalan pulang. Di tengah perjalanan, Macaroon hendak menyebrang jalan duluan, tiba-tiba ada kereta kuda yang meluncur cepat ke arah Macaroon. Aku yang melihat itu terkejut. "MACAROON AWAS!"teriakku. Aku berlari ke arahnya dan menarik Macaroon ke dalam pelukanku. Kereta itu lewat di depan kami begitu saja. Untung saja aku bisa menyelamatkannya tepat waktu. Macaroon masih shock apa yang barusan saja terjadi. Tubuhnya gemetar. "Apa kamu tidak apa-apa? Apa ada yg terluka?" Aku memeriksa tubuh Macaroon dengan perasaan cemas. "Aku tidak apa-apa,"jawabnya setelah ia tidak terkejut lagi. Aku merasa lega. "Syukurlah! Seharusnya tadi kamu lebih berhati-hati." "Iya." "Ayo kita pulang!" Macaroon tidak bergerak. Dia masih berdiri di tempatnya tadi. "Ada apa?" "Aku hampir saja mati tadi." "Itu benar, tapi itu tidak terjadi. Kamu belum ditakdirkan untuk mati." Andai Macaroon tahu aku belum siap kehilangan dia selamanya. Aku juga hampir mati ketika melihat Macaroon hampir tertabrak kereta kuda. "Kedua kakiku masih terasa lemas." "Apa aku perlu mengendongmu?" "Tidak perlu. Tubuhku sangat berat pasti kamu tidak akan kuat mengangkatku." "Kamu meremehkan kekuatanku ya." Aku mengangkat tubuh Macaroon dan gadis itu terkejut. "Lihat aku bisa mengangkatmu dengan mudah. Tubuhmu ringan." Macaroon tidak bicara apa-apa. Ketika kami akan sampai di depan rumahnya, Macaroon mulai bicara lagi. "Cepat turunkan aku! Aku tidak ingin orang tuaku melihatmu mengendong aku." "Kenapa?" "Aku tidak ingin mereka tahu kalau aku baru saja akan tertabrak kereta kuda. Aku tidak ingin membuat mereka cemas." "Baiklah." Aku menurunkan Macaroon. "Ini rahasia kita ya. Jangan beritahu orang tuaku yang barusa terjadi tadi." "Aku tidak akan mengatakan apa pun jika itu keinginanmu." "Terima kasih." Kami berjalan bersama menuju rumah Macaroon dan aku memberanikan diri mengenggam tangan Macaroon yang begitu dingin dan dia tidak memprotes. Begitu kami masuk ke rumah. Aroma harum masakan segera tercium olehku. "Sepertinya Ibumu memasak makanan yang sangat lezat untuk malam ini." "Ibu selamu memasak masakan lezat setiap hari." Macaroon ingin melepaskan genggaman tanganku, tapi aku enggan untuk melepaskannya dan aku terpaksa melepaskannya. Kami masuk ke dapur dan Ibu Macaroon tersenyum pada kami. "Kalian sudah pulang. Sebentar lagi kita akan makan malam." Kami duduk di kursi makan. "Sepertinya kalian berdua menikmati acara jalan-jalan kalian tadi. Tadi kalian jalan-jalan kemana saja?" "Kami jalan-jalan disekitar sini saja,"jawabku. Pintu dapur terbuka. Mr. Harrington dan pelayan keluarga Harrington yang aku lupa siapa namanya masuk ke dapur. Ayah Macaroon terkejut melihatku berada di sini. Sejak aku datang kami belum bertemu. "Aku tidak tahu Chris ada di sini." "Dia datang tadi sore." Kami pun memulai makan malam. Selama makan malam Mr. Harrington memintaku bercerita tentang perjalananku ke Geneva. Makan malam pun selesai. Aku diajak ke ruang keluarga untuk mengobrol, sedangkan Macaroon, ibunya, dan pelayannya membantu membereskan sisa makan malam, lalu kami mengobrol sebentar tentang Grasshallow dan para penduduknya. Mr. Harrington membuatku terkejut saat membicarakan gosip tentang Pak wali kota yang berselingkuh dengan Elisa. Macaroon pun terkejut. "Dari mana Anda tahu hal ini?" "Aku tahu dari temanku yang sering datang ke bar dan temanku itu melihat pria yang mirip Pak walikota bersama Elisa masuk ke sebuah penginapan. Tidak hanya temanku saja, ada beberapa orang yang mengatakan mirip, tapi apa itu benar atau tidak, aku tidak tahu." Aku terdiam dan sepertinya aku harus menanyakan hal ini langsung pada Elisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN