Bab 13

1215 Kata
Asia berjalan sambil menoleh ke kanan dan kiri, mencari keberadaan Lavanya. Mengetahui bahwa Lavanya tengah hilang entah ke mana membuat Asia menjadi ikut panik. Bagaimana bisa coba, Shankara sampai kehilangan anaknya di mal? Dasar papa tidak bertanggungjawab! Ponsel Asia yang berada di genggamannya bergetar. Nama Kalila terpampang di layar. Buru-buru Asia mengangkat panggilan dari temannya itu. “Halo, Kal,” sapa Asia masih dengan mata terpancang ke segala penjuru, mencari Lavanya. “Lo kok nggak ada? Lo di mana?” tanya Kalila terdengar bingung. Benar. Seharusnya saat ini Asia tengah duduk manis sambil menunggu pesanan makanannya datang. Tapi, karena bertemu dengan Shankara lalu mendapat kabar mengejutkan dari dosennya itu, Asia sampai melupakan Kalila. “Ada hal gawat, Kal,” jawab Asia dengan helaan napas dalam. “Lavanya hilang.” “Lavanya?” tanya Kalila. “Lavanya murid les lo itu? Anaknya Pak Shan?” “Iya,” jawab Asia. “Tadi gue nggak sengaja ketemu sama Pak Shan di sini. Dia bilang kalau Lavanya hilang. Dan Pak Shan minta tolong gue buat bantuin cari dia.” “Kok bisa-bisanya hilang? Gimana ceritanya, sih?” “Gue juga nggak tahu, Kal,” kata Asia. “Lo ke sini, deh. Ikut bantuin gue cari.” “Lo di mana?” Asia menoleh ke sisi kirinya di mana sebuah toko sepatu berada. “Gue ada di depan toko sepatu XYZAC.” “Oke. Gue tahu tokonya. Gue ke sana sekarang.” “Iya. Gue tunggu di sini.” Setelah itu Kalila mematikan panggilan telepon mereka. Asia berdiri di depan toko sepatu itu menunggu Kalila datang. Tatapan matanya tidak lepas dari sekitar, masih mencoba mencari keberadaan Lavanya. Asia berharap segera menemukan gadis kecil itu. Asia takut jika terjadi hal yang tidak menyenangkan kepada Lavanya. Tak lama kemudian Kalila datang menghampiri Asia. “Gimana? Mau cari ke mana?” tanya Kalila yang berada di samping Asia. “Gue juga nggak tahu harus cari dia ke mana, Kal.” “Hilangnya di mana?” “Gue nggak nanya lagi, hilangnya di mana.” “Ya udah, tanya sekarang aja. Hubungi Pak Shankara.” “Gue nggak punya nomornya. Lo punya?” “Gue juga nggak punya.” “Ya udah deh, gue coba tanya nomornya Pak Shan ke pembantu yang kerja di rumah dia,” kata Asia seraya mengetikkan pesan kepada Bi Darsiah guna meminta nomor ponsel Shankara kepada wanita itu. “Kita coba cari ke toilet dulu apa, ya?” Kalila menganggukkan kepala. “Iya,” jawabnya. “Ciri-ciri Lavanya gimana?” Asia diam sejenak, mencoba mengingat sosok gadis mungil itu. “Kulitnya putih, rambutnya hitam panjang. Gue nggak tahu rambutnya digerai atau dikuncir. Anaknya cantik, imut.” “Apa nggak bisa lebih general lagi?” Asia memutar bola matanya bosan mendengar sindiran Kalila itu. Sosok Lavanya kan memang seperti itu. Lalu, Asia ingat tentang outfit yang ia pilihkan untuk pergi ke mal hari ini. “Dia pakai jaket jins yang mirip kayak punya gue yang sering gue pakai itu loh. Terus di bagian lengannya ada gambar bordir beruang.” Kalila menganggukkan kepala. “Jaket jins, di bagian lengan ada bordir gambar beruang. Oke.” Kemudian mereka mencari sosok Lavanya ke dalam toilet yang berada di area itu. Asia dan Kalila memasuki toilet perempuan, mengecek satu per satu bilik di dalam toilet itu. Namun, gadis kecil yang mereka cari tidak ada di sana. “Nggak ada di toilet,” kata Asia ketika dirinya dan Kalila sudah keluar dari dalam toilet. “Apa mungkin di toilet cowok?” “Dia cewek, Kal. Ngapain juga dia masuk ke dalam toilet cowok?” Kalila mengangkat kedua bahunya. “Papanya kan duda, siapa tahu kalau ke toilet, papanya ngajaknya ke toilet cowok.” “Nggak mungkin lah.” “Siapa tahu.” “Ya kalau gitu lo masuk aja ke dalam toilet cowok, cari dia di sana.” Kalila menggelengkan kepalanya. “Nggak mau. Takut ketemu sama om-om.” Ponsel Asia tiba-tiba bergetar. Sebuah panggilan masuk muncul di layar ponselnya dari nomor tak dikenal. Awalnya Asia hendak mengabaikan panggilan itu, takut kena modus penipuan. Namun, mendadak saja Asia teringat kepada Shankara. Ya, siapa tahu itu Shankara yang menghubunginya. “Halo,” sapa Asia seraya mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal itu. “Asia,” panggil suara berat dari ujung panggilan. Sontak saja jantung Asia berdegup hebat mendengar suara itu. Benar dugaan Asia. Yang meneleponnya adalah Shankara. Asia tidak mungkin salah mengenali suara dosen menyebalkannya itu. “Iya?” “Apa Lavanya udah ketemu?” tanya Shankara terdengar khawatir. “Belum, Pak. Ini saya coba cari di toilet perempuan, tapi nggak ada,” jawab Asia melirik ke arah Kalila yang tampak penasaran. “Pak, kira-kira apa Lavanya masuk ke toilet cowok?” “Lavanya perempuan, Asia. Untuk apa dia masuk ke toilet cowok?” Memang, pertanyaan bodoh. Asia menyesal menanyakannya. “Ah, iya, ya.” “Saya sedang berada di toko pakaian, tempat Lavanya tadi hilang. Apa kamu bisa ke sini sambil coba cari di sekitar toko ini?” Asia menganggukkan kepala. “Iya, Pak.” “Saya ada di toko pakaian Zarre.” “Baik, Pak. Saya ke sana sekarang.” “Asia,” kata Shankara lirih. “Makasih sebelumnya.” “Iya, Pak. Sama-sama.” *** “Shankara!” Panggilan itu membuat Shankara menoleh ke arah belakangnya. Kini ia melihat sosok Rasya tengah berjalan mendekat ke arahnya. “Lo udah sampai,” kata Shankara yang membuat Rasya menganggukkan kepala. “Lavanya masih belum ketemu?” tanya Rasya yang saat ini sudah berada di samping Shankara. “Belum. Gue masih nunggu rekaman CCTV.” Saat ini Shankara dan Rasya sedang berada di toko pakaian, tempat terakhir Shankara kehilangan Lavanya. Tadi, Shankara sudah semapt mencari ke sekitar toko pakaian ini, juga di jalanan sekitar toko pakaian. Namun, Shankara tetap tidak menemukan Lavanya. “Lavanya pasti ketemu,” kata Rasya menepuk punggung Shankara, menenangkannya. Shankara hanya menganggukkan kepala, mengharapkan hal yang sama. Tadi, Shankara sempat mengabari Rasya kalau Lavanya hilang di mal ketika Rasya meneleponnya. Dan berhubung Rasya sedang berada di sekitar sini, jadi Rasya pergi ke mal ini untuk menghampiri Shankara. “Apa yang terjadi?” tanya Rasya. “Dia marah karena tiba-tiba Sarah datang,” jawab Shankara. “Awalnya, gue pikir Lavanya nggak akan marah sampai pergi gitu aja. Waktu gue meleng dikit, Lavanya udah nggak ada di samping gue,” lanjutnya dengan helaan napas dalam. Jari-jari tangannya menyugar rambut hitamnya yang agak berantakan. “Terus Sarah di mana?” “Udah pergi. Tadi dia ke sini hanya buat say hi sebelum pergi ke Bandung. Besok dia ada seminar di sana.” “Jadi begitu,” balas Rasya mengangguk mengerti. “Apa Sarah tahu kalau Lavanya hilang?” Shankara menggelengkan kepala. “Lavanya hilang pas Sarah udah pamit pergi,” katanya. “Seharusnya gue nggak boleh lengah buat mengawasi Lavanya. Bagaimana bisa Lavanya hilang dari pengawasan gue?” lanjutnya menyalahkan diri sendiri. Rasya menepuk-nepuk punggung Shankara. “Nggak ada gunanya nyalahin diri sendiri,” ucapnya. “Gue akan bantu cari Lavanya. Pasti ketemu.” Shankara hanya menganggukkan kepala dengan lemah. Ponsel Shankara yang berada di genggamannya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor Asia muncul di layar ponselnya. Lavanya udah ketemu, Pak. Ada di wahana bermain anak. -Asia- Shankara menghela napas lega membaca pesan instan dari Asia itu. “Lavanya ketemu,” katanya kepada Rasya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN