Bapak Gabriel minta hal ca.bul? Gak mungkin banget! Begitulah dalam pikiran Elliana. Elliana tertawa dalam mimpi liarnya. Menyebabkan si Cassandra — yang sedang duduk di pangkuan Gabriel — tertawa geli sendiri. Bibirnya lalu manyun dan menarik bagian kemben dress, melongok ke gundukan da.da yang tercengkam dalam bra tanpa tali. "Ada apa sih, Pak? Gak ada yang menarik di sini," gumamnya dengan suara nyaris ngedumel gak karuan.
"Kasih liat saja, Ell, ntar saya yang nilai," sahut Gabriel parau.
"Hmmh, ya deh ...." Cassandra menurunkan dress- nya. Dibantu Gabriel dengan memeluknya guna meraih pengait bra berhias renda putih itu. Sekali cetek, pengaitnya lepas dan bra itu ditarik Gabriel lalu dilemparnya ke lantai. Refleks, Cassandra menyedekap dua munjung kenyalnya dan tertunduk dalam hingga rambutnya menjuntai menutupi wajah dan da.da.
Sebelah tangan Gabriel menangkup tengkuk Cassandra dan sebelah lagi menyibak rambutnya, membelai pipi Cassandra yang berona kemerahan. Mata gadis itu terpejam dan mendesah halus. Bibirnya meranum dan bersisa lipstik bekas dicumbu Aaron. Gabriel sangat tidak senang akan hal itu, tetapi masa bodohlah. Di sepertiga malam itu, dia menikung Aaron, sahabatnya sendiri.
"Saya gak mau Aaron nyentuh kamu lagi, Ell," bisik Gabriel.
Ia mencium mesra bibir Cassandra, berulang- ulang dan semakin intens setiap kalinya. Cassandra manut saja dan menikmati cumbuannya sambil mendesah- desah. "Ah ..., Pak? Hmm, Bapak ...."
"Iya, Ell, ini saya, bos kamu. Kamu izinin aku pegang- pegang kamu 'kan?" bisik Gabriel.
"Ehmh, iya, Pak. Boleh."
Bibir Gabriel menelusuri garis leher Cassandra. Ia menahan diri tidak membuat cu.pang, karena khawatir akan jadi masalah. Ia menghirup seluruh aroma tubuh Cassandra, yang jelas adalah bau lembut Elliana yang biasa mendampinginya di mobil. Wajahnya sudah bergesekan dengan area selangka Cassandra, tetapi gadis itu masih juga menutupi buah da.danya. "Buka, Ell, biar saya liat dan ciumi," desak Gabriel. Ia tidak sempat mengamati buah gadisnya dengan jelas. "Kenapa ditutupin, Ell?” tanyanya.
"Ehmm, malu, Pak .... Bulirnya ... kecil ...."
"Gak papa, nanti tambah besar kok kalo sering diisep," bujuk Gabriel dan Cassandra mulai membuka tangan. "Ah!" Gabriel terperangah halus. Putiknya memang kecil, seukuran kuncup bunga melati, berwarna merah muda. Ia mengulum kuncup mungil itu dan langsung mengeras dalam mulutnya. Seperti apa pun bentuk dan ukurannya benar- benar tidak jadi masalah baginya. Yang penting bisa diisep. Gabriel segera menangkup sebelah gundukan kenyal seperti bola squishy seukuran telapak tangannya.
"Aahh, Bapak!" Cassandra terpekik pendek karena nyeri bak dicubit- cubit pada buah da.danya. Namun Cassandra tidak bisa melawan. Ia tidak ingin melawan debaran tidak karuan yang terjadi dalam tubuhnya. Rasanya sangat menyenangkan. "Pak ...? Ehmmm ...." Ia bersuara tak terkendali. Apalagi ketika buah yang sebelah diremas- remas oleh Gabriel. "Oh, hmm, Pak ...."
Gabriel menatap nanar gadis itu, penampilannya yang berantakan semakin menambah gairah. Gabriel membuka mulut sebentar. "Kenapa, Ell? Enak?"
"Hmm, iya, Pak. Enaaak," jawabnya.
"Kamu suka?"
"Ssukkaaahh ...."
"Oh, Ell, kamu sudah bikin saya gila," gerutu Gabriel. Kedua buah da.da Cassandra kembali diremasnya bersamaan dan diisap bergantian. Desahan gadis itu semakin nyaring dan seru. "Oh, iya, Pak ... Hmm, enak, Pak ... Hmm, Bapak Gabriel ...."
Iya, Ell. Gabriel menyahut dalam hati karena mulutnya terlalu asyik mengemut. Kuncup melati itu digigit- gigitnya dan Cassandra tentu saja tambah semangat. "Ah, iya, hmmh, lagi, Pak, ehmmmh!" Ia memeluk erat Gabriel, membuat gerakan mulut Gabriel semakin kuat. Gabriel nyaris kehabisan napas terbenam di belahan da.da Cassandra. Dan gundukan si Ulilnya yang sudah membesar maksimal, jadi sakit tergencet- gencet. Ia butuh lebih leluasa menikmati gadis itu.
Gabriel merebahkan Cassandra di sofa. Gadis itu mengerang- erang dan tubuhnya menggeliat tak tenang. "Pak? Bapak mau ke mana?" rengeknya sambil menggapai tak tentu arah.
"Ntar, Ell, aku longgarin baju dulu," sahut Gabriel sambil berdiri membuka beberapa kancing kemejanya, serta membuka pengait sabuk. "Aku mau kasih liat Ulil aku."
Sesaat kemudian, Gabriel terdiam melihat tingkah Cassandra. Di sofa, Cassandra menggeliat meremas sendiri buah dadanya. "Ennghh, Pak ..., gak tau ini, Pak, Ell gak ngerti. Kenapa panas sekali ...?" Cassandra merapatkan kakinya, pinggulnya bergolak gelisah. Cassandra nyaris telanjang, membuat celana dalamnya terekspos jelas. Ia meraba celana dalamnya dan menggosok- gosok area itu. "Hmmh, aduh ... Ini ... Kenapa jadinya enak setelah diginiin?"
Gabriel menelan ludah dengan susah payah. Ia tahu persis apa yang dibutuhkan gadis itu dan hal tersebut membuat Gabriel mengumpulkan segenap kewarasannya. "Beneran enak, Ell?" tanya Gabriel dan gadis itu menyahut dengan erangan pasrah.
"Iyaaah ...."
Gabriel berujar penuh perhatian. "Kalau begitu, biar saya bantu, Ell."
"Ehmmmh," desah Cassandra.
Gabriel berlutut di kaki gadis itu, menarik celana dalam yang sesungguhnya merupakan pertahanan akhir Cassandra. Jari- jari Casandra yang bergerak kikuk disingkirkannya. Dan tampaklah di situ, celah berbibir yang rapat bagai sibir buah jeruk. Gabriel membuka lebar kedua kaki Cassandra. Semakin jelas buah berkupas itu ranum, berair manis menggoda. "Ohh, Ell, kamu cantik banget, Ell," ujar Gabriel takjub, melihat sarang masih bersegel itu. Si Ulil kayak meradang pengen masuk, untungnya masih dikurung dalam bokser.
Cassandra menggerakkan pinggulnya. "Ah, Bapak, Jangan dibuka ... Ell maluu ...."
"Ssst! Diamlah, Ell!" tegas Gabriel. "Kamu harus patuhi saya. Kali ini, biar saya sendiri turun tangan."
Casandra terisak pasrah. "Iya, Pak. Terserah Bapak ...." Gabriel menyentuh bibir celah itu. Gadis itu mendesah nyaring. "Aaahhhh." Tubuh Cassandra melengkung ketika satu jari Gabriel menyapu cepat celah basah miliknya.
Gabriel mengulang lagi memulas cairan di sana juga mencubit- cubit biji kecilnya. "Aahh, aahh," desah Cassandra tanpa henti. Kemudian seiring gerakan yang semakin gencar, Cassandra mengerang mengomel karena terlalu enak. "Aaah, Pak, jangan, Pak. Hmm, ah .... Hmmm ... tapi enak, Pak, hiks ... Ah, basah .... Hu hu huuk. Ell malu, Pak ...."
Rahang Gabriel bergemeletuk menahan gebrakan Ulil- nya yang berubah jadi siluman ular sakti. "Udah, Ell, gak papa. Saya suka kok semuanya."
Gadis itu bertingkah sangat menggemaskan saat dia terisak sambil menggiling pinggulnya. "Ehm, masa sih, Pak?"
"Ehm, bener, saya serius. Nih saya tunjukin ya kalau saya bener- bener suka." Gabriel tidak sungkan menunduk di antara kedua kaki Cassandra lalu menjilat rakus semua lendir yang dikeluarkan perasan rahimnya.
"Oh, Bapak ...," sebut Cassandra. Seluruh tubuhnya terasa meleleh akibat ciuman Gabriel di bawah sana. "Hmmh, iya, Pak, ouhh, Pak, enak banget, Pak .... Hmmmh ...."
Entah minuman memabukkan apa yang ditenggak Cassandra, yang jelas Gabriel mereguknya berkali- kali dan setiap cipratan itu menetes sangat memuaskan, mengobati dahaganya akan rasa murni seorang wanita. Cassandra akhirnya terkulai tanpa daya berkat kesabaran Gabriel memuaskannya tanpa masuk ke dalam.
Gabriel sendiri kepayahan, mengocok miliknya dengan sebelah tangan, yang sebelahnya lagi mengelus- elus penuh sayang milik Cassandra. Ia menggunakan cairan milik gadis itu untuk melicinkan tonggak kejantanannya.
Setelah dua jam dikocok- kocok, Ulil-nya mau menembak, Gabriel gelagapan mesti melepaskannya ke mana. Akhirnya ia melepas sarung bantalan kursi, menggunakannya menyumpal moncong si Ulil dan ia mencium kuat bibir Cassandra untuk meredam erangannya. "Ell, sshh .... Ell ..., Hmmpppbhh."
Crott! Croot! Croot! Ah, akhirnya si Ulil dah ngeluarin semburan beracunnya. Batang keras itu berangsur-angsur jadi normal lagi. Berhenti mengacung dan terkulai tenang.
Menindih Cassandra yang terlelap, Gabriel terengah, lalu menyempatkan mengecupi kening, pipi, dan pelipis Cassandra. Dandanannya mulai luntur oleh keringat, akan tetapi itu tidak masalah baginya karena ia selalu menyukai wajah asli Elliana.
Setelah puncak o*****e, Gabriel ingin sekali berbaring tenang selayaknya pasangan kekasih. Namun, ada banyak hal harus dibenahinya, sehingga tidak ada waktu berleha- leha. Ia segera beranjak dari tubuh Elliana, merapikan pakaian gadis itu lebih dulu, memasang seperti semula. Ia berharap Elliana tidak ingat apa yang mereka lakukan di sepertiga akhir malam. Kalau pun ingat, tidak jadi masalah juga. Ia akan mengakuinya dan siap menerima kemarahan gadis itu.
Gabriel memunguti bajunya lalu ke kamar mandi membersihkan diri dan keluar dari sana berpenampilan rapi seperti biasa.
Elliana benar- benar tidur pulas, begitu juga Novan. Ia memindahkan Elliana ke sebelah Novan dan menyelimutinya. Membereskan barang berantakan, lalu duduk di sofa, menyetel alarm ponsel, kemudian tidur ayam.
***
Jam 6 tepat, alarm berbunyi. Suaranya tidak keras. Namun cukup membuat Gabriel terbangun. Sesuai perhitungannya, Elliana dan Novan tidak ada yang bereaksi pada bunyi itu. Gabriel menepuk- nepuk wajah menyegarkan diri. Ia lekas berdiri untuk menyingkirkan satu barang bukti utama, yaitu sarung bantal yang belepotan cairan maninya.
Gabriel menggumpal kain itu dan keluar untuk mencari petugas kebersihan kamar. Akan tetapi, alangkah terkejutnya Gabriel bertemu Celine dan Billy di depan pintu. Keduanya masih dengan penampilan mereka malam tadi. "Kalian ngapain di sini?" tanya Gabriel yang masih tidak ngeh pada tindakan kedua orang itu.
"Bukan urusanmu!" ketus Celine. Ia melirik kain yang dipegang Gabriel. "Apaan itu?" tanyanya.
"Oh, ini." Gabriel membuka gumpalan kain itu dan karena warnanya gelap, bisa tampak jelas bercak cairan kental yang masih lembap.
Celine dan Billy tahu apa itu. Muka mereka langsung merengut. "Itu bekas Aaron, ya?" tuding Billy.
"Ya, siapa lagi?" sahut Gabriel. "Aaron kehabisan kon.dom. Jadi ya, terpaksa dibuang di luar."
Billy dan Celine mendengkus, tetapi tidak berkata apa pun lagi. Mereka pergi lagi dari situ dengan perasaan kalah. Gabriel berdecak seraya geleng-geleng kepala saja. Ketika ada petugas kebersihan lewat, ia menaruh sarung bantal itu ke keranjang cucian kotor, tergabung dengan bahan kain lainnya. Kemudian ia pergi ke bawah untuk sarapan di restoran hotel sekaligus mengurus hal lainnya
Sekitar jam 9.30, Novan terbangun dan yang pertama dicarinya adalah Cassandra Elliana. Ia lega menemukan gadis itu berbaring di sisinya dan tertawa kecil melihat dandanannya yang berantakan. "Ell, untung aja kamu tidur sama aku. Coba kalau sama orang lain, bakalan kaget ngeliat wajah bangun tidurmu," gumam Novan.
Ia ingin mengecup kening gadis itu, akan tetapi mengendus bau parfum Gabriel. Mungkin karena Gabriel harus memindahkan Elliana ke sana kemari, pikirnya. Novan mendaratkan kecupan kilat.
Ia duduk di ranjang dan melihat sekelilingnya rapi, bahkan bajunya tergantung di kapstok. Ia yakin itu kerjaan Gabriel yang mengurus semuanya sampai ke hal- hal sepele. Novan bangkit dari ranjang. Ia bersiap mandi dan merogoh saku celananya untuk mengambil kapsul ajaibnya lalu masuk ke kamar mandi.
Gabriel kembali ke kamar. Agak heran Novan tidak ada di ranjang, tetapi melihat Elliana seperti ketika ditinggalkannya, Gabriel jadi tenang. Dari kamar mandi terdengar suara pria menyanyi lagu seriosa. Kening Gabriel terangkat mendengar suara semerdu itu. Rupanya ada faedahnya Aaron kencan dengan pelatih vokal.
Gabriel menerima pengantaran makanan yang dipesannya dan memasukkan keretanya ke dalam kamar. Kemudian ia duduk bersilang kaki sambil memeriksa ponsel.
Novan sudah selesai mandi dan ia keluar dalam wujud Aaron. Ibarat ponsel, Aaron ter-charge penuh. Suasana hatinya sedang gembira karena — walaupun tidak melakukannya — isu akan menyebar bahwa ia dan Cassandra sedang dalam hubungan spesial. Aaron melilit handuk menutupi pinggul ke bawah. "Kamu ke mana aja, Riel? Aku bangun kamu sudah gak ada."
"Aku menemui manajer dan CEO hotel buat ngurus bartender yang mencampur minuman Cassandra. Rupanya Billy yang menyuruh, ada bukti chatnya. Itu sudah kulaporkan pada polisi dan jaksa, jadi kita tunggu Billy mendapat ganjarannya."
Aaron manggut-manggut, senang pada kerja efektif Gabriel. "Baguslah. Setidaknya itu membantu mengurangi kekesalanku pada si Billy kam.pret itu."
"Bukannya kamu juga kam.pret?" olok Gabriel yang segera dibalas Aaron dengan ringisan.
"Ih, aku dah pindah channel ya. Sekarang 'kan aku sudah punya pasangan. Cassandra Elliana." Aaron merentangkan tangan mempersembahkan gadis yang tidur seranjang dengannya.
Gabriel diam tanpa ekspresi, padahal rasa menelan pil pahit. Ia kemudian sibuk menggulir ponselnya sambil berucap, "Aaron, Elliana tidak suka sama kamu. Kamu mau maksa dia buat jadi pacar kamu?"
"Why not? Cewek- cewek suka hubungan yang diawali dengan status terpaksa, dipaksa, 'kan romantis ceritanya. Awalnya dipaksa, jadi suka. Kalau Elliana gak bisa dipaksa, aku bikin kontrak aja sama dia. Dari kontrak jadi konak, ya 'kan?"
"Haduh," gerutu Gabriel seraya membuang muka. Ia memilih diam, menyibukkan diri dengan ponsel.
Aaron terkekeh, kemudian membuka handuknya, telanjang bulat di tengah kamar. Ia hendak mengenakan lagi pakaiannya, tetapi melihat Elliana bergerak mengerang sambil mengencangkan tangan dan kakinya, Aaron buru- buru masuk ke bawah selimut, berlagak tidur.
Elliana membuka matanya yang masih tidak fokus karena bekas mabuk, serta perih gara- gara contact lens. "Bah, sialan!" makinya. Ketika mulai jelas melihat, ia berhadapan dengan wajah Aaron Sebastian yang tersenyum bahagia. Elliana terbelalak, ditambah melihat Aaron telanjang dan sosisnya mengacung.
"Hai, sayang, bagaimana tidurmu?" sapa Aaron.
Elliana sontak berteriak, "Kampreeet! Hyaaaat!" Ia menendang sekuat tenaga.
Bruaakk!
Aaron terjungkal hingga jatuh ke lantai dan mengerang kesakitan. "Adduuuh ...."
Elliana merapatkan selimut membungkus tubuhnya dan meneriaki Aaron. "Baji.ngan berengsek! Apa yang lo lakuin pada gue hah? Lo apain gue?"
Aaron merangkak di dekat ranjang sambil mengusap- usap pinggangnya. "Heh, gue gak ngapa-ngapain! Lo langsung main tendang aja. Kurang ajar banget lo, ya. Dasar Elliana durhaka! Gak tau balas budi! Kalau gak ada aku, mau dibikin apa kamu sama Billy, hah?" Ia berdiri susah payah dan kelihatan sosis Swiss- nya masih mengacung aja.
"Kyaah!" Elliana terpekik lagi sambil menutupi wajahnya dengan selimut. Ia melihat bajunya masih lengkap melekat di badan dan tidak ada nyeri s**********n kayak yang diceritain n****+- n****+ itu. Berarti aku aman 'kan? Emang gak diunboxing Bapak Aaron, 'kan? Elliana mengintip pria itu dan tubuhnya memang mengagumkan. Gak mungkin gak merasa kalau sudah dimainin Aaron. "Kalau gak ngapa-ngapain, kenapa telanjang di depan gue? Lo sialan, mau goda gue biar khilaf?"
Aaron berdiri bak patung David yang tampan dan perkasa. "Ah, ya bolehlah, kalau aku bisa bikin kamu khilaf, aku gak akan pakai baju."
Elliana meraih bantal dan melemparnya pada Aaron. "Ca.bul lo! Gak boleh! Lo pakai baju sekarang juga atau gue potong dan goreng sosis lo!"
"Eh, makan langsung aja, Ell, lebih enak. Nih!" sahut Aaron sambil megangin sosis dia dan menyodorkan ke arah Cassandra. "Dah kubersihin juga tadi sekalian mandi."
Kontan saja Elliana berteriak lagi. "Berengsek! Enyah lo sekarang juga atau gue banting? Dasar otak me.sum!"
Aaron tertawa- tawa dan sosisnya turut berayun. Elliana melemparinya dengan bantal lagi. Gabriel menegur mereka sebelum kamar jadi berantakan. "Aaron, Ell, sudah! Hentikan! Aaron, kamu pakai baju sana! Cepat!"
Aaron mematuhinya sambil menggerutu. "Huu, Gabriel gak seru!" Aaron membawa pakaiannya masuk ke kamar mandi dan mengenakannya di sana.
Elliana bersembunyi dalam selimut, merutuk diri sendiri. "Aduuh, malunya." Ia teringat akibat kekonyolan tingkahnya sendiri sehingga terjebak dalam kamar hotel bersama Aaron. Ia masih ingat saat Aaron dan Billy berdebat di diskotik, setelah itu ia tidak tahu apa- apa lagi. Hanya mimpi- mimpi yang sangat me.sum. Tubuhnya terasa menggelenyar, bahkan puncak- puncak buah dadanya berdenyut- denyut. Apakah ini efek minuman itu? Aku kok merasa bergai.rah?
Elliana tiba-tiba mengendus tubuhnya sendiri. Tubuhnya bau parfum Bapak Gabriel, itu aneh sekali, tetapi bisa jadi karena pria itu memapahnya dengan susah payah karena ia mabuk berat. Untung saja ada Bapak Gabriel. Jika ia berduaan saja dengan Bapak Aaron, entah apa yang akan terjadi.
Gabriel waswas Elliana ingat yang mereka lakukan, tetapi ia bersikap sewajar mungkin. "Kenapa, Ell? Kamu perlu sesuatu?" tanya Gabriel.
Perlahan-lahan, kepala Elliana menyembul keluar dari selimut. "Ehm, anu, Pak ... Soal malam tadi ...."
Gabriel menatapnya dengan sorot penuh perhatian. "Ya. Kenapa dengan malam tadi?"
"Makasih, Pak."
Gabriel terpana sesaat. Ia tidak mengharapkan ucapan seperti itu dari Elliana.
"Kalau gak ada Bapak, entah apa yang bakalan dilakukan Bapak Aaron pada saya. Saya bener- bener nyesal main ke diskotik, Pak."
Gabriel tersenyum sekilas. "Syukurlah kamu menyadari kesalahanmu, Ell," katanya. Ia membawakan Elliana air putih dan sebiji obat anti mabuk. "Minum obatnya biar gak pusing. Jadi kamu bisa benahi dandanan kamu."
"Eh, iya, Pak." Elliana menyahut dan mematuhi suruhannya. Ia meminum obat tersebut.
Gabriel berkata padanya. "Satu pesanku, Ell, kamu boleh berdandan sebagai siapa saja, tetapi jangan menjadi pribadi yang bukan kamu, hasilnya tidak akan memuaskanmu."
"Iya, Pak." Elliana tertunduk dalam. Ia pasti bertingkah sangat memalukan saat mabuk sampai- sampai Bapak Gabriel turun tangan. Ia merasa sangat malu.
Gabriel tersenyum tipis. Ia mengusap puncak kepala Elliana dan berujar menenangkannya. "Jangan diulangi lagi, ya?"
Elliana mendongak melongo. Terkesima betapa mengagumkannya sikap Bapak Gabriel. "Iya, Pak," sahutnya.
Gabriel mengambil gelas di tangan Elliana dan balik ke sofa. "Dah, kamu mau makan dulu atau mandi dulu?"
"Mandi dulu, Pak," kata Elliana.
"Tuh, tas, barang- barang sama mantel kamu di situ." Gabriel menunjuk nakas.
"Iya, Pak. Eh, anu, Pak. Hari ini jadinya saya gak masuk kerja. Gak papa ya, Pak?"
"Iya, gak papa. Soalnya kamu sekarang ada sama saya jadi kamu gak bohongin saya."
Elliana tersipu lagi. "Ehehhe, maaf, ya, Pak."
"Gak tau sampai mana stok maaf saya buat kamu, Ell," gerutu Gabriel ingin mengerjai Elliana saja.
"Jangan gitu dong, Pak. Saya 'kan pegawai yang berbakti sama Bapak."
Gabriel jadi geer sendiri, tetapi disembunyikannya. "Kamu tuh, ya, emang ngeselin kadang."
"Hehehe."
Elliana mandi setelah Aaron keluar. Pria itu sudah berpakaian lengkap dan sangat menawan. "Kumandiin ya, Ell?" goda Aaron saat di ambang pintu.
"Ih, ogah!" seru Elliana sambil bergegas masuk dan mendorong Aaron dari pintu lalu menguncinya dari dalam.
Aaron terkekeh gemas pada tingkah Elliana, si Cassandra pujaannya. Ia bergabung dengan Gabriel duduk di sofa buat bersantap makan pagi. Elliana bergabung sehabis mandi, tanpa dandanan Casandra. Mereka mengobrol akrab dan Gabriel menjelaskan apa yang terjadi pada si bartender dan Billy.
Oleh sebab itu, Aaron meminta Elliana kembali berdandan sebagai Cassandra. "Ntar kalau aku keluar dari hotel bareng Cassandra, jadi isu yang menguntungkan buat kita, Ell. Kalau keluar bareng kamu, malah jadi skandal buruk buat perusahaan. Nah, kamu pilih mana? Mau jadi Cassandra atau Elliana?"
***
Bersambung ....