Cassandra menerima minumannya dan langsung meneguknya sampai habis kemudian berseru puas. "Ah, segernya ...." Tiba- tiba ia mengalami cegukan. "Hik! Hik!" Ia memandang si bartender. "Bang, kok saya cegukan, Bang? Hik, hik, ... gimana ini, Bang?"
Pria itu tersenyum tipis. "Oh, bawa minum aja lagi. Saya bikinkan lagi, ya!" Ia mengambil gelas Cassandra dan mengisinya dengan jus jeruk bertambah satu dosis ramuan mabuk lagi, berarti sudah dua dosis diminum Cassandra. Cegukannya bukannya hilang, malah bertambah parah karena ia sambil tertawa- tawa mulai kehilangan kendali diri.
Cassandra memainkan pengaduk gelasnya dan terkekeh sendiri. "Jus di bar itu beda ya sama di luaran. Rasanya lebih enak. Pantesan aja lebih mahal yaaa."
Bartender tersenyum saja dan mengelap gelas- gelas untuk membuat sajian pesanan pengunjung lain.
Cassandra merengut, bertopang dagu, memandang sekitar. Matanya mengerjap- ngerjap lemah. Ruangan yang redup dan ribut suara musik, tetapi lampu aneka warna kelap- kelip seakan menghipnotisnya seolah berada di alam lain. Ia ingin menari, melompat, dan terbang bebas. Kepalanya terasa sangat pusing sekaligus berdebar- debar bersemangat. Ia bergumam sendiri sambil memijat pelipisnya. "Aduh ... ini kok ... jadi begini, ya? Ng ...." Ia terpaku pada gelasnya yang sudah kosong, lalu diambil oleh sang bartender. "Eh, itu ... minuman itu ...."
Terlambat baginya menyadari ada yang tidak beres pada minuman tersebut. Cassandra kehilangan kendali pada pikiran dan gerakannya. Hanya dalam hati sempat menggerutu, Ya ampun, ini akan jadi kisah n****+ CEO berengsek itu. Oh, sialan! Aku akan berakhir di ranjang dan kehilangan keperawananku dengan orang asing. Aku akan terbangun dengan selang.kangan nyeri dan surgaku kena siram air kelelakian. Ah, berengsek! Apa ini ulah Aaron atau ....
Jawabannya tiba-tiba muncul. Billy mendempetnya di meja bar, merangkulnya seolah mereka teman akrab. "Hai, Cassandra! Lama tidak berjumpa, cantik. Bagaimana kabarmu?"
Billy! Penglihatan Cassandra sudah berkabut gelap. Ia merasa mendorong Billy agar menjauhinya, akan tetapi pada kenyatannya ia mengibas wajah Billy saja lalu menepuk pundak pria itu. "Kamu ...," ucap Cassandra dengan susah payah lalu tertawa kecil.
Tubuh Cassandra doyong hampir jatuh dari kursi bar, tetapi segera dirangkul Billy ke dadanya. "Kamu baik-baik saja, Cassie? Bagaimana kalau aku bantu kau keluar. Kita pergi dari sini. Aku antar kau pulang, ya?" Billy memapah Cassandra berjalan menjauhi meja bar, akan tetapi langkahnya terhenti oleh seseorang yang berdiri di jalannya.
"Berhenti! Mau kau bawa ke mana Cassandra, berengsek?" hardik Aaron. Tidak mungkin Cassandra mabuk secepat ini kecuali ada sesuatu pada minumannya. Ditambah penampakan Billy si bergajul berengsek, sudah bisa diprediksi apa yang terjadi.
"Hei, tenang, Bro! Apa kau tidak tahu kami sudah berdamai? Ya 'kan, Cassie?" Billy mengusap dagu Cassandra, membuat Aaron tambah murka.
"Lepasin tanganmu dari Cassandra!" bentak Aaron sambil menarik Cassandra padanya. "Gak ada sejarahnya Cassandra mau damai sama kamu."
"Aaah!" pekik Cassandra yang sebelah tangannya ditarik Billy agar tidak direbut Aaron.
"Lepasin kataku!" bentak Aaron lagi.
"Nggak. Cassandra sudah setuju pergi sama aku. Apa hakmu larang- larang Cassandra? Emang dia pacar kamu? Nggak 'kan?" tampik Billy.
Celine datang turut memeriahkan perdebatan. "Iya. Buat apa kamu ngurusin Cassandra, Aaron? Dia bahkan sudah nolak kamu terang- terangan. Biarin aja dia sama Billy. Mana tau mereka cocok. Ya 'kan? Daripada ntar kamu bermasalah lagi dengan Billy."
Aaron terdiam dan tidak merasa sedang memegangi tangan Cassandra terlalu erat. Cassandra meringis dan menepis tangannya. "Apaan si ini? Lepasin! Sakit tau gak! Dasar Aaron kam.pret!" maki Cassandra yang merasa ada di taman bermain, sedang berkelahi dengan teman sebaya. Ia mengangkat tangan ingin memukul Aaron, tapi tangannya lemas.
"Nggak!" bentak Aaron dan menarik Cassandra sekuatnya sehingga lepas dari tangan Billy. Gadis itu terdongak dengan mulut melongo dan mata mengerjap- ngerjap. Aaron menunduk dan berujar padanya. "Kau itu milikku, Cassandra. Aku tidak akan membiarkan kau jatuh ke pelukan laki- laki lain."
Billy yang tidak mau kalah, mencibirnya. "Beh, mau sama cowok yang gak bisa main semalaman? Belum lagi subuh, udah cabut pulang. Anak mami! Pasti dia nyembunyiin wujud aslinya kek Cinderella, pas jam 12 teng kudu balik ke rumah supaya gak ketahuan aslinya miskin. Lebih parah dari cabe-cabean lu, Ron. Gitu- gitu ngaku Cassanova."
Perdebatan mereka menarik perhatian orang di dekat situ. Aaron terdiam seribu bahasa. Ia sebenarnya tidak peduli karena Cassandra sudah di pelukannya. Hanya saja, pria seperti Billy harus mendapatkan balasannya.
Gabriel mendekat dan sempat mendengar ucapan Billy. Ia terkejut melihat Cassandra yang teler kayak sudah nenggak seisi botol Topi Miring.
Celine berpindah ke sisi Billy dan menatap jengah pada Aaron. "Iya, Aaron. Emang kenapa sih selama ini kamu gak mau tidur bareng? Emang kamu kentut melulu kah kalau tidur? Atau ngorok kek mesin truk diesel?"
"Bisa jadi," timpal Billy. "Atau ia tidak bisa tidur kalau gak pake popok. Ya 'kan Ron? Huahahaha, si Cassanova ternyata masih suka ngompol."
Cassandra yang mabuk berat tiba-tiba menyahut. "Iiih, gak gitu! Aaron itu ... cubby ... dan lucu .... Hihihihi .... Kek Teletubbies. Aku pernah lhoo sama Aaron sampai pagi .... Humm hmm hmm." Cassandra mengulum tawanya kemudian ia tersandar manja pada Aaron saking gak sadarnya mengusap- usap da.da Aaron.
"Ih, apaan sih?" gerutu Celine yang merasa gusar oleh ucapan Cassandra. Tidak mungkin Aaron melanggar kode etiknya sendiri tidur satu malam dengan teman kencannya. Billy menggerundel sendiri. "Beh, ucapan orang mabuk gak bisa diandalkan. Kecuali aku lihat dengan mata kepalaku sendiri Aaron dan Cassandra bersama sampai pagi."
Sudut bibir Aaron membentuk seringai angkuh. "Oke, aku buktiin. Kebetulan sekali malam ini kalian bisa jadi saksinya."
"Oke!" sahut Billy dan Celine bersamaan. "Tunjukin sama kami kalau kalian tidur bareng sampai pagi."
Gabriel tergamam, tidak tahu apa tujuan Aaron berucap demikian. Aaron menoleh padanya dengan penuh keyakinan. "Riel, kamu dah booking kamar untuk kami 'kan?"
Seperti kencan Aaron yang biasa, ia yang memesankan kamar, juga untuk persembunyian kalau- kalau kepepet Aaron hendak berubah wujud. Jamnya memang sudah dekat. "Eh, iya, sudah," jawab Gabriel sambil berpikir keras jika maksud Aaron akan mengajak Cassandra tidur dalam keadaan mabuk, maka ia harus mencegahnya, tapi bagaimana?
"Ya udah," kata Aaron kemudian. "Tunjukin aku kamarnya. Biar aku bawa Cassandra, kamu bawain barang- barangnya, ya?" Aaron menyerahkan mantel dan pouch ponsel Cassandra, serta kartu penitipan barangnya.
"Ya, tentu," sahut Gabriel seraya menerima barang- barang tersebut. Ia berekspresi tenang dan datar, meskipun dalam hatinya berkecamuk kebimbangan. Seandainya ia tidak suka Cassandra pun, Cassandra anak teman ibunya, ia tetap harus menjaganya dari Aaron. Saat mengambil barang, Gabriel berlambat- lambat saja di sana.
Cassandra mengalungkan tangannya di leher Aaron, bergelayut dan mengolok- olok Aaron. "Hmm, muka Bapak ni ganteng banget, tapi kok ngeselin banget sih, Pak?" Ia mencubit pipi Aaron dan menarik-nariknya.
"Aw, aw, aw, sakit, Cassandra," cebik Aaron, tetapi suka.
"Iiihhh, gemessss! Pengen ta cubit- cubit. Hemmm, hehehe .... Gemukin lagi dong pipinya, Pak. Sini, biar saya tampar. Ih, Bapak nakal! Nakal!" ujar Cassandra sambil menampar- nampar kecil wajah Aaron.
"Iya, iya, aku nakalnya sama kamu aja, sayang," balas Aaron yang mulai mencubit pipi Cassandra juga. Gadis itu tertawa geli. Mukanya bersemu merah dan mulai menggesek- gesekan pahanya pada Aaron. Jika ia seekor kucing, ia akan memanjat tubuh bak dewa Yunani-nya Aaron.
Gabriel menahan marah sekuat tenaga. Jika tidak ada orang lain, ingin sekali ia menyeret Cassandra pulang bersamanya.
Mereka bertiga, diiringi Billy dan Celine, meninggalkan Diskotik Havana.
Aaron berjalan memapah Cassandra yang sempoyongan. Tubuh gadis itu hanya bergaun mini tanpa tali pundak. Lengan Aaron melingkar di pinggang Cassandra, dalam posisi demikian mereka terlihat sangat mesra dan Aaron bisa semaunya menggerayangi lekukan tubuh Cassandra. "Tahan ya, sayang, bentar lagi kita sampai di kamar kok," ujar Aaron lembut.
Gabriel berjalan sambil melirik jam tangan. Melihat jam sudah pukul 01.38, tidak ada niat Gabriel untuk bergegas. Sedangkan Aaron waswas, akan tetapi ia percaya sepenuhnya pada Gabriel.
Mereka masuk ke lift lalu turun ke lantai kamar VIP. Karena Cassandra begitu mesranya mendempet Aaron, ya Aaron ambil kesempatan lah, apalagi ia emang gak menahan diri kalau pengen. Ia mencumbu Cassandra. Mereka berciuman kecil beberapa kali, diselingi tawa geli Cassandra. Cecapan mulut dan desahan halus bersahutan dalam ruang sempit itu.
Gabriel tidak berekspresi, menoleh pun tidak. Rahangnya terkatup rapat. Sementara Celine dan Billy cemberut terus. "Jadi, kalian sudah lama berhubungan?" tanya Celine, yang tidak dijawab Aaron maupun Cassandra karena terlalu asyik bermesraan.
"Huh, kita semua dipermainkan mereka berdua selama ini," gerutu Billy. Celine lalu bungkam sepanjang waktu. Dagunya gemetaran menahan tangis dan ingin menghardik Aaron. Hubungan mereka hanya main- main, akan tetapi entah kenapa tetap saja ia patah hati melihat Aaron dengan wanita lain di depan matanya.
Keluar dari lift, Aaron kembali memapah Cassandra. Sepatunya mempersulit langkah Cassandra sehingga Gabriel melepaskan sepatu itu dan menentengnya bersama barang Cassandra yang lain. Gabriel juga membukakan pintu kamar dengan kartu akses. Gabriel masuk lebih dahulu untuk menahan pintu. Aaron membawa Cassandra ke ranjang dan menjatuhkan gadis itu di sana. Cassandra tertawa- tawa dan bergumam tidak karuan.
Gabriel ke bagian nakas untuk menaruh barang. Aaron berdiri di tengah kamar dan melepas jas serta membuka kancing- kancing kemejanya. Ia melirik Celine dan Billy yang berdiri di selasar kamar, memandangi dengan muka masam. Aaron menyindir mereka. "Kalian mau nonton kami main kah?" tanyanya. "Kalau gak percaya, silakan aja tungguin di depan pintu sampai besok. Aku dan Cassandra mau bobok bareng dulu."
"Ih, ngapaian?" gerutu Billy yang segera berbalik keluar dari kamar. Celine menatap berkaca-kaca pada Aaron, akan tetapi pria itu membalas dengan tatapan mencemooh. Celine terisak kemudian berlari keluar kamar.
"Eh, aneh. Gak ada hubungan spesial kok dia baper segala," gumam Aaron pada sikap Celine.
Gabriel tidak berbicara apa pun. Ia ke pintu untuk memastikan pintu terkunci. Melirik sekilas jam sudah 01.58. Tidak akan ada cukup waktu bagi Aaron untuk menyetubuhi Cassandra. Rahang Gabriel sedikit lebih santai. Ia akan memberitahu Asron kalau ia akan turut berada di kamar, demi menjaga Cassandra. "Aaron, aku ...."
Di dekat tempat tidur, Aaron sudah mulai kesakitan sambil melepas seluruh pakaiannya dan membiarkan teronggok sembarangan. Wajahnya memerah, napas tersengal, dan sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Ia berucap terbata- bata pada sahabatnya. "Riel ... kamu ... jangan ... ke mana-mana. Pastikan Cassandra tetap di kamar dan tidak berbuat aneh- aneh. Aku ... aku ... uughhh ...."
Aaron bertubuh b***l merangkak ke ranjang meringkuk memeluk bantal dan menyelimuti diri. Ia meredam erangannya dengan menggigit bantal. "Uuurgghh ...!" Sakitnya tak tertahankan, tetapi melihat Cassandra Elliana berbaring di sisinya tertawa- tawa gembira, Aaron sangat yakin ia sanggup bertahan untuk melihat lagi hari esok dan harapan Cassandra akan bangun di sisinya dengan perasaan lega. Ia tidak merenggut keperawanan Cassandra demi hasrat seksual semata. Ia ingin kelak melakukannya atas kesadaran diri suka sama suka.
Aaron berubah wujud menjadi Novan dan metamorfosis itu berlangsung sempurna. Pria gemuk itu jatuh pingsan kelelahan dan langsung tertidur lelap bagai bayi dalam buaian.
Gabriel berdiri mematung di tengah kamar. Tinggal ia seorang yang cukup waras untuk berhadapan dengan seorang gadis mabuk. Cassandra yang berbaring di sisi Novan menepuk-nepuk tubuh gempal itu. "Hehe, ada dugong empuk .... ehemm." Ia merangkak bersungut ke d**a Novan, meraba- raba tubuh pria itu dan menemukan benda kelelakiannya. "Ehmm, eh? Apa ini? Kek sosis ... panjang, kenyal, dan empuk ...."
"Eh, jangan, Ell!" Gabriel tersadar dan buru-buru menarik Cassandra dari Novan. Ia mendekap Cassandra dari belakang dan menyeretnya menjauhi ranjang. "Kamu jangan ganggu orang tidur," katanya yang tahu betul tenaga Novan terkuras habis dan perlu istirahat.
Tangan Gabriel melingkar di da.da dan perutnya. Cassandra kebingungan dengan kondisi tubuhnya yang goyah. Mereka berdua terdoyong ke belakang dan jatuh terduduk di sofa. "Aw! Ughh! Aduh, beratnya kamu, Ell," ringis Gabriel yang mesti menahan berat tubuh Cassandra.
"Eh? Bapak Gabriel?" gumam Cassandra yang tidak jelas melihat wajah Gabriel, tetapi mengenali suaranya. Ia tertawa sendiri, seraya memutar tubuh berhadapan dengan Gabriel. Ia tidak menyadari ia duduk di pangkuan pria itu dan kedua tangannya menekan selang.kangan Gabriel. Cassandra menunduk tersipu di depan wajahnya. "Ehm, Bapak ..., maafin Ell, ya ngerepotin Bapak .... Pak, maafin ya ...," ujarnya sambil menggoyang pangkuan Gabriel.
Gabriel terperangah, lalu segera menggigit bibir. "Uhh, Ell ...," desahnya parau karena sentuhan dan gerakan Cassandra membuatnya terangsang. Gadis itu semakin mendempet dan bersungut manja padanya. Gaun mininya tersingkap hingga ke pimggul dan bagian kemben melorot sedikit demi sedikit. Gabriel jadi panas dingin. Belahan da.da Cassandra sangat dekat dengan wajahnya. Ia bahkan bisa menghidunya.
"Pak," panggil Cassandra lagi dengan suara merayu. "Bapak baik banget. Saya suka sama Bapak. Jadi bos saya selamanya ya, Pak?"
"Ell ...." Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutnya. Selanjutnya desahan Gabriel serupa desisan kepedasan. Dalam tubuhnya tercipta bara berahi yang melahap cepat akal sehatnya. Apalagi sudah di zona sepertiga malam yang sakral. Ulil-nya mengeras dan sontak itu menarik perhatian Cassandra yang tangannya tepat berada di sana.
"Eh? Apa ini? Hm? Bapak nyimpen apa di sini? Kok keras? Pak, ini apa? Bapak bawa pistol kah?"
Susah payah Gabriel menggeleng. "Bukan, Ell, itu bukan pistol."
"Hm? Lalu apa, Pak?"
"Itu ... Ulil saya, Ell?"
Cassandra berwajah lugu melongo. "Hah? Ulil itu apa, Pak?"
"Hmmm, mau saya kasih liat?"
Cassandra mengangguk perlahan dengan sorot mata sayu, tetapi bersungguh- sungguh.
Gabriel tidak tahu ke mana jiwa malaikatnya pergi. Ia mengikuti skenario hatinya. "Saya kasih liat, tapi ...."
"Tapi apa, Pak?"
"Kasih liat saya buah da.da kamu."
***
Bersambung....