CVC 54. Makan Siang

2880 Kata
Elliana terlambat datang ke kantor Novantis. Ia keluar dari taksi sambil kerepotan menenteng tas dan membuka ponselnya yang berdering panggilan dari Wiwi. "Kamu cek video yang aku kirim, ya, biar kamu bisa liat itu ada yang sudah siap menghadang kamu." "Hah?" Wiwi langsung memutus hubungan telepon. Elliana memeriksa pesan dari Wiwi dan terperangah melihat video Bapak Aaron patroli di dekat mesin absen. Dari gerakan dan tampangnya, jelas sekali pria itu punya tenaga penuh buat berdebat. Elliana memilih sembunyi- sembunyi masuk ke dalam gedung. Ia berhasil tiba di bawah meja satpam, berjongkok di sana dan membuka ponselnya untuk menghubungi Bapak Gabriel buat minta perlindungan, akan tetapi, belum sempat ia melakukan itu, ada seseorang berdiri di depannya dan membatasi gerakannya di kolong meja itu. Elliana mendongak seraya ternganga. Si bos kam.pret mengurungnya! "Kalian berdua menjauh sana!" titah Aaron pada dua satpam yang bertugas di situ, yang membuatnya kesal karena mereka membantu Elliana. Dua pria itu buru- buru patroli di teras. Elliana sudah tertangkap basah. Ia ingin keluar dari kolong, tetapi sepasang kaki panjang Aaron merapat ke meja, menghalanginya keluar serta membatasi geraknya. Ia meninju- ninju lutut Aaron. "Pak, jauh sana! Saya mau keluar," rengeknya. "Enggak!" tegas Aaron. Ia berdiri semakin kokoh dan tidak menoleh ke bawah. Ia memandang sekitarnya waswas kalau- kalau Gabriel datang buat nolongin Elliana. "Kamu suka sekali di sini jadi gak salah toh saya mendukung perbuatanmu, wahai Elliana, pegawai yang suka ngeles." Elliana sadar kesalahannya sehingga tidak bisa mengasari Aaron. Ia mendorong- dorong kaki Aaron. "Iih, Pak, jangan gitu dong, Pak. Gak enak kelamaan jongkok di sini, Pak. Saya nih lagi sakit perut, ntar saya BAB di sini gimana? Saya tadi terlambat karena sakit perut itu," kilahnya. Padahal ia terlambat karena bangun kesiangan. "Mau e- e, e- e aja. Biar bukti kamu gak bohong," seringai Aaron. Elliana meninju lututnya agak keras. "Ih, itu pembullyan namanya. Udah deh, Pak, saya memang salah, saya minta maaf, saya gak akan telat lagi. Saya janji." "Hilihh, janji seribu janji, ntar diulangi lagi. Kamu pikir aku gak mahir bikin janji palsu kek kamu? Pliss deh, Ell. Kalau mau bujuk aku, kamu harus bikin pernyataan yang lebih bisa diterima." "Haduuh, jadi bos kok sewot amat sih? Emangnya Bapak mau apa dari saya?" "Buka blokiran nomor aku, baru aku bolehin kamu keluar dari sini." Elliana tidak suka ditekan seperti itu. Ia bersikukuh. "Nggak!" Aaron tahu ia akan mendapat jawaban demikian. "Kalau begitu, aku juga gak bakalan menjauh dari sini." Ia menarik sebuah kursi dan duduk bersilang kaki masuk ke kolong meja sehingga Elliana terdorong tersandar di bawah sana. "Aaawh! Bapak apaan sih? Kekanak- kanakan banget!" rutuk Elliana. Ia terdiam sebentar dan tiba-tiba punya ide mukul sosis Swiss Aaron. Sayangnya, Aaron sudah tahu dan menangkap tangannya. Pergelangannya dicengkeram erat. Elliana merengek kesal. "Iiih, kam.pret! Sakit tau gak! Lepasin. Lepasin!" Aaron menatap tajam Elliana dan tidak melepaskan tangannya. "Kamu ke mana aja kemaren habis ketemu sama Valentino?" interogasinya. "Emangnya Bapak Gabriel gak ngasih tau? Saya pulang, Pak, trus ngerjain lukisan aja sampai larut malam." "Oh. Jadi ngerjain lukisannya di rumah? Gak di tempat Valentino?" "Ya enggak lah. Saya gak macam- macam, kok. Tanya aja Bapak Gabriel." "Hmmm ...." Gabriel belum datang dan sejak kemarin juga tidak menghubunginya. Aaron pikir mungkin Gabriel keasyikan hang out karena gak ngawasin ia lagi. Elliana menarik- narik tangannya. "Ayolah, Pak, lepasin saya, biar saya keluar dari sini. Ini tangan saya aset loh. Saya asuransikan. Awas aja kalau tangan saya kenapa- napa." Aaron mengalah. Ia melepaskan tangan Elliana, tetapi tidak beranjak dari kursi. "Kalau kamu temenin aku makan siang, aku bolehin kamu keluar dari sini." "Iya, iya, ntar saya temenin. Saya suapin juga sekalian biar Bapak puas." "Eey, kamu yang ngomong, ya. Awas kalau gak nyuapin aku," ujar Aaron semringah. "Duh!" gerutu Elliana yang tersadar kalau bos satu ini suka dimanjakan gaya anak mami. "Gak jadi! Gak jadi!" Aaron kembali merapat ke meja. "Kalau gitu gak jadi juga dong aku keluarin kamu." "Iiih, berengsek!" Elliana mengguncang kursi Aaron sekuat tenaga sehingga Aaron berpegangan ke meja. "Hiih, kamu kuat juga ya?" gumam Aaron. Gabriel memasuki lobi dengan langkah tergesa, segera mematung melihat Aaron duduk di meja satpam dan gemetaran. "Aaron?" gumamnya keheranan, segera tersadar setelah mendengar suara erangan Elliana. "Biarin gue keluar, kam.pret! Seneng banget sih nyusahin pegawai? Bos zolim!" "Pegawai durhaka!" balas Aaron. Gabriel melangkah lugas mendatangi meja satpam, mendeham keras dan berseru lantang. "Aaron! Elliana! Ngapain lagi kalian?" "Ah, Bapak Gabriel!" Elliana berseru gembira mendengar suara penolongnya. Ia berteriak, "Pak, tolongin saya, Pak. Bapak Aaron nih gak izinin saya keluar dari sini." Gabriel melihat dari dekat dan terperangah. "Astaga, Aaron! Ck!" "Biarin! Ia terlambat datang ke kantor, biar ini jadi hukuman buat dia." Gabriel lalu berujar santai. "Ya udah, karena aku juga terlambat, jadi aku dihukum juga. Minggir! Biar aku sama Elliana duduk di situ." Aaron jadi kesal bukan main sampai mukanya merengut. "Ah, jadi gak seru lagi! Kamu kok selalu belain Elliana, Riel? Jadi curiga aku." "Curiga apa? Kelakuan kamu yang kek anak kecil. Itu jadi gunjingan pegawai." "Huh!" Aaron berdiri kemudian menjauh dari meja. Elliana segera keluar dari kolong dan Gabriel membantunya berdiri. Aaron menuding wajah Elliana. "Pokoknya siang ini temenin aku makan. Titik!" Kemudian ia meninggalkan tempat itu. Elliana memandangi punggung Aaron. "Kenapa lagi sih orang itu?" "Laki-laki kalau gak tersalur hasratnya bisa uring- uringan, Ell. Ya kek gitu contohnya," jawab Gabriel. "Oh." "Yuk, udah. Kamu lanjut aja kerja. Aku mau bicara sama Aaron." "Oke, Pak. Makasih ya, Pak." Elliana melangkah riang menuju ruangannya. Gabriel mendatangi Aaron di ruang kerja CEO Novantis. Pria itu duduk di balik meja kerja sambil memijat pelipis. Belum sempat Gabriel mengemukakan pertanyaannya, Aaron berujar gelisah. "Anterin aku ke rumah sakit. Aku mau konsul dokter dan medical check up." "Oke. Yuk!" sahut Gabriel lantas mereka berdua pergi dari gedung Novantis. Siangnya, Aaron selesai periksa di rumah sakit. Semua hasilnya bagus, laboratorium darah, CT scan, dan sebagainya. Aaron cuman didiagnosis kelelahan secara psikologis dan disarankan pergi liburan. Mau gimana? Liburannya sebenarnya adalah dengan melepaskan nafsu berahi bersama seorang wanita, tetapi ia harus abstinensia. Sampai kapan? "Lingkar pinggang Novan terus menyusut, Riel. Penurunan berat badan yang sangat drastis," ujar Aaron bersemangat yang sinis. Gabriel yang sedang menyetir geleng-geleng kepala. Efeknya, Aaron kadang sekejap kehilangan kesadaran serta emosional. "Bagaimana kalau istirahat dulu, Ron? Biar kamu jadi Novan dulu sehari dua." "Nggak bisa. Kalau aku berhenti sekarang? Grafik datanya menjadi tidak bermakna. Aku harus konstan meminumnya sampai lingkar pinggang Novan sama dengan lingkar pinggang Aaron. Dengan begitu, setelahnya aku tidak perlu minum Visigen lagi karena aku tidak mengalami perubahan wujud (berat badan). Konsistensi rasa sakitnya juga berkurang. Tubuhku mulai terbiasa." Aaron kemudian mencondongkan tubuh ke sebelah Gabriel dan berujar penuh semangat. "Pada akhirnya aku akan lepas dari ketergantungan pada Visigen, Riel. Semua ini karena tantangan Elliana. Bukankah dia luar biasa? Dia seakan dikirim untuk mengubah takdirku. Coba kau pikir, Riel, bagaimana aku tidak jatuh cinta dengannya?" Gabriel diam saja, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Aaron kembali duduk bersandar dan terlihat beraura lebih optimis. "Aku telah membuat kesalahan besar menyakiti hati Elliana, meremehkannya dan menghinanya. Aku sangat jahat. Wajar saja dia kehilangan minat padaku. Aku pantas menerimanya, tetapi aku akan mencoba mendapatkannya kembali. Karena itu, Riel, tolonglah bantu aku. Buat Elliana menyukaiku lagi." Gabriel tidak ingin ketahuan cemas. Ia bertanya asal- asalan. "Kamu serius?" "Kenapa semua orang meragukan keseriusanku?" "Karena ... kamu gak boleh menyakiti Elliana untuk yang kedua kali." Ucapan Gabriel membekas di benak Aaron. Ia berjanji dalam hati tidak akan goyah dengan kesepakatan pertamanya untuk hidup selibat. Gabriel juga termenung. Kemudian berujar yang ditujukan sekaligus untuk dirinya sendiri. "Terkadang ... mencintai seseorang, tidak berarti harus memiliki." Aaron mengangguk- angguk. Gabriel tentunya berpengalaman dalam patah hati karena cinta. Gabriel sangat mencintai Katya sehingga belum move on juga. Aaron semringah sendiri. Elliana tidak akan seperti Katya. Elliana gadis yang mandiri dan baik hati. Elliana adalah orang yang sangat tidak mungkin menyakiti perasaan orang lain. Dan ia, Novan Aaron Sebastian, sang Cassanova, akan menutup petualangannya dengan mencintai Cassandra Elliana. *** "Whoaaaah!" Elliana berseru takjub dengan mata terbuka lebar dan mulut menganga luas. Bagaimana tidak takjub? Aaron mengajaknya makan siang di restoran Cina. Di room khusus, satu meja bundar yang bisa buat 10 orang penuh dengan makanan aneka menu. Ada lobster rebus, kepiting telur asin, cumi tepung asam manis, udang galah goreng, kerang dara saus tiram, ikan gurame asam manis. Kemudian makanan pembukanya ada sup bubur kepiting. Sayurnya ada oseng buncis, kangkung saus tiram, capcay, dan wortel rebus. Semua makanan kesukaannya. "Whoaaaah! Whoaaaah!" Elliana terus- terusan berseru terkagum-kagum. "Sampai kapan kamu oah-oah gitu, Ell?" tuding Aaron yang sudah menyumpit beberapa potong cumi ke mangkoknya. Gabriel juga ada di meja itu, duduk tenang mengambil oseng kangkung pedas dan dimakan bersama nasi putih. Elliana menepuk-nepuk pipinya. "Saya nih gak mimpi 'kan, Pak? Kok bisa sih Bapak ngajakin saya makan ke sini? Ta kirain bakalan makanan Perancis lagi." "Makan aja dulu, habis itu baru kamu bangun. Kalau ini cuman mimpi 'kan perut kamu gak mungkin kenyang," sahut Aaron. Elliana menatapnya sambil senyum- senyum gembira. Matanya berkedip- kedip mengerlingi Aaron. "Apa sih rencana Bapak buat saya? Jangan- jangan habis ini saya disuruh kerja rodi. Maaf ya, Pak, habis kerja saya mau pulang, buat finishing lukisan pesanan Pak Valen." "Hih, kamu nyebut- nyebut nama dia lagi," gerutu Aaron yang tidak suka jika ada orang membicarakan saingan bisnis di hadapannya seolah orang itu lebih keren darinya. "Gak ada rencana apa- apa. Aku ngasih makan ini supaya kamu gemuk, biar bahenol." Elliana merengut. "Hhhh, Bapak sebut begitu ... tapi siapa peduli? Yang penting makan enak!" Ia segera tersenyum lebar dan mulai mencomot beragam makanan buat mengisi piringnya. Yang prioritas duluan. Lobster rebus. Kemudian disusul udang galah dan kepiting asam manis. Aaron menyikut Gabriel. "Liat tuh, pegawai durhaka makannya juga durhaka. Bosnya aja belum nyentuh makanan utama, dia sudah duluan ngambil." Elliana tertawa lantang. "Huahahah, durhaka aja begini balasannya. Pak, gimana saya gak makin durhaka sama Bapak? Huahahaha." "Ugh!" keluh Aaron yang merasa niat minta maafnya jadi sia-sia. Tadinya ia ingin memulai makan siang itu dengan ucapan tulus, Ell, aku mau minta maaf. Maafin semua kesalahanku, Ell. Namun, rasanya itu akan sangat lebay dan Elliana akan menginjak- injaknya. Ya sudahlah, gak usah berdrama segala. Toh Elliana sedang bahagia banget makannya, jadi biarin aja sudah. Kalau ia selalu bahagia, perlahan- lahan sakit hatinya akan hilang. Ya 'kan? Elliana memakan hidangan laut itu dengan tangan dan mencoleknya ke sambal pedas. Ia mendesah- desah kepedesan, akan tetapi makan semakin lahap. Gabriel membasahi bibir berkali- kali melihat hal itu. Sayang sekali ada Aaron di antara mereka. Gabriel terhenyak sedikit mendapati Aaron juga menatap lekat Elliana. Aaron berujar menantang. "Ell, katanya kamu mau nyuapin aku. Ayo, tepati ucapan kamu!" "Apaan? 'Kan saya udah bilang gak jadi. Wee!" Gadis itu mencibir Aaron lalu lanjut makan. "Tuh 'kan, kamu tu mudah banget mengubah kata- kata. Kek gitu bilangin aku gak bisa komitmen," gerutu Aaron. Ia meletakkan sumpitnya dan bergerak merebut piring Elliana. "Kalau gitu gak jadi juga traktirannya!" ancam Aaron. Elliana mempertahankan piringnya. "Gak bisa gitu dong, Pak. Kita beda case. Yang ngajakin makan siang siapa? Pake maksa lagi. Sekarang siapa yang gak komitmen? Dasar gak jelas!" rutuk Elliana sambil menendang- nendang kaki Aaron. Keduanya saling tendang di bawah meja makan. "Kamu sih keras kepala banget. Buka blokiran nomor aku!" bentak Aaron. "Nggak!" "Buka!" "Enggak!" Gabriel meletakkan mangkok dan sumpitnya lalu berseru dingin. "Elliana! Aaron! Bisa gak kalian tenang sebentar? Kita ini sedang makan. Bukannya dinikmati malah kelahi aja. Kalau begini caranya, gak ada lagi acara makan siang bagi pegawai Novantis Cosmetics. Elliana harus ganti rugi izinnya dengan lembur setiap hari. Tidak ada jam istirahat keluar!" Aaron dan Elliana terdiam lalu sama- sama duduk seperti semula, tidak lagi saling serang, walaupun sama- sama mendengkus dan saling tatap menusuk. Gabriel bersiap melanjutkan makan. Ia menatap bergantian kedua "anak asuh" -nya itu. "Kita lanjut makan? Oke? Berdoa lagi, biar makan kali ini berlangsung damai dan berkah." Aaron dan Elliana mematuhi anjuran Gabriel. Keduanya memanjatkan doa makan sebelum melanjutkan bersantap. Gabriel bisa berbangga diri mereka akhirnya makan dengan tenang dan lancar hingga selesai. Mereka berkumpul lagi dalam mobil menuju kantor Novantis. Elliana yang duduk di depan, memutar tubuh ke belakang agar bertatapan dengan Aaron. Ia berujar sopan. "Makasih banyak ya, Pak atas makan siangnya hari ini. Enak banget ... kalau saja Bapak gak bikin ulah." Di akhir, berubah judes. "Heh! Mulutmu ya, gak bisa nahan ya mau bikin orang emosi," gertak Aaron. "Ya Bapak juga 'kan yang duluan?" hardik Elliana. Gabriel kesal bukan main jadinya. Ia memukul setir dan membentak keras. "Elliana!" Hanya Elliana. "Udah, diem. Kamu gak saya izinin makan di luar lagi, sama siapa pun. Titik!" Elliana langsung kincep, tertunduk dalam dan berujar lirih. "Iya, Pak. Maaf." Suasana mobil langsung senyap Aaron berujar tanpa suara, meledek Elliana. "Syukurin ...." Tapi kok, ya, masa Gabriel beneran melarang Elliana makan di luar? Ah, palingan gertak sambal. Elliana emang harus digituin biar patuh. Aaron lalu semringah saja dan berlagak sibuk dengan ponsel. Gabriel terus menyetir, melirik sekilas Elliana yang tidak berkutik. Dalam hati, Gabriel tertawa geli sendiri. Ingin rasanya ia mengacak rambut Elliana, menggemasinya dan memberitahu tujuan larangannya itu. Bahwa ia ingin Elliana makan berduaan saja dengannya. Gak usah ada Aaron atau siapa pun yang mengganggu. Sampai di gedung Novantis, Elliana mengucap terima kasih lagi buat Aaron sebelum berpisah. Sekadar menghormati atasan. Aaron anteng saja karena sudah sewajarnya sebagai bawahan Elliana menyanjungnya. Aaron kembali ke ruang CEO Novantis, sedangkan Gabriel mengurus pekerjaannya bersama Elliana di ruang kerja gadis itu. Alasan saja, karena bagi Gabriel ia hanya ingin bicara lebih pribadi dengan gadis itu. "Kamu mau lanjut melukis yang lukisan kemaren juga?" "Iya, Pak. Finishing. Cuman nambahin shading dan hilight supaya kelihatan 3 dimensi lukisannya. Sama milih bingkai juga." "Perlu direkam juga?" Gabriel berharap iya. "Iya, tapi saya bisa sendiri kok, Pak. Gak enak ah ngerepotin Bapak terus." Yah, kecewa deh penonton, tapi ia juga tidak boleh terlalu kemaruk. "Nggak kok, Ell, saya senang bisa bantu, sekaligus belajar juga memahami seni lukis. Kalau kamu perlu sesuatu, kamu bisa telepon saya kapan aja, saya akan bantu sebisanya." "Iya, Pak, makasih banyak. Saya bingung soal ini aja sih, Pak; Kok saya gak dibolehin makan di luar? Itu beneran? Lalu gimana saya makan siangnya?" "Iya, itu beneran. Biar kerja kita lebih efektif, Ell, ini kan udah deket launching. Makanan kan bisa pesan online. Gampang kok. Delivery resto-nya juga banyak kok." Elliana jadi sungkan sendiri. "Iya ya, Pak. Bener juga." "Makanya," timpal Gabriel. Pokoknya soal bikin alasan, ia udah paling jago. Pekerjaan hari itu selesai jam 5 sore. Elliana pulang diantar Gabriel sampai depan gedung apartemen saja. Elliana menyelesaikan lukisannya sebagaimana yang direncanakannya. Ia mengirim preview- nya pada Valentino dan pria itu sangat menyukainya. Tinggal dibiarkan sehari lagi agar kering sempurna, maka lukisan itu bisa diantar. Dengan semakin sibuknya kerjaan di kantor, Elliana dan Gabriel harus lembur mengejar tenggat proyek. Karena di rumah mengerjakan lukisan, Elliana tidak bisa membawa pekerjaan kantor ke rumah, ditambah ia bakalan sering izin. Saat perjalanan pulang diantar Gabriel, Elliana mengutak-atik ponsel membalas chat Valentino De Dimer. Mobil berhenti di emper gedung apartemen. Elliana masih duduk dan menatap Gabriel dengan sorot penuh harap. "Pak, kayaknya besok saya izin lagi ya?" Gabriel balas menatap dan berujar tenang. "Untuk?" "Besok saya nganterin lukisan milik Pak Valen dan beliau juga ngajak saya makan siang. Katanya ada proyek lain yang ingin dibicarakannya sama saya." Gabriel manggut-manggut sesaat. "Baiklah," katanya dan segera dibalas senyum semringah Elliana. "Makasih ya, Pak. Bapak emang bos paling pengertian." "Yah, mungkin saya harus nagih timbal baliknya kapan- kapan," sahut Gabriel kurang bersemangat. "Ya pastilah, Pak. Bapak minta apa aja deh, kalau saya sanggup saya kasih buat Bapak," ucap Elliana. Ucapan Elliana sungguh sarat makna bagi Gabriel. Namun, ia harus menahan diri. Ia tersenyum tipis dan membuka kunci pintu mobil. "Dah, Ell, semoga besok pertemuannya lancar." "Amiin. Makasih ya, Pak." Elliana keluar mobil dan melambai ketika mobil Gabriel bergerak menjauh. Keesokan harinya, sesuai yang dijanjikan, Cassandra datang ke gedung Diva Cosmetics beriringan dengan mobil ekspedisi yang mengangkut lukisan berjudul Spring in Spain. Lukisan seukuran 3 x 1,5 meter itu dipajang di lobi. Sambil mengawasi pemasangan, Cassandra dan Valentino berbincang- bincang, kemudian mereka menyelesaikan urusan dokumen kepemilikan serta jual belinya. p********n juga diterima Cassandra. Bersama ajudannya, Valentino dan Cassandra lanjut ke acara makan siang di sebuah restoran dan mereka berada di bilik privat karena Valentino akan membicarakan proyek penting dengan Cassandra. Valentino membuka sebuah koper di meja di hadapan Cassandra. Dalam koper itu berjejer deretan kemasan kosmetik berbentuk tetesan air dan berisi foundation dengan logo Diva Cosmetics. Cassandra yang familier dengan kosmetik tersebut terheran- heran. "Apa ini?" tanyanya. "Ini adalah produk baru kami yang akan diluncurkan bulan depan, Nona Cassandra. Namanya Foundation Diva for Me. Ada 38 jenis warna kulit yang mewakili beragam shading warna kulit pengguna." Agak gemetaran Cassandra mengambil satu botol dan membuka penutupnya. Ia meneteskan setetes cairan foundation tersebut, merasakan teksturnya dan membaui aromanya. Ia melihat komposisi yang tertera di kemasan dan seketika pikirannya kalut. Entah bagaimana ia mempertahankan wajahnya tetap datar di hadapan Valentino. Foundation tersebut sama persis dengan yang dikerjakan Novantis Cosmetics. Pria itu terus menjelaskan tentang produk baru perusahaannya. "Kami akan mengenalkan produk kami mengusung keberagaman dan semua ras. Tidak akan ada lagi diskriminasi bahkan dalam kosmetik." Cassandra berusaha mengumpulkan akal sehatnya. "Lalu ... apa yang Anda inginkan dari saya?" tanyanya. Valentino berujar penuh keyakinan. "Kami ingin Anda menjadi model dan brand Ambassador Diva for Me." *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN