RDBG 33. Jangan Tinggalkan Aku

1919 Kata
RDBG 33. JANGAN TINGGALKAN AKU Pria di atas kuda itu terjungkal jatuh ke tanah terkena peluru yang bersarang di lengannya. Esteva yang muncul dari pintu wagon, menembak pria itu. Sontak peluru segera menghujani ke arahnya. Esteva masuk lagi ke dalam kereta dan meringkuk di balik jok. Grisham memiliki peluang menembak para penyerang itu. Dua orang berhasil kena tembakannya. Kuda mereka berlarian panik. Pria yang mengancam Grisham tadi masih hidup dan dilindungi dua rekannya yang tersisa, ia lari ke wagon dan mendapatkan Esteva. "Keluar, ja.lang!" makinya sambil menarik rambut gadis itu. Esteva terpekik. "Kyaaahh!" Ia diseret keluar kereta dan ditodong pistol oleh pria yang merupakan ketua kelompok penyerang itu. "Keluar, Grisham Rutherford, atau kubunuh gadismu!" Grisham merutuk di balik pohon, membenturkan kepala berkali- kali sambil memaki, "Sialan! Sialan!" Ia kehabisan peluru. "Jangan, Tuan! Tetaplah di tempat Anda. Saya akan baik-baik saja," teriak Esteva demi melindungi Grisham. Pria yang menyanderanya murka, menguncang tubuh Esteva lalu melemparnya ke tanah. "Aahh!" Esteva terpekik. Tembak-tembakan terhenti. Tiga pria mengepung Esteva. Dua orang di atas kuda siaga dengan senapan mereka. Satu orang menggerayangi tubuh Esteva. Karena ia dan Grisham tadinya sedang bermesraan, pakaian Esteva terbuka dan tidak mengenakan celana dalam. Para pria itu melihat kaki mulus hingga pantatnya yang terbuka. Sontak mata mereka jelalatan dan menyeringai beringas. "Wah, permainan apa yang dilakukan gadis ini dengan Grisham Rutherford? Liangmu butuh dipasangi pasak sepanjang waktu, manis? Bagaimana kalau milik Daddy, hmm? Kau mau coba?" Ia mengusap pipi Esteva, tetapi gadis itu malah meludahi wajahnya. "Cuh!" "Perempuan kurang ajar!" Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Esteva. "Kyah!" pekik Esteva. Wajahnya nyaris terseruduk ke tanah. Kepalanya semakin pusing dan darah hangat mengalir lagi. "Kita lihat Grisham Rutherford apakah masih sepengecut ini melihat gadisnya disetubuhi," geram pria itu lalu menjatuhkan senapannya. Ia membuka sabuk pinggang lalu mengeluarkan keperkasaannya. Esteva mendengkus dengan sorot mata tajam penuh kebencian. "Hentikan!" seru Grisham dari persembunyiannya. Ia mengulurkan sebelah tangan dari balik pohon dan melambai tanda menyerah. "Aku akan keluar, tetapi jangan tembak. Aku akan bayar berapa pun yang kalian minta, asalkan kami dibebaskan." "Huahahahah!" Para penyerang itu tertawa. Ketuanya menyahut lantang. "Tidak ada tawar menawar, Tuan Rutherford. Kami akan menghabisi kalian satu per satu. Gadis ini akan jadi yang pertama." Gadis yang dimaksud malah bersuara dingin. "Kalau begitu, kami juga tidak akan tawar menawar, Tuan." Pria berpenutup wajah itu menunduk pada Esteva, bertatapan dengan moncong senapan terarah ke wajahnya. Ia terfokus pada kaki gadis itu sehingga tidak tahu kalau Esteva menyembunyikan pistol di balik gaunnya. Mata pria itu terbelalak Esteva berucap disertai senyum licik. "Ucapkan selamat tinggal, Daddy!" Dan pelatuk ditekan. Dor! Peluru menembus dagu pria itu sehingga kepalanya terdongak lalu tumbang ke belakang. Dua rekannya yang tersisa bergegas mengisi peluru mereka, tetapi belum selesai, dua pisau belati melesat menusuk tepat di d**a mereka. Keduanya membeku seketika, kemudian jatuh dari punggung kuda dan tidak bergerak lagi tertelungkup di tanah. Esteva berdiri terengah dengan darah menetes dari sebelah wajahnya. Mukanya mengernyit kesakitan tersembunyi oleh keremangan. Suasana langsung sunyi senyap. Semua penyerang mereka sudah dibinasakan. Grisham bergegas mendatangi Esteva dan memeluknya erat. "Sayang, oh sayangku! Kau baik-baik saja, sayang? Itu tadi luar biasa! Dari mana kau belajar menembak dan melempar belati seperti tadi?" "Dante, kepala kru Andreas," jawab Esteva. "Oh, pantas saja," gumam Grisham takjub. Bukan takjub pada pelatih Esteva, tetapi takjub gadisnya bisa menguasai keterampilan demikian dan menjadi penyelamatnya. Agaknya dalam tubuh Esteva memang mengalir darah penakluk segala medan. Grisham mencarik kain bajunya dan mengelap darah di wajah Esteva. "Oh, sayang, kau sampai terluka seperti ini. Maafkan aku, sayang," ujarnya penuh sesal. "Tidak apa-apa. Saya baik-baik saja. Tuan periksa saja yang lainnya," ujar Esteva sambil mengambil kain dari tangan Grisham dan menekannya ke luka di kepalanya. Grisham menjauhi Esteva untuk memeriksa jasad penyerang mereka kalau- kalau masih hidup. Ia membuka penutup wajah mereka dan tidak mengenali satu pun, tetapi lega mereka semua sudah mati. Ia memeriksa Jonathan yang pingsan sudah mulai sadar. Ia mengikat luka tembak di pinggang Bruce. Sambil sibuk melakukan ini itu, sesekali ia menoleh pada Esteva dan melihat gadis itu berjalan sempoyongan menuju wagon. Ketika ia menoleh lagi, ia tidak melihat Esteva di mana pun. Rupanya gadis itu roboh dan tertelungkup di tanah. Grisham sangat cemas hingga kakinya seolah mati rasa. Ia berlari secepatnya pada Esteva. Ia mendekap gadis itu di pangkuannya. Dalam keremangan malam, yang dilihat Grisham adalah wajah pucat pasi. Tubuh yang biasa menggeliat kepanasan itu sekarang diam lemas dan sedingin es. Grisham mengusap wajah gadis itu sambil berteriak memelas dan memanggil namanya. "Eva, sadarlah. Buka matamu, sayang! Kumohon, Eva. Sayang, jangan tinggalkan aku!" *** Patroli keamanan desa setempat menemukan mereka. Scotland Yard datang ke tempat kejadian dan mengurus jasad para penyerang. Dengan bantuan mereka juga, Jonathan, Bruce, dan Esteva dievakuasi ke rumah sakit. Jonathan hanya mengalami luka lebam biasa, tetapi membuat tubuhnya nyeri. Bruce yang paling parah karena harus dioperasi untuk mengeluarkan serpihan peluru di badannya. Jonathan tinggal di rumah sakit bersama Bruce sekalian menjadi pengurusnya. Grisham menemani gadisnya sepanjang waktu karena khawatir Esteva juga menjadi sasaran pembunuhan, mengingat cara para penyerang itu memperlakukannya. Esteva setengah sadar oleh obat bius. Luka di kepalanya mendapat 4 jahitan. Rambutnya di bagian luka itu harus dicukur habis, tetapi selain itu, tidak ada luka serius. Tubuhnya lebam- lebam bekas benturan saja dan akan membaik dengan pemberian obat penahan sakit. Grisham membawa Esteva pulang bersamanya. Ia akan merawat Esteva dan mendatangkan dokter pribadi ke rumahnya. Ketika membuka matanya, Esteva berada di ranjang kamar Grisham. Dua hari berlalu, dia tidak tahu waktu lagi karena banyak tidur akibat obat. Tuannya setengah berbaring di sampingnya dan menyapa dengan senyum berseri-seri. "Halo, bidadari pelindungku! Bagaimana keadaanmu? Sudah mendingan?" Grisham menyapu untaian rambut di tepi wajah Esteva. "Masih sedikit pusing dan sakit kepala," jawab Esteva lemah karena efek obat penahan sakit melemaskan otot-ototnya. Grisham mengecup lembut keningnya. "Untuk orang yang mengalami benturan keras di kepala, aksimu malam itu sangat luar biasa, sayang. Sampai saat ini aku masih tidak percaya kau bisa melakukan itu dan menyelamatkan kita semua." Esteva mendesah, "Ah, Tuan, bukankah Tuan dan Bruce juga melawan mereka. Saya bisa membantu karena peran Tuan juga." Esteva memalingkan wajah, enggan melihat senyum terkesima pria itu. Grisham ingin memuji gadisnya lagi, tetapi agaknya berbuat baik menolong sesama bukan hal yang disukai Esteva. Ia memutuskan menyimpan pujian itu dalam hati. Ia menarik dagu Esteva agar menghadapnya dan mengecupi bibir gadis itu. "Aku rindu kamu, gadis nakalku. Sudah dua hari kita tidak bercin.ta," gumamnya kemudian Grisham sendiri yang merutuk kesal. "Huh, karena kejadian itu juga malam pengantin kita gagal. Mereka semua pantas mati." Esteva tertawa kecil. "Saya sudah sadar sekarang. Bolehkah saya menagih hadiah kejutan pernikahan kita?" candanya. Apa lagi yang bisa jadi kejutan? Toh mereka sudah b******a setiap hari dan nyaris sepanjang waktu. Raut muka Grisham cemberut bak anak kecil merajuk. "Bagaimana ya? Aku tidak tega melakukannya di saat kau masih lemah seperti ini, sayang." "Ya ampun. Ada apa gerangan? Tuan membuat saya semakin penasaran saja," rengut Esteva. Grisham lalu tengkurap di sisi Esteva dan wajahnya berseri-seri antusias seperti gadis yang ingin menceritakan rahasia mereka. "Kau tahu batu giok itu untuk digunakan perempuan. Jadi, aku menyuruh Jonathan mencarikan beberapa barang untukku dan aku menemukan ada giok khusus untuk pria." Kening Esteva mengernyit. Jangan- jangan barang dagangan Andreas lagi. Ternyata dugaannya benar. Grisham mengeluarkan sebuah kotak berisi gelang ... atau mungkin itu sebuah cincin karena ukurannya terlalu kecil untuk gelang, tetapi terlalu besar untuk cincin, terbuat dari bahan giok berwarna hitam mengilat. Esteva menelan ludah yang nyaris tidak ada. Grisham mengangkat cincin giok itu dari wadahnya. "Karena aku tidak memberimu cincin pernikahan, aku membeli cincin ini sebagai gantinya. Sayangku, ini adalah cincin keperkasaan sejati. Jika cincin ini dipakai pada kejantananku, maka aku akan mengacung terus menerus dan kau bisa mengendaraiku sepanjang malam. Malam kita akan jadi malam yang sempurna." Esteva menelan ludah lagi, tetapi lupa berkedip. Lingkaran cincin itu seukuran batang jantan Grisham saat mengeras. Ia paham sekarang. Esteva membasahi bibirnya lalu bersuara tergagap. "Tuan sudah mencobanya?" "Sudah pernah kupasang, tapi aku belum mencobanya untuk main. Aku ingin mainnya denganmu, sayang. Aku ingin melihat reaksimu." Jantung Esteva berdebar- debar cepat. Wajahnya langsung berona segar. Ia menggenggam tangan Grisham yang memegangi cincin giok hitam itu. "Kita coba sekarang, Tuan," desaknya. Grisham sama berdebarnya. "Kau yakin, sayang?" Esteva mengangguk. "Baiklah." Grisham beringsut di ranjang melepas celana pantalonnya sedangkan Esteva bergerak mengangkat pinggulnya dan sedikit terhenyak mendapati ia tidak mengenakan celana dalam. Wajah Grisham berona me.sum. "Kau sering mengigau soal p*********n itu, sayang, jadi aku menenangkanmu dengan menjilatimu. Itu berhasil membuatmu tidur lelap lagi." Esteva merasa panas sekujur tubuhnya. Jika tidak tahan ia akan mimisan membayangkan setelaten itu Grisham merawatnya. "Tuan Grisham ... Tuan baik sekali ...." Grisham tanpa celana, berlutut di depan Esteva, memasang cincin giok di bagian dasar batang keperkasaannya. Ia menyahuti Esteva. "Tentu saja, sayang, aku sangat sayang padamu dan kau ...," ia menatap wajah Esteva, mengulurkan sebelah tangan mengusap pipi gadis itu, "adalah penyelamatku. Sebisa mungkin aku akan membahagiakanmu." Grisham merangkak di atas tubuh Esteva. Batang pria itu siap meluncur masuk. Esteva menaikkan bawahan gaun tidurnya hingga ke pinggang dan membuka kakinya. Ia terpejam sambil mencengkeram bantal ketika batang bercincin giok itu memasukinya. "Oo ooh ... Tuan ... hmmhh, kesat sekali ... milik Tuan ... sepertinya tambah besar ....hihhh." "Iya 'kan? Aku bisa merasakan pembuluhnya berdenyut-denyut," sahut Grisham dengan suara parau. Ia masih mendorong masuk dengan hati- hati karena mengingat cedera kepala Esteva. Gadis itu menggeliat dalam deraan desahnya. "Hummh, iya, Tuan .... Ihhh, juga bergetar seperti ... telur itu ... ohhh, Tuan .... oohhh ...." Pinggulnya bergerak memelintir milik Grisham sementara pria itu belum bergerak. Mata Grisham mengerjap-ngerjap keenakan. "Oouhh, sayang ... rindunya aku pada liang daramu ini, sayang ...." Grisham membuka kemejanya dan melempar pakaian itu ke lantai. Ia polos seutuhnya, berkeringat kepanasan bercokol di tungku nafsu. Gadis di bawahnya menatap nanar, gelisah menggigit bibir berkali-kali dan kedua tangan terangkat mengacak rambut. Grisham menangkap tangan Esteva dan menekannya ke bantal agar gadis itu tidak menjambak perban di kepalanya. Ia mengguncang lembut tubuh Esteva. "Aku akan pelan- pelan saja, sayang. Aku tidak ingin cedera kepalamu malah bertambah parah." Apa ia sempat peduli pada hal itu? Efek obat dalam tubuhnya justru meredam rasa sakit dan hunjaman Grisham meningkatkan efek candu dalam tubuhnya. Ia merasa bak kuda terbang yang ditunggangi tuannya melintasi pelangi dan awan. "Unggh ... Tuan Grisham ... pacu saya lebih cepat, Tuan ...," pintanya. Grisham malah terkekeh. "Eva, oh, Eva ... kau selalu membuatku menerobos batas-batas yang kubuat sendiri. Tolonglah, sayang, mengertilah. Aku ingin kau cepat sembuh ... agar kita bisa ... bercin.ta sesuka hati kita lagi ...." Ia menunduk mengecupi bibir Esteva. Berkata lembut padanya. "Kali ini, jangan nakal, sayang. Patuhi tuanmu ini demi kebaikanmu sendiri." Karena hunjaman lembut tuannya sangat nikmat, Esteva tersipu dan mengangguk perlahan sambil terengah berujar, "Ya, Tuan ... engghh, iyaa, Eva akan patuh ...." Grisham menciumnya semakin mesra. "Ah, gadisku, manisku ...." Di luar kamar, Alfred menutup pintu tidak jadi masuk. Ia membawa keluar baki di tangannya yang berisi minuman dan sirop obat untuk Nona Esteva. Jelas baginya gadis itu sedang mengonsumsi obat penghilang sakit yang paling mujarab. Kenikmatan dari tuannya. Pelayan yang melihatnya kembali dengan isi baki tidak tersentuh jadi keheranan. "Kenapa, Tuan Alfred? Apa Tuan melupakan sesuatu?" tanya wanita paruh baya itu. Alfred menjawab dengan wajah datar. "Tuan kita sedang menyuntik penyegar sukma pada Nona Esteva. Aku tidak ingin mengganggu atau Tuan akan mendampratku." Wanita itu semakin keheranan. "Penyegar sukma? Obat apa itu?" Alfred malas menjelaskan. "Kau cari tahulah sendiri," ujarnya sambil melengos pergi. Masa pelayan itu tidak tahu kebiasaan tuan mereka kalau bersama gadis piaraannya? Ada- ada saja. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN