“Cinta?” desis Akasa. Seluruh ekspresi marah itu lenyap tergantikan dengan ekspresi tertegun. Pria itu seolah hilang kesadaran untuk sejenak dan setelah kembali tersadar, ekspresi wajahnya pun berganti dalam waktu yang sangat singkat. Kirana memperhatikan perubahan ekspresi itu dengan seksama. Sudah sejak lama Kirana ingin tahu bagaimana reaksi Akasa saat dirinya berkata bahwa cinta itu telah tiada, dan sekarang cinta itu hanya berpusat untuk suaminya seorang. Rupanya ekspresi seperti itulah yang Kirana dapat. Diam sejenak dan marah kemudian. Wajah Akasa semakin kaku, nafasnya pun memburu. Kirana memperhatikan bagaimana otot-otot pada wajah merah itu berkontraksi dengan rahang yang berkedut beberapa kali. “Cinta…” bisik Kirana. Akasa tersenyum miring seraya berkata, “Jika kamu