BAB 3 : Raymen posesif

3395 Kata
“Perkenalkan, ini teman baru kita yang akan ikut bergabung mulai dari hari ini” Brian tersenyum dengan ramah, “Yura ayo perkenalkan dirimu.” Yura  berdiri di depan semua orang. Sejenak dia diam tanpa ekspresi, melihat semua orang yang duduk menatapnya penuh perhatian,  menunggu Yura memperkenalkan diri. “Namaku Yura, aku dari kelas dua belas C, salam kenal” Yura membungkuk memberi hormat, salah seorang di antara mereka langsung mengacungkan tangannya ingin bertanya. “Apa alasan kau masuk komunitas seni?. Sebentar lagi kan, kau akan keluar.” “Karena aku mau” jawab Yura dengan dingin tanpa basa –basi sedikitpun, membuat semua orang menatapnya menjadi tidak bersahabat. “Apa hanya itu alasanmu?.” “Apakah melakukan sesuatu harus memakai alasan?.” Tanya balik Yura. “Yu memiliki banyak inofasi di dalam seni, kita bisa bertukar ilmu disini.” Brian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Dan akulah yang mengundang dan memaksanya masuk komunitas. Yura akan berpengaruh besar pada komunitas kita. Aku yakin itu.” Kimi berdecih tidak setuju. “Itu artinya kemampuannya bagus kan?. Tunjukan saja sekarang kehebatanmu, aku mau lihat.” Yura mengedikan bahunya dengan acuh, “Kemampuan dan bagusnya sebuah seni tidak dapat di nilai dari segi visual yang sempurna, kerapihan dan warna apa yang di mainkan. Apa kau tahu kenapa para pelukis hebat dunia cenderung membuat karya yang terkesan aneh, tetapi semua orang mengaguminya. Karena mereka berbeda, seni mereka menarik, hidup dan membuat orang-orang yang melihatnya berfikir keras. Kau tidak akan pernah bisa menilai seni yang aku gambar dalam satu waktu.” Semua orang terdiam setelah mendengar jawaban Yura.  Melihat keterdiaman orang-orang di sekitarnya, Yura kembali ke tempat duduknya. *** Yura terlihat bersiap-siap untuk pulang setelah mendapatkan pesan dari Raymen yang sudah menunggunya di depan gerbang. “Kau sudah mau pulang Yura?” Brian menghampirinya, Yura mengangguk mengiakan. “Tadinya, aku ingin mengajakmu pergi sebentar, hasil gambarmu sangat bagus.” Gerakan tangan Yura langsung berhenti, pipinya langsung memerah malu. “Pacarnya sudah menunggu di luar, Brian” Kimi menyahut sedikit keras. Pacar? Siapa? Raymen maksudnya?. Yura tertawa hambar, melambaikan tangannya ke satu sisi. “Oh.. Raymen, dia sahabatku” jawab Yura yang berubah menjadi murung seketika. Semua orang selalu beranggapan jika dia berpacaran dengan Raymen, Yura merasa khawatir jika Brian berfikiran yang sama juga. Yura takut Brian berfikiran yang sama. Padahal Brian yang sedang Yura sukai, dan dia masuk komunitas pun, karena ada Brian. Brianlah alasan dari semua hal yang sedang Yura lakukan sekarang. “Aku tidak yakin. Semua pria yang mendekatimu berakhir babak belur karena keposesifan sahabatmu itu” timpal Kimi lagi seakan ingin mengintrograsi. “Sebaiknya aku pulang, sampai nanti.” Yura  tidak memiliki jawaban yang tepat untuk membalas perkataan Kimi, dia langsung kabur begitu saja merasa malu di hadapan Brian. Yura selalu benci dengan situasi seperti ini. Embel-embel nama Raymen selalu menganggunya sejak pertama kali masuk sekolah. Apalagi keposesifan Raymen yang selalu di salah artikan semua orang. Haruskah sebaiknya Yura meminta Raymen agar sedikit bergeser menjauh sehingga tidak mengganggu masalah asmaranya?. “Kak Yura.” Yura memutar bola matanya merasa malas sesaat. Melihat gadis lugu sebagai adik kelasnya yang selalu mengejar dia seperti seorang stalker amatiran. Dia adalah Laura, gadis yang menyukai Raymen sejak pertama kali Raymen muncul di sekolah Yura. Gadis itu selalu mengirimkan kado dan surat melalui Yura, tetapi Laura bukanlah satu-satunya gadis yang selalu memafaatkan Yura untuk menjadi prantara, untuk memberikan hadiah kepada Raymen. “Tolong berikan ini ya” Laura meyodorkan sekotak hadiah, Yura mengambilnya terlihat malas-malasan. “Tolong berikan padanya, dan pastikan dia makan. Aku membuatnya semalaman.” Laura benar-benar sangat berharap banyak, membuat Yura merasa kasihan. Yura tersenyum melihat wajah cantiknya, wajah cantik itu tertunduk berusaha menyembunyikan rasa malunya, rambut panjangnya yang kemerahan terlihat begitu lucu, di hiasi pita-pita kecil warna-warni. Kuku yang di cat berkilauan, dan jari-jarinya tengah memegang kotak kadonya. Yura mengangguk mengerti, mau tidak mau dia mengambilnya. Yura kembali mempercepat langkahnya untuk segera sampai ke gerbang. Dan di sana Raymen sudah berdiri menunggu. Yura tersenyum begitu melihat Raymen dari kejauhan, sementara Raymen sudah berdiri sambil bersedekap dengan cemberutan jengkelnya. Ketika sudah berada dalam jangkauan, Yura langsung melompat ke dalam pelukan Raymen. “Aku satu ruangan dengan Brian!” Yura menahan jeritan senangnya. Raymen hanya mendengus kesal dan mendorong bahu Yura untuk menjauh, “Dasar bocah ini, ayo cepat masuk.” Yura segera masuk dan duduk, dia memasangkan sabuk pengamannya penuh semangat. Sudut matanya menangkap sekumpulan anak perempuan yang ada di lantai dua, mereka tengah melihat kearahnya dengan pandangan iri. Yura sudah terbiasa, mereka adalah penggemar Raymen. “Oh iya. Ini” Yura memberikan kotak hadiah dari Laura kepada Raymen, “Laura” kata Yura mejelaskan. Raymen hanya meliriknya sejenak, dia sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Yura bawa. “Buka saja” perintah Raymen. Yura segera membukanya dengan semangat, dan ternyata isinya beberapa donat yang terlihat lezat bertabur caramel dan keju. Mulut Yura ternganga, dengan mata yang membulat sempurna, berbinar-binar dengan air liur yang hampir menetes. “Donat” suara Yura mengembang sambil memperlihatkannya pada Raymen yang masih merasa enggan melihatnya. “Makan saja jika kau mau.” Tidak perlu kata-kata dari Raymen lagi, Yura sudah melahapnya seperti orang kelaparan. “Kau juga harus makan, dia sangat berharap kau memakannya” kata Yura di sela kunyahannya dan menyuapi Raymen. “Paman apa kau mau?” tawarnya Yura kepada Jose yang sejak tadi diam dan focus menyetir. “Terimakasih nona, tapi tuan Raymen harus memakannya dulu.” “Banyak maunya sekali.” Raymen cemberut, dia menerima suapan Yura setengah protes. “Kau harus menghargai ketulusannya.” Dengan patuh Raymen memakannya lagi  beberapa gigitan. “Kau tahu kan, aku tidak suka mentega.” Omel Raymen sambil mengunyah. “Dia membuatkan ini semalaman untukmu.” “Aku tidak meminta.” “Mengapa kau sombong sekali!.” “Bagaimana acara komunitas barumu itu?.” Raymen mengalihkan pembicaraannya. “Lancar, hanya saja” Yura tertunduk lesu, donat lezat yang baru setengah dia makan, sudah tidak begitu menarik seleranya lagi. “Kau terlalu populer di sekolahku, mereka jadi berfikiran kita berpacaran.” Raymen tertawa tanpa beban, “Aku tahu kalau itu.” “Aku takut Brian memikirkan hal yang sama.” “Aku sih tidak peduli. Kau tahu?.” Raymen menengok, sejenak dia mengusap keju di sudut bibir Yura dan memakannya, pandangan mereka mengunci dalam intensitas yang begitu dekat. “Aku merasa heran saja, kau adalah gadis yang sangat anti sosial dalam sebuah komunitas, dan itu adalah komunitas pertamamu. Dan gilanya, kau masuk sebuah komunitas bukan karena sebuah motivasi yang mulia. Tapi, termotivasi untuk menaklukan hati seorang pria yang berbentuk seperti monyet.” “Dia bukan monyet!” Yura menggertak. “Terserah Yu, sampai kapanpun aku tidak akan pernah merestui kalian, langkahi dulu mayatku, atau aku akan mengahajarnya sampai babak belur!.” Raymen mengomel tanpa jeda. “Jangan mengaturku!” Yura berteriak keras membuat Raymen tertawa mengejek, “Dia calon pacar pertamaku, jadi jangan mengacaukannya.” “Percaya diri sekali mau pacaran sama monyet.” “DUK!” Raymen langsung mendapatkan pukulan keras di belakang kepalanya. *** “Kau sakit Yura” suara Mia terdengar melembut saat menyentuh keningnya. “Makanlah setelah ini. Kau terlihat semakin kurus, atau mau ibu buatkan s**u?.” “Terimakasih ibu.” Yura tersenyum singkat. Ibunya yang sudah tua terlihat lelah setelah memasak, dia memang sangat pengertian di banding ayahnya, hanya saja ibunya selalu berbicara kasar dan berteriak-teriak juga ringan tangan, setiap kali tidak bisa menerima kesalahan sedikitpun dari Yura. Semuanya harus serba sempurna sesuai dengan apa yang di inginkannya. "Kau mau kemana?" Tanya Mia melihat penampilan Yura yang terlihat cantik memakai gaun dan merias wajahnya dengan polesan make up. Yura langsung tertunduk dan bersandar pada dinding, "Aku mau pergi bersama Raymen." Dustanya terbata-bata. "Jangan pergi lama-lama." "Iya bu" Yura mengangguk gugup karena sebenarnya dia akan pergi ke rumah Rikan karena hari ini ulang tahunnya. Sekali lagi Yura melihat dirinya sendiri di cermin, lalu bersiap-siap untuk pergi ke rumah Rikan, Yura  hanya membawa kado yang terbungkus dalam kotak kecil berwarna biru di genggamannya. Hanya perlu setegah jam bagi Yura agar sampai ke rumah Rikan. Suasana  rumah Rikan sudah ramai, hampir semua teman-temannya sudah datang dan berkumpul. Yura tersenyum kecut saat dirinya menjadi pusat perhatian, karena datang sendirian. Mereka semua nampak terkejut ketika tahu Rikan adalah temannya. Sesungguhnya Yura adalah gadis yang popular di kalangan sekolah, hanya saja gadis itu terlalu dingin dan tidak mudah di sentuh sehingga membuat semua orang mengurungkan niat mereka untuk mendekat. Yura menatap sejenak Rikan yang tersenyum bahagia di samping ayah barunya, namun senyuman bahagia itu tidak sampai ke matanya. Yura melangkahkan kakinya untuk ikut berkumpul dengan semua tamu. “Kenapa datang terlambat?” Tanya Rikan mengomel, Yura tersenyum memaksakan. Hampir semua orang masih memperhatikannya. “Selamat ulang tahun Rikan.” Yura mengulurkan tangannya dengan ragu. Rikan langsung memeluknya erat, seakan ingin menumpahkan segala rasa sakitnya yang dia pendam dari siapapun. “Temani aku sampai acaranya selesai, aku mohon.” Bisiknya seperti sebuah permohonan. “Iya.” Yura merasa lega. Setidaknya persahabatan mereka tidak renggang begitu saja, setelah mendapati Rikan yang menyambutnya dengan baik seperti biasa. Sudut mata Yura melihat Yogas kekasih Rikan yang baru datang.  Yura memilih mundur secara perlahan dan berdiri paling belakang. Hati Yura terasa terkikis tanpa sebab, melihat sahabatnya yang dapat tersenyum dengan bahagia saat meniup lilinnya di kelilingi orang-orang yang mencintainya. Entah itu kebahagiaan yang benar-benar tulus, atau kebahagiaan yang di buat-buat. “Ayahnya yang mana?” suara teman sekelas Rikan yang bertany kepada yang lain. “Aku tidak tahu, setiap bulan ayahnya berbeda.” Yura mengepalkan tangannya dengan kuat sampai buku-buku jarinya memutih, inilah sebab masalah yang sebenarnya. Setelah ayah kandung Rikan meninggal, ibunya bekerja menjadi perempuan bayaran. Yura masih ingat waktu dulu. Setiap kali dia datang bermain ke rumah Rikan, jauh sebelum persahabatan mereka renggang. Begitu banyak laki-laki yang keluar masuk dengan mudah ke rumahnya, dan Rikan selalu mengatakan jika itu ayahnya. Yura mulai merasakan keanehan dan rasa takutnya setiap kali memergoki ibu Rikan b******u dengan beberapa pria, bahkan mereka tidak segan-segan melakukannya di hadapan Yura dan Rikan. Rikan sering menangis saat ayahnya mencoba menyentuh dan menggodanya dengan cara yang tidak pantas, Yura selalu berlari dan pergi pulang karena takut. Itu bukan permainan anak-anak!. Terkadang Yura kecil, pusing sendiri mengingat siapa saja ayah Rikan, karena terlalu banyak pria yang datang. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, Yura paham betul kesalahannya dalam pemahaman kejadian itu. sejak saat itu Yura langsung menjauh. “Yura apa kabar?.” Yogas menepuk bahu Yura dan meremasnya cukup lama. Yura terperanjat dari lamunannya. “Senang rasanya bisa melihatmu lagi.” Yogas menjabatkan tangannya mengajak bersalaman. Rasa canggung menghinggapinya, Yura sangat ingin menghindar dari Yogas. tapi Yogas malah menghampirinya. “Baik.” Sikap Yura langsung berubah dingin dan cepat-cepat melepaskan tangannya. “Seperti biasa” Yogas mengulum senyumnya, melihat penampilan Yura dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. “Kau selalu mencolok dan sangat cantik” puji Yogas menambah rasa jijik Yura. Si b******k ini! Dia perlu aku hajar di lain waktu!. Batin Yura memaki. Yura segera beranjak dari duduknya dan melengos pergi ke belakang, menjauh dari Yogas yang sangat membuatnya mual. Langkah Yura terhenti merasakan getaran handponenya di dalam tas. Yura mengambilnya dan di lihatnya sebentar hanya untuk melihat panggilan masuk dari Sfefan. “Masih lama?, aku sudah membeli tiket. Menjauhlah Rey! Sialan!” Teriak Stefan dengan kesal. Yura tercekikik geli mendengarnya, dia tahu Raymen dan Stefan tengah menunggunya untuk pergi bermain. “Aku akan segera kesana. Tunggu di depan gerbang rumah Rikan.” Suara Yura merendah, melihat sekelebat Yogas yang mendekat ke arahnya dengan serigai dan tatapan khasnya. Yura langsung menurunkan handponenya tanpa memutuskan sambungannya. “Kenapa kau selalu menghindariku Yu?, apakah aku sama sekali tidak menarik?” Tanya Yogas yang tanpa basa-basi merapatkan jarak di antara mereka. “Menjauhlah b******k!” Yogas terkekeh geli. “Kau tahu, semakin kau menolakku, aku semakin bersemangat untuk mengejarmu.”  Yura memalingkan wajahnya ketika Yogas meraih ujung rambut gadis itu dan memutarnya dengan jari. Tangan Yogas turun untuk menyibak rambut Yura yang menutupi bahu telanjangnya. Nafas Yura berubah menjadi cepat, dengan tubuh yang bergetar ketakutan, Yura mendorong bahu Yogas dengan kuat hingga pria itu mundur beberapa langkah. “Sekali lagi kau menyentuhku, aku benar-benar akan menghajarmu.” Gertak Yura penuh amarah. “Kau mau apa?, merusak pesta sahabatmu?” Yogas kembali mendekat dan mengurung Yura dengan kedua tangannya. “Ah.. mengapa kau sangat cantik sekali, aku benar-benar tertarik padamu sejak pertama kita bertemu.” “Menjijikan!” “Dan selalu bicara kasar” ucap Yogas perlahan. “Andai Rikan sepertimu, mungkin aku akan berfikir dua kali meski dia anak pelacur.” “Jangan pernah menyakiti sahabatku sialan. Kau memang tidak pantas mendapatkan ketulusan cintanya.” “Cinta?. Aku hanya kasihan padanya, sayang” bisik Yogas di telinga Yura. “Ibunya sudah menjualnya pada beberapa pria tua. Kau fikir aku mau menerima p*****r dari anak p*****r?” Yura langsung merangsek kerah baju Yogas dengan kuat, tatapannya menajam penuh amarah. “Jika kau tidak mencintainya, tinggalkan dia. Jangan pernah menyentuh dan memperalatnya lagi.” “Dia yang mau” Yogas terkekeh, mengusap bahu Yura dengan pelan, merasakan kelembutan kulit gadis yang sudah lama di dambanya. “Dia hanya b***k seks bagiku, sama seperti ibunya. Dan aku tidak peduli dengan__” PLAK Tangan kecil Yura menampar keras pipi Yogas. “Sekali lagi kau berbicara kotor, akan ku patahkan lehermu” ancam Yura tidak main-main. “Oke” Yogas mengangkat kedua tangannya menyerah. Yogas terlihat tidak ada apa-apanya setelah mendapatkan tamparan dari Yura. Namun, semua hanya sebuah kamuflase, karena di detik selanjutnya serigai jahat kembali menghiasi bibir Yogas, dengan cepat pria itu meraih pinggang Yura dan menariknya untuk mendekat. Tubuh Yura menggigil ketakutan, “Lepaskan aku!” “Berteriaklah, aku tidak peduli.” Dengan segala kekuatan yang di milikinya, Yura mendorong Yogas hingga pelukan pria itu terlepas. Yura berlari terantuk-antuk dengan hilsnya dan kembali ke kerumunan pesta dimana terdengar suara keributan disana. Langkah Yura terhenti, bersamaan dengan lutut yang melemas dan bernafas lega. Melihat Raymen dan Stefan yang tengah di kerumuni banyak gadis layaknya seorang bintang. Kening Raymen mengerut tidak suka, melihat ekspresi ketakutan di wajah Yura. Raymen langsung membelah kerumunan, “Kau baik-baik saja?” peluk Raymen di landa kekhawatiran. Yura mengangguk sedih, menyembunyikan wajahnya di d**a Raymen. Dia tidak dapat membicarakannya sekarang. Yura tidak ingin membuat Rikan sedih dan merasa bersalah. “Sayang, kau tidak apa-apa?” Stefan menarik Yura dari Raymen ketika melihat kedatangan Yogas yang langsung membeku mendapatkan tatapan tajam dari Raymen. BUGH Raymen melayangkan pukulan keras di wajah Yogas hingga pria itu terhuyung jatuh ke lantai. Semua orang langsung diam ketakutan dan memilih untuk berkerumun untuk melihat. “Bangun kau!” Perintah Raymen dengan geraman emosi. Yogas tersenyum sinis, tertatih-tatih berusaha berdiri. BUGH Raymen menghajar wajah Yogas lagi hingga pria itu terjatuh ke belakang meja, kaki Raymen menerjang perut Yogas membuat beberapa gelas di meja berjatuhan. “Berani-beraninya kau menyentuh milikku!” Teriak Raymen terus memukul dan menendang perut Yogas hingga pria itu terkapar tanpa perlawanan. Semua orang terhenyak, menarik nafas dengan tegang. “Sudah Ray, sebaiknya kita pergi dari sini. Jangan mengacau” Yura menarik lengan Raymen dengan paksa. “Diam Yu! Akan ku hajar si b******k sialan ini” maki Raymen menendang wajah Yogas hingga babak belur. “Aku mohon” lirih Yura memeluk pinggang Raymen dari belakang, mencoba meredakan amarahnya. Perlahan nafas Raymen menjadi tenang, kemarahannya sedikit menyusut karena permohonan Yura. “Maafkan aku” isak Rikan yang sejak awal melihat pertengkaran yang terjadi. Yura tersenyum sedih menahan rasa bersalahnya karena telah mengacaukan pesta sahabatnya. “Ayo” Raymen menarik tangan Yura, menerobos kerumunan orang yang saling berbisik, memaki dan memuji sikap bruntalnya barusan. “Kenapa kau diam saja dan tidak memberitahuku jika si b******k itu mengganggumu?” Cecar Raymen begitu mereka sudah berada di luar. “Jika saja kau tidak memakai gaun sialan dan dandan seperti ini, dia tidak akan mengganggumu!” “Kenapa kau menjadi menyalahkan aku Ray?” “Karena kau menjadi menjadi pusat perhatian semua pria!” “Ini bukan salahku!, kau yang terlalu berlebihan.” “Persetan.” Gumam Raymen mengumpat kesal. Stefan yang sejak awal diam, tiba-tiba tertawa ironis sambil berdecak pinggang. “Berhentilah bersikap fosesif padanya, Yura bukan anak kecil lagi. Yu berhak tampil cantik dan memikat pria.” Ucapnya dengan nada mengejek, Raymen langsung melotot hampir melayangkan pukulan juga pada Stefan. “Whoaa.. santai bung. Masuklah, dan berhenti bertengkar oke, filmnya akan segera tayang beberapa menit lagi.” “Kita pergi setelah Yura berganti pakaian” jawab Raymen dengan tegas. “Apa?, tidak mau!” Yura hampir berteriak, Raymen terlalu konyol sekarang. “Aku tidak mau di atur olehmu Raymen. aku akan tetap pergi dengan pakaian ini.” “Kau ingin menggoda siapa lagi hah?!” Teriak Raymen dengan bentakan keras yang berhasil membuat Yura mundur ketakutan. Wajah Yura memerah, setetes air mata membasahi wajah cantiknya. “Kita pergi ke butik dulu, dan Yura mengganti pakaiannya!.” Bentak Stefan tersulut emosi karena Raymen telah membuat Yura menangis. “KALIAN MASUK SEKARANG DAN BERHENTI BERTENGKAR!” Tunjuknya kedalam mobil masih bersungut-sungut. “Yu, maafkan aku” suara Raymen merendah, merasakan perasaan bersalah yang membanjiri hatinya. Yura tidak menjawab, gadis itu segera memasuki mobil di susul Raymen. “Yu” panggil Raymen lagi melihat Yura yang memalingkan wajahnya dan menghapus air matanya dengan cepat. Suara mesin mobil terdengar lembut, Stefan mengendarai mobilnya sesekali melihat ke belakang melalui spion. Serigai geli menghiasi wajah Stefan, melihat raut wajah sedih Raymen seperti pendosa yang memohon ampunan. “Kau b******k” umpat Yura dengan gumaman. “Iya, aku b******k. Maafkan aku” jawab Raymen melunak, di raihnya pinggang Yura dan memindahkan tubuh kecil gadis itu kedalam pangkuannya. Yura terisak menyalurkan kekesalannya karena ulah Raymen yang sudah menghajar Yogas hingga pesta sahabatnya rusak, dan Raymen telah membentaknya seolah Yura yang salah. “Maafkan aku” Rapal Raymen lagi, sesekali mengecupi wajah Yura yang basah. “Asal belikan aku Ice Cream.” *** Samar-samar suara obrolan pngunjung bioskop memenuhi ruangan, mereka memberikan beragam tanggapan setelah melihat apa yang mereka tonton. "Aku ke toilet dulu" ucap Yura, setelahnya dia berlari melewati pintu bioskop dan keluar. "Kau mau kemana?" Tahan Stefan yang menahan lengan Raymen karena pria itu hendak pergi mengikuti Yura. "Kau benar-benar sialan, jangan terlalu berlebihan pada Yu. Kau ingin melihat dia menagis lagi hah!" Raymen merenggut, "b******n itu menyentuhnya. Kau tidak dengar bagaimana Yu ketakutan hah?" "Oh astaga. Jangan mengungkitnya lagi, kau sudah menghajarnya. Itu sudah setimpal." Raymen menepis tangan Stefan hingga pegangannya terlepas, "Ya, setimpal. Dan sekarang aku harus menjaga Yu. Kau tunggu di luar" perintah Raymen langsung pergi meninggalkan Stefan yang mematung di tempat. Raymen melangkah lebar melewati kerumunan orang di sekitarnya, pandangannya mengedar mencari sosok Yura. Tatapan Raymen menajam, melihat Yura yang tengah berbicara dengan seorang pria di depan pintu toilet. "Aku sering melihatmu." Yura tertawa malu, "Benarkah?." "Ya, aku satu sekolah dengan Raymen. Aku sering melihatmu di kelasnya." Aku Mikhael terlihat canggung sambil mengusap tengkuknya. "Kau sangat cantik. Dengan citranya yang badboy, Raymen sangat beruntung memiliki kekasih yang luar biasa sepertimu." Yura tertawa terhibur, "Kami bersahabat sejak kecil." Jawabnya meluruskan kesalah pahaman. "Sejak tadi aku melihatmu, kita menonton film yang sama" ucap Mikhael dengan senyuman kecilnya. "Boleh aku meminta nomor teleponmu?" Sambungnya lagi dengan cepat. Sekilas Yura tersenyum dan mengangguk kecil, "Ya, tentu saja." Jawabnya yang membuat Mikhael tersenyum semakin lebar. Mikhael meyerahkan handponenya kepada Yura. "Terimakasih" ucap Mikhael setelah Yura memasukan nomer teleponnya. "Nanti malam aku akan menelponmu." Yura mengangguk kecil, "Aku permisi" pamitnya langsung pergi meninggalkan Mikhael yang memasuki toilet. "Ray" Yura tersenyum lebar melihat Raymen yang bersedekap menatap tajam dirinya, "Kau mau kemana?." "Siapa itu?" Tanya Raymen dingin. "Mikhael." "Mau apa?." Kening Yura mengerut, "Hanya miminta nomer telepon." Raymen menarik nafasnya dalam-dalam, "Aku ke toilet dulu." "Kenapa dia itu?" Gumam Yura melihat punggung Raymen yang mulai menjauh, tanpa fikir panjang lagi Yura langsung pergi tanpa berniat menunggu Raymen. Sementara itu, di tempat lain Raymen tengah merangsek kerah baju Mikhael dan memaksanya untuk mengeluarkan handponenya. Raymen memeriksa nomer telepon Yura dan segera menghapusnya. "Jaga pandanganmu, jangan sekali-kali melihat milikku. Jika aku melihatmu melakukannya lagi, akan ku pastikan kau menyesal" geram Raymen mengancam seraya memasukan handpone Mikhael ke sakunya dan di akhiri dengan dorongan keras. Mikhael terkekeh geli, "Siapa kau sebenarnya?. Pengagum rahasianya?. Dia bukan milikmu, dia hanya sahabat." BUGH Mikhael terjungkal membentur wastafel, hidungnya memerah dan perlahan megeluarkan darah. "Suatu saat nanti akan ku robek mulutmu" ucap Raymen sebelum pergi dengan sisa-sisa marahnya. To be continue..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN