Pernikahan

1104 Kata
Fatimah segera berlari menggendong Fariz untuk turun dari ranjang Aynur, ia lantas membawa bocah itu keluar dari kamar. Aynur menutup pintu dengan kasar dan duduk di atas ranjangnya. Laras mendekati Aynur dan mengelus bahunya. "Nur ... sampai kapan kamu akan membenci bu Fatimah?" "Sampai mati!" sahut Aynur jengkel. Laras kembali beristighfar. "Mbak Laras dan yang lain mungkin bisa legowo karena kalian berhati lembut. Tapi sampai kapanpun aku ga akan maafin dia. Nur yakin suatu saat mata kalian semua akan terbuka dan melihat sendiri seperti apa wanita itu sebenarnya!" Aynur menggertakkan giginya. Laras menghembuskan nafas berat. "Ga ada gunanya terlalu membenci seseorang Nur. Mbak sampai sekarang juga belum bisa sepenuhnya menerima dia di keluarga kita. Tapi bapak juga membutuhkan seseorang yang bisa menemani beliau menghabiskan masa tua." Laras menatap wajah kaku adiknya. "Nanti setelah kamu menikah dan mempunyai anak, kamu akan memahami arti seorang pasangan hidup bagi kita. Bahkan orang tua dan saudara kandung yang hidup bersama kita sejak kita lahir pun tak benar-benar memahami kita seperti pasangan kita sendiri." jelas Laras. Aynur memang mendengarkan nasehat kakaknya, namun dia tak benar-benar mencerna apa yang dikatakan oleh Laras. Toh hanya dia dan Ziva saja yang mengetahui tujuan utama dari pernikahannya dengan Ihsan. Tak ada alasan apapun bagi Aynur yang bisa membenarkan perbuatan Fatimah yang mau menikah dengan ayahnya. * Ihsan tertunduk di salah satu kamar hotel yang sudah dibooking untuk acara pernikahannya dengan putri pimpinan pondok pesantren tempatnya mengajar. Tak pernah sekalipun terbayangkan dirinya akan menikah dengan wanita lain selain Aisyah. Selama ini hanya Aisyah yang selalu berada di dalam hatinya. Namun rupanya Aisyah terlalu kecewa dengan apa yang Ihsan lakukan. Berapa kali pun Ihsan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, faktanya Aisyah sudah terlanjur sakit hati. Ditambah perkataan dari orang tua Aisyah yang tidak meredakan masalah keduanya, namun malah semakin memojokkan Ihsan. Tanpa sadar air mata menetes dari ujung mata Ihsan. Dia merasa sangat bersalah telah menyakiti seorang bidadari seperti Aisyah. "Masih memikirkan Aisyah?" tanya Ardi yang sejak beberapa menit lalu menatap Ihsan di depan pintu. Tampaknya Ihsan tak menyadari kedatangannya. "San!! berapa kalipun kau meminta, jika jodohmu bukan Aisyah maka kalian tetap tak akan bersama. Menikah itu ibadah, dan untuk posisimu saat ini, menikah bisa menjadi ladang dakwah untukmu." Ardi mendekat kepada keponakannya. "Kamu juga tahu, kan?! Om dulu juga menikah karena ta'aruf. Hanya saja posisi kita terbalik. Istri om yang mengubah om menjadi seperti saat ini." Ihsan menoleh pada pamannya. "Tapi om, Ihsan masih ragu dengan hal lain. Di satu sisi saya ingin bertanggungjawab sesuai saran ibu. Tapi di sisi lain Ihsan merasa terlalu egois karena ini hanya untuk kepentingan Ihsan sendiri. Jelas sekali ini hanyalah pernikahan sepihak, apa iya Ihsan harus menyakiti satu wanita lagi?" jelas Ihsan. Sudah cukup dirinya menyakiti Aisyah, dan sekarang ia harus menikah dengan Aynur untuk menyelesaikan masalah yang sudah Ihsan timbulkan sendiri. Lagipula di dalam hati kecilnya, Ihsan tidak percaya dengan Aynur yang begitu mudahnya menerima lamaran yang ia ajukan. "Tentu saja tidak. Aynur sendiri menginginkanmu untuk menjadi imamnya, bukankah itu untuk kebaikan dirinya juga?" "Apa om Ardi percaya begitu saja dengan perkataan wanita itu?" tanya Ihsan, ia tak bisa menyembunyikan keragu-raguannya. "Ihsan ... Ihsan ... wanita itu sebentar lagi menjadi istri kamu. Kau harus lebih lembut padanya. Ayo berdiri, bersiap-siaplah." Ardi menepuk bahu keponakannya itu. Ihsan berdiri dan menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia mengenakan setelan jas berwarna putih dengan peci berwarna senada di kepalanya. Tiba-tiba bayangan wajah manis dan anggun Aisyah melintas di kepalanya kemudian berganti dengan bayangan wajah Aynur ketika terakhir kali mereka bertemu di ruangan Kyai Mustafa. Bibir merah dan make up tebal!! 'Ya Allah ... Semoga hamba bisa melalui semua ini dan ini menjadi keputusan yang terbaik untukku,' pinta Ihsan. Hari ini adalah hari pertama sejak terakhir kali dirinya bertemu dengan Aynur tiga minggu yang lalu. Dan untuk pertama kalinya juga kedua orang tua dan adiknya akan bertemu dengan calon istrinya tersebut. Sementara itu Aynur hampir saja depresi karena dipingit selama tiga minggu ini, berbeda dengan Ihsan yang masih bisa melakukan rutinitas mengajar di pondok yang ada di Jogja. Meskipun jarak antara pondok dan rumah kyai Mustafa tak lebih dari lima ratus meter, namun kedua calon mempelai tersebut sama sekali tak pernah saling bertemu. Bahkan keduanya tak saling mengirim pesan ataupun berbicara melalui telepon walaupun sudah memiliki kontak masing-masing. * Ihsan memasuki ruang resepsi cukup mewah dengan hiasan bunga. Tamu undangan sudah memenuhi ruangan tersebut. Semua pasang mata menatap wajah tampan Ihsan. Tak sedikit dari mereka kecewa karena tak bisa menjadikan Ihsan si ustaz tampan dan santun itu suami ataupun menantu untuk anak perempuannya. Ihsan berjalan ke tengah-tengah ruangan ditemani Ardi yang akan menjadi saksi dari pihaknya. Ihsan melihat Kyai Mustafa, ustaz Rizki salah satu menantu Kyai Mustafa dan penghulu sudah duduk di samping meja dengan buket bunga di tengahnya. "Mari mas Ihsan, masih ada waktu lima belas menit, kita bisa berlatih mengucap ijab qobul dulu. Jangan tegang ya, santai saja." pesan pak penghulu ketika Ihsan sudah duduk di kursi mempelai pria. Bukan takut salah mengucapkan ijab qobul yang dikhawatirkan Ihsan saat ini. Dia lebih takut dengan fakta calon istrinya nanti. Dia takut Aynur berpenampilan seenaknya sendiri, dia takut mengecewakan keluarganya karena kesalahan sepele yang tak sengaja dia lakukan. Dan fakta bahwa haji Rahmat, ayah Aisyah juga datang ke acara ini membuatnya semakin tegang. Haji Rahmat dan keluarganya tentu saja ingin melihat wanita seperti apa yang mampu membuat Ihsan meninggalkan bidadari seperti Aisyah. Semua pikiran itu memenuhi benak Ihsan saat ini. "Baiklah, tamu undangan dan hadirin yang terhormat, mari kita sambut pengantin wanita kita hari ini : Rasheda Aynur Ahmadi .....!!!" suara MC pernikahan menggema di seluruh ruangan. Seorang wanita berbusana serba putih dengan niqab menutupi wajahnya memasuki ruang resepsi. Di depannya berjalan lima anak kecil dengan pakaian bernuansa peach seperti yang dikenakan Rahma dan Laras yang mengiringi Aynur di kanan dan kirinya. Sementara itu, Ziva dan Reni, kakak ketiga Aynur berjalan dengan anggun di belakang pengantin wanita. Sesuai janjinya jika Aynur menikah dengan Ihsan, selama sebulan ke depan Ziva akan selalu memakai gamis dan kerudung kemanapun ia pergi. Aynur duduk di sebelah Ihsan yang sedikit lega melihat busana yang dikenakan Aynur kali ini. Memakai niqab? hal ini tak pernah terbayangkan oleh Ihsan. Aynur mengenakan hijab longgar dan syar'i saja sudah cukup luar biasa baginya. "Silahkan dibuka dulu niqabnya, biarkan calon suami anda tahu bahwa anda benar-benar wanita yang ingin dinikahi," perintah pak penghulu. Laras berdiri dan membantu melepas niqab Aynur. Ketika niqab terbuka dan memperlihatkan wajah Aynur, beberapa tamu undangan yang melongok penasaran seketika mengucap : " MasyaAllah..." "Silahkan dilihat dulu mas Ihsan. Apa benar wanita cantik ini yang ingin Anda nikahi?" ucap penghulu. Ihsan melirik ke arah Aynur. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN