Aku Tidak Mengenalnya

1424 Kata
"Tunggu!" Merilyn hampir sampai pada mobilnya ketika seorang perempuan menghentikan langkahnya. Merilyn berbalik lalu melihat siapa orang tersebut. Merilyn ingat dia perempuan yang bersama dengan Raiden tadi. Merilyn tidak mengatakan apapun dia menunggu hingga perempuan itu yang mulai berbicara. Semakin dekat perempuan itu, semakin Merilyn merasa kalau dia memang cocok bersanding dengan Raiden. Penampilannya sangat modis, wajahnya cantik terlebih saat dia tersenyum. "Aku Patricia calon istri Raiden." Perempuan itu memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangannya ke hadapan Merilyn. "Merilyn," balas Merilyn pendek. Lidahnya sangat gatal untuk mengatakan kalau dia adalah manatan istri dari tunangan perempuan itu. Namun, dia masih bisa menahannya karena tidak ingin terkena masalah. "Kamu siapanya Raiden?" tanya Patricia langsung. Dia melihat Raiden berbicara dengan perempuan di depannya ini tadi. Entah apa yang mereka bicarakan tadi Patricia tidak mendengarnya. Hanya saja dia yakin, kalau bukan perempuan yang bernama Merilyn itu yang menggoda Raiden lebih dulu. Menurut penglihatannya, Merilyn cantik akan tetapi dia yakin kalau dia masih jauh lebih cantik daripada Merilyn. Karena itu dia curiga Raiden punya hubungan dengan Merilyn. "Raiden? Aku tidak mengenalnya." Merilyn menjawab dengan ekspresi wajah bingung yang dia buat-buat. "Raiden Hartawijaya. Aku yakin kamu mengenalnya dan memiliki hubungan dengannya. Kalian baru saja berbicara tadi." Patricia menatap sinis pada Merilyn. Dia merasa kalau Merilyn tidak berkata jujur. "Oh, pria kurang ajar tadi? Jadi namanya adalah Raiden." Merilyn berbicara dengan nada kesal. Sesungguhnya dia memang kesal dengan pria itu. Dia masih tidak habis pikir dengan perlakuan Raiden tadi. Sialnya dia kembali mengingat bagaimana hangatnya perilaku Raiden saat mereka menikah. "Kamu benar-benar tidak kenal dengan pria yang berbicara dengan kamu tadi?" tanya Patricia memastikan. Merilyn menggeleng. "Aku benar-benar tidak kenal dengan calon suami kamu itu. Lagi pula dia sangat tidak sopan untuk ukuran pria dewasa. Sangat disayangkan perempuan secantik kamu bersanding dengan pria seperti itu." Merilyn turut prihatin dengan Patricia yang bersanding dengan pria manipulatif seperti Raiden. "Aku beruntung bertunangan dengannya," kata Patricia dengan cepat, "Dia pria yang baik dan juga pekerja keras. Raiden juga sangat perhatian dan romantis," tambah Patricia. "Semoga hubungan kalian berjalan lancar hingga maut memisahkan." Kata-kata Merilyn tidak dari hatinya. "Terima kasih dan maaf sudah mengganggu waktumu," kata Patricia. "Tidak masalah. Kalau begitu aku pergi dulu." Merilyn tidak menunggu balasan dari perempuan itu. Dia langsung membuka pintu mobilnya lalu menancap gas meninggalkan parkiran supermarket. Setelah mobil Merilyn menghilang dari pandangannya, Patricia mengalihkan tatapannya pada Raiden yang bersandar santai di badan mobil miliknya. Ekspresinya datar sehingga Patricia tidak bisa menebak apa yang Raiden pikirkan. "Dia bilang dia tidak kenal sama kamu. Lalu untuk apa kamu mengajaknya berbicara?" Patricia menatap curiga pada Raiden. "Hanya berniat membantunya," jawab Raiden sekenanya. "Pulanglah! Aku akan kembali bekerja." Setelah mengatakan hal tersebut Raiden masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan Patricia sendirian di sana. Sejak awal mereka tidak ada janji untuk bertemu. Patricia tiba-tiba datang ke kantor dan merengek minta di temani ke supermarket. Raiden terpaksa setuju dengan perjanjian kalau Patricia akan pulang sendiri. Dia tidak akan mengantar perempuan itu kembali ke hotel karena dia masih memiliki banyak pekerjaan. Setelah berpisah dari Patricia, alih-alih kembali ke kantor, Raiden malah mengikuti mobil yang dikendarai Merilyn. Ada perasaan tidak suka saat Merilyn mengatakan kalau dia tidak mengenalnya namun, dia berusaha menekan perasaan itu karena memang seharusnya seperti itu. Sekarang yang jadi pertanyaannya adalah, untuk apa dia mengikuti Merilyn? Raiden tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dia tidak tahu untuk apa dia mengikuti mantan istrinya itu. Raiden menghentikan laju mobilnya saat melihat mobil yang dikendarai Merilyn berhenti di depan bangunan yang dia ketahui merupakan sebuah usaha laundry. Hal tersebut terlihat dari banner atau spanduk yang tertera di depan bangunan berlantai dua tersebut. Raiden melihat Merilyn turun lalu dua orang dari dalam bangunan menyambut kedatangannya. Raiden menebak mungkin saja laundry itu merupakan usaha milik mantan istrinya itu. Entah mengapa Raiden merasa bangga karena Merilyn mampu memikirkan memiliki bisnis sendiri bukan bekerja pada orang atau perusahaan besar. Meskipun dia yakin penghasilan usaha laundry milik perempuan itu tidak sebanding dengan pendapatannya. Raiden mendengus kecil ketika melihat Merilyn tertawa dengan seorang pria. "Baguslah kalau kamu hidup dengan baik," gumam Raiden. *** Merilyn pulang saat hari sudah sore. Setelah berbelanja kebutuhan laundry tadi, dia tidak langsung pulang. Dia berada laundry membantu pegawai melayani customer yang ingin mengambil dan mengantar pakaian mereka. Merilyn memanggil nama anak-anaknya bergantian begitu dia membuka pintu rumah. Merilyn masuk ke kamar Si kembar karena tidak ada jawaban dari keduanya saat dia memanggil nama mereka. Merilyn mengerutkan keningnya karena tidak mendapati kedua anaknya di rumah. Merilyn menutup pintu rumahnya, dia lalu pergi ke lapangan yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Hanya berjarak sekitar dua ratus meter. Richad dan rachel sering bermain di sana saat sore. Merilyn mengamati kondisi lapangan yang cukup ramai. Dia lalu melihat anak laki-lakinya yang bermain bola. Richad menghentikan langkahnya ketika matanya tidak sengaja menangkap keberadaan ibunya. Merilyn melambaikan tangannya meminta Richad datang mendekat. Richad langsung meninggalkan teman-temannya lalu datang pada ibunya. "Jam berapa sekarang, Nak?" Jika suara ibunya merdu, itu pertanda dia sedang marah. Oke, Richad harus berhati-hati dalam menjawab setiap pertanyaan ibunya. "Jam lima lewat sedikit, Ma." Richad menjawab pelan. "Lalu kenapa masih berada di sini, Nak? Rachel mana?" Merilyn kembali melontarkan pertanyaan sembari mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan putrinya itu. Richad terdiam, dia sebenarnya punya jawaban untuk pertanyaan mamanya namun, dia yakin jawabannya akan membuat mamanya marah. Rachel pergi dengan pria bernama Gabe yang mengaku teman mamanya. Richad sudah melarang kakak kembarnya itu untuk pergi namun, Rachel bersikeras ikut dengan pria itu. Janjinya mereka akan pulang sebelum jam lima sore, akan tetapi sampai sekarang mereka tidak kunjung pulang. "Kamu dengar Mama 'kan, Richad?" "Dengar, Mama," jawab Richad dengan nada suara yang lembut. "Rachel pergi sama teman dekat Mama. Om yang waktu itu, yang namanya Gabe, Ma. Aku udah larang Rachel, tapi Rachel bilang dia ingin pergi." Merilyn membulatkan matanya mendengar penjelasan putranya. "Kenapa nggak bilang Mama sejak awal?" Richad kembali diam. Dia bersalah karena berpikir lebih baik menyembunyikannya dari sang Mama. "Maaf, Ma. Richad salah karena nggak langsung kasih tahu Mama." Merilyn menarik tangan putranya, dia membawa Richad kembali ke rumah. "Kita tunggu di rumah, kalau sampai jam enam nggak pulang, Mama akan lapor polisi." Hanya itu yang bisa Merilyn lakukan sekarang karena dia tidak memiliki nomor ponsel Gabe. Sementara itu Gabe sedang duduk manis sembari mengamati dua manusia yang sedang bermain masak-masakan. Siang tadi dia menjemput Rachel dari rumah setelah pulang sekolah. Tiba-tiba saja dia kepikiran untuk mempertemukan si kembar pada Raiden namun, dia tidak akan mengungkap identitas keduanya. Hanya saja Richad menolak ikut, meskipun dia sudah menunjukkan bukti kedekatannya dengan Merilyn, Richad tetap menolak dan bahkan mengancam akan menghajarnya kalau sesuatu terjadi pada Rachel. "Makan, Om!" kata Rachel memerintah sembari menunjuk piring mainan di depan Raiden. Dengan terpaksa Raiden mengambil piring mainan tersebut lalu pura-pura memakan telur mainan di sana. "Sudah," katanya datar. "Om mirip sama Richad kalau lagi kesal," kata Rachel sambil tertawa kecil. Dia menatap lekat pada pria dewasa di hadapannya itu. Rachel merasa nyaman berada di dekat pria itu meskipun ekspresi wajahnya tidak bersahabat. "Kamu sudah mengatakannya berkali-kali." Raiden sudah mendengar kalimat tersebut setidaknya empat kali. Rachel mengangguk, dia juga mengingat kalau sudah mengatakannya empat kali. Rachel menarik napas panjang lalu mengeluarkannya panjang juga. "Aku sama Richad tidak punya Papa." Rachel tersenyum namun, matanya menunjukkan kesedihan. "Tidak apa-apa tidak punya Papa, kalian 'kan punya Mama yang tangguh." Gabe mendekat lalu mengelus punggung Rachel lembut. "Memangnya kemana perginya Papa mereka?" tanya Raiden pelan. Hatinya tersentuh melihat air mata yang menggenang di pelupuk mata gadis kecil itu. "Memilih bersama dengan perempuan lain." Gabe memberikan jawaban sembari menatap sinis pada Raiden. "Kenapa kau menatapku seolah-olah aku adalah pria b******k itu?" raiden merasa tersinggung dengan tatapan yang ditujukan Gabe padanya. 'Memang kaulah pria b******k itu, sialan!' Sayangnya kata-kata itu hanya bisa diucapkan Gabe di dalam hatinya. Dia tidak berani mengatakannya secara langsung karena takut diamuk Merilyn. Ngomong-ngomong Merilyn Gabe ingat kalau dia harus mengantarkan Rachel pulang. "Aku harus mengantarkan Rachel pulang," kata Gabe. Dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam kurang lime belas menit. "Kenapa terburu-buru?" tanya Raiden. Dia merasa tidak rela berpisah dari gadis kecil itu. "Nggak buru-buru. Memang sudah harusnya dia ku kembalikan ke Ibunya." Gabe mengangkat Rachel dengan mudah ke gendongannya lalu membawa gadis kecil itu keluar dari ruang kerja Raiden. "Rachel dengar Om. Kamu nggak boleh kasih tahu Mama kalau kita bertemu dengan Om Raiden." "Kenapa, Om?" tanya Rachel. Tadinya dia ingin bercerita dengan semangat pada mamanya kalau dia bertemu seseorang yang sangat mirip dengan Richad. "Nanti Mama kamu marah. Kamu cukup bilang kalau tadi kita bermain di area permainan mall, oke?" Rachel berpikir sejenak lalu mengangguk. "Oke." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN