Day 6: Pernikahan Sang Pangeran°

1297 Kata
MOMEN pernikahan adalah saat yang paling ditunggu perempuan di penjuru dunia mana pun. Pernikahan adalah pembuka pintu gerbang untuk memasuki masa pendewasaan. Tatkala kau sudah bisa mengaplikasikan tuntutan syahwat itulah yang disetarakan masyarakat dengan kedewasaan. Orang-orang berpikir dengan menikah pola pikir dan pola hidup seseorang akan berubah. Padahal mereka hanya meneruskan tradisi yang sudah berjalan semenjak ratusan tahun silam. Tradisinya adalah wanita mesti berpenampilan menarik dan bisa menyenangkan suami mereka. Bagi kalangan rakyat jelata, menikahkan anak perempuan mereka berarti berkurang satu mulut yang harus diberi makan. Namun bagi keluarga terpandang dan kaya raya seperti keluarga kerajaan, pernikahan berarti menambah kekayaan dan jangkauan kekuasaan mereka. Putri Anuradha sudah lama mendengar mengenai calon suaminya, yaitu Rajputana Udai Singh. Ketampanannya, kecakapannya, kepintarannya, serta keperkasaannya membuat para putri mengidam-idamkan menikah dengan pangeran itu. Terus terang saja, Rajputana adalah pangeran yang terjaga. Tidak pernah terdengar perbuatannya semena-mena atau suka main perempuan seperti pangeran kebanyakan. Dia pemuda yang sopan-santun dan berjiwa ksatria. Anuradha menanti-nantikan pernikahannya dengan Rajputana. Anuradha adalah putri yang terkenal akan kecantikan dan budi pekerti yang anggun. Dia rajin merawat kecantikannya karena mempersiapkan dirinya menjadi istri seorang raja. Menyambut pernikahannya, Anuradha melaksanakan beragam ritual dan perawatan tambahan meliputi segala aspek. Penampilannya semakin sempurna dengan aura cantik yang tak hanya dari luar, tetapi juga dari dalam diri. Bukan hanya Anuradha, para penari calon selir pun mempercantik diri mereka. Pelayan menyiapkan ubtan, masker wajah yang berkhasiat membuat kulit wajah lebih cerah dan berseri. Campuran yang terbuat tepung beras, air mawar, s**u, kayu cendana bubuk bersama dengan kunyit dioleskan ke seluruh wajah dan diamkan hingga 15 atau 20 menit. Setelahnya, wajah dibilas dengan air hangat. Untuk menjaga kecantikan rambut, mereka menggunakan minyak mustard, minyak kelapa, dan bunga limau. Kandungan selenium dan antioksidan pada minyak mustard akan melindungi sel rambut dan mencegah kerontokan. Selain itu, kandungan protein yang ada pada minyak tersebut akan menguatkan akar rambut sekaligus memberikan nutrisi. Dibantu dengan bunga limau yang akan membuat rambut lebih wangi. Bunga limau ini juga sering digunakan wanita India untuk hiasan rambut sekaligus sebagai pengharum ruangan. Terakhir, minyak kelapa yang berfungsi untuk melembapkan sekaligus membuat warna rambut menjadi lebih hitam berkilau. Riasan mata yang tebal, khususnya eyeliner, sudah menjadi ciri khas para wanita India. Mereka selalu berusaha membuat tampilan mata terlihat lebih besar dan menonjolkannya dengan menggunakan kohl atau kajal (juga disebut surma). Kohl dibuat sendiri dengan mencelupkan bola kapas ke dalam guci dan menyalakan api. Kemudian, api tersebut ditutup dengan timah logam, yang menghasilkan jelaga (butiran arang yang halus dan lunak). Jelaga itulah yang digunakan sebagai kohl atau kajal. Tangan dan kaki mereka pun tidak luput dari riasan. Selain mengenakan perhiasan anting, gelang, dan kalung yang indah, permukaan kulit tangan dan kaki mereka dihiasi lukisan mehendi. Dan penutup dari riasan wajah adalah titik bindhi di tengah kening mereka. Gemerincing lonceng gelang kaki para penari dan lambaian gaun Rajasthani para penari seolah mengejek Chandni sore hari itu. Gadis mungil itu bertopang dagu dengan muka cemberut di teras sanggar menonton keberangkatan rombongan penari. Para laki-laki mengiringi para wanita sambil membawa gendang, tabla, sitar dan jenis perkusi serta alat musik petik lainnya. Tak lupa juga peniup seruling dan trompet. Mulai dari gerbang keluar sanggar musik dan tarian dimainkan. Para penari mengajak warga memeriahkan upacara pernikahan antar kerajaan itu dengan turut bergembira ria mengikuti tarian dan nyanyian. Chandni berlari kecil ingin mengikuti rombongan itu, akan tetapi dua belah tangan kekar menahan pundaknya. “Kau dengar apa kata bibimu, Chandni. Kau tinggal di rumah saja,” peringat Akash. Ia lalu membopong Chandni di pundaknya, agar Chandni bisa melihat sejenak penampakan kota di balik tembok. Gadis kecil itu cukup terhibur. Dia bisa melihat gerombolan manusia serupa arak-arakan aneka ragam hewan bercampur berbagai penampakan. Debu dan panas tampak mengepul di atas kepala mereka. Ratusan lampion dinyalakan di seluruh penjuru kota menambah meriah suasana. Letusan kembang api menghiasi langit malam bersama bulan purnama yang baru terbit. Dia tidak menyangka sebuah pernikahan akan semewah itu dan seperti gadis lainnya, Chandni pun mulai berandai-andai jika dirinya adalah putri raja dan kelak menikah dengan seorang pangeran. Malam itu, Chandni pun tertidur lelap dalam mimpi indah. Sementara di istana Rajpur, musik rancak mengalun keras. Nyanyian mengagungkan cinta dan Sang Pencipta dikumandangkan hingga terdengar ke pelosok istana yang sangat luas dan megah itu. Malam itu adalah pernikahan putra mahkota yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah kekaisaran Udai Singh. Warga kota dan penghuni istana terhanyut dalam kegembiraan. Malam semakin larut. Rajputana dipersilakan memasuki kamar mempelainya di istana bagian timur. Pemuda itu mengenakan pakaian sherwani merah berkemilap emas lengkap dengan jubah beledu yang tersemat di pundak. Ia melangkah memasuki kamar yang pekat aroma dupa. Lampu diya menyala berjejer di sepanjang jalan menuju peraduan pengantin. Seorang gadis bercadar kerudung merah menerawang memperlihatkan remang-remang wajah jelitanya. Gadis itu duduk di tengah ranjang besar dengan kedua tangan bertumpu di lutut. Jemari berhias lukisan tampak meremas gelisah. Rajputana sudah mengucapkan ijab kabul menikahi gadis yang diamatinya dari balik kerai. Sekarang adalah saatnya ia meresmikan hubungan mereka sebagai suami istri. Sebagai laki-laki, ia mengikuti nalurinya mendekati sang istri. Rajputana duduk di tepi ranjang dan mengangkat tangan menjangkau kerudung gadis itu. Kain sari tipis itu dibuka dan Rajputana membisu melihat mempelainya. Malam itu adalah pertama kalinya ia melihat Anuradha dan Raj langsung terkesima. Anuradha sangat cantik hingga Rajputana lupa bernapas untuk sesaat. Setelah kerudungnya dibuka, Anuradha semakin menundukkan wajah, menyembunyikan rasa tersipunya ditatap lekat oleh lelaki tampan yang sekarang adalah suaminya. Manik hijau zamrud itu sekilas mencuri pandang. Rajputana menyentuh dahi memberi salut pada gadis itu yang terlihat jelas masih berusia belasan. “Salam, Anuradha-ji!” ujarnya lembut. Anuradha balas memberi salam dengan suara lirih nyaris tidak terdengar. “Maaf, apa kau bilang?” Rajputana minta diulang. Ia ingin mendengar lebih jelas suara gadis itu. Anuradha berdeham membersihkan tenggorokannya lalu membuka mulut. “Salam, Yang Mulia Pangeran Rajputana,” ujarnya lalu kembali tertunduk dalam. Jemarinya menggenggam erat kain sari merah tua di lututnya. Rajputana melihat sekeliling kamar, mencari sesuatu untuk mencairkan suasana. Ia tidak menyangka akan secanggung ini berhadapan dengan istrinya sendiri. Aneh rasanya sekamar dengan perempuan yang nyaris tidak dikenalnya. Ia melihat sepiring buah-buahan serta set kendi dan cangkir di tepi ranjang. “Apa kau ingin minum?” tanya Rajputana sambil meraih kendi. Namun jemarinya bersentuhan dengan jemari Anuradha yang juga bergerak ingin mengambil kendi. Rajputana menarik tangannya karena Anuradha bergegas memegang kendi itu. “Biar aku saja yang menuangnya, Tuanku. Tidak patut rasanya kau menuangkan air untukku. Aku istrimu sekarang dan kewajibanku melayanimu, Tuanku.” Selesai berucap demikian wajah Anuradha semakin merah dan kembali menunduk seraya menuang air mengisi cangkir dengan gemetaran karena gugup. Gemerencik air terdengar lebih nyaring dalam kebisuan itu. Dengan malu-malu Anuradha menyodorkan cangkir berisi air putih ke arah Rajputana dan jemari mereka kembali bersentuhan. Sentuhan sekilas membuat darah dalam tubuh kedua muda-mudi itu berdesir cepat. Rajputana segera meminum air dan meletakkan cangkir ke meja samping, tetapi tangan Anuradha segera menangkap tangannya dan mengambil cangkir itu. “Aku saja yang meletakkannya, Tuanku. Kita adalah dua orang yang disatukan dalam ikatan suci. Mulai sekarang, kumohon, jangan sungkan untuk memintaku melakukan apa pun.” Rajputana membasahi bibirnya. Tiba-tiba ia merasa kepanasan. “Malam ini gerah sekali,” imbuhnya. Rajputana beranjak menuju jendela dan membuka lebar daun jendela. Bulan purnama menyapa lembut sosoknya yang agung dalam pakaian kebesaran Pangeran Rajpur. Permata kuning di turbannya berkilauan ditimpa sinar bulan. Rajputana mendongak menatap bulan. Ia menarik napas dalam untuk melegakan diri. Anuradha turun dari ranjang dan melangkah perlahan mendekati suaminya. Gelang-gelang di tubuhnya bergerincing seiring langkahnya. Rajputana menoleh dan kembali terpesona pada sosok gadis itu ketika cahaya lembut bulan menyinarinya. Perlahan Anuradha mengangkat wajah dan sorot mata mereka beradu. “Biarkan aku melepas jubahmu, Tuanku. Itu akan membantu mengurangi gerah.” Rajputana menghela napas mendengar tawaran itu. Berhadapan dengan gadis jelita yang siap menyerahkan diri padanya, Rajputana akan melepas lebih dari selembar jubah. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN