Bertemu Tiara.

1070 Kata
"Tolong berlaku sopan." Adrian menegaskan suaranya hingga membuat Sherin kembali menatapnya tajam. Kevin tak perduli dengan apa yang di katakan Adrian, baginya hanya Sherin yang berhak untuk melarangnya. Ia terus menarik tangan Sherin seperti anak kecil yang ingin mengajak ibunya pergi ke suatu tempat. "Sherin, aku mohon. Kita akan melunaskan uang itu, dan kau akan pergi bersamaku." Mohon Kevin dengan senyum getir di wajahnya.  Besar harapan Kevin untuk terus bisa bersama gadis yang sangat di cintainya itu. Ia sendiri tahu, jika Sherin juga merasakan hal yang sama untuknya. "Kau..." Geram Adrian mencoba melepaskan tangan Kevin dari Sherin. "Kevin, stop!" Sherin menaikkan volume suara dari biasanya. "Kau sudah lihat sendiri kan? Saat ini aku sudah memiliki calon suami." Lalu melingkarkan tangannya pada legan Adrian. Sungguh, sebenarnya bukan perlakuan seperti ini yang ingin Sherin tunjukkan pada Kevin. Tapi mau bagaimana lagi? Jika tidak seperti ini, Kevin akan terus mengejarnya dan mungkin bisa bertindak nekat. Seperti dugaan Sherin, Adrian saat ini tengah tersenyum licik padanya. Bahkan kini Adrian memasang gaya angkuhnya di hadapan Kevin. Sementara Kevin menggelengkan kepalanya tak percaya, segera ia mengusap kasar wajahnya dengan air muka yang telah berubah.  "Plis, jangan bercanda sayang. A-" "Maaf, aku harus segera pulang. Dan jangan mengikutiku lagi." Menyela perkataan Kevin lalu melangkahkan kakinya menjauh dari hadapan Kevin, di temani Adrian yang semakin besar kepala karena Sherin secara terang terangan memilihnya.  Tak banyak yang dapat di lakukan Kevin setelah perkataan tersihir yang di lontarkan Sherin padanya. Walau terasa sakit karena perlakuan Sherin padanya, tapi jauh di lubuk hatinya Kevin benar benar masih berharap pada Sherin. Apalagi ia juga bisa menangkap sorot mata Sherin yang menyimpan kesedihan mendalam yang mungkin tak bisa di sampaikannya. Sherin terus berjalan dengan mata yang berkaca kaca, tanpa melepaskan tangannya dari lengan Adrian. 'Maafkan aku Kevin, semua ini demi kebaikanmu.' Batinnya. Keduanya telah menghilang dari pandangan Kevin. Adrian yang terus berjalan mengikuti Sherin dari samping menatapnya dengan dahi yang berkerut saat keduanya tiba tepat di samping sebuah mobil berwarna putih.  Sherin yang masih tak fokus berniat akan membuka pintu mobil tersebut hingga suara Adrian menghentikannya. "Hei hei... Apa yang kau lakukan?" Suara Adrian mampu mengembalikan fokus Sherin. Dengan entengnya Sherin menjawab. "Ya masuk lah kedalam mobil. Memangnya apa lagi?"  Adrian mengeluarkan kunci mobilnya dan menekan tombol yang di dalamnya. Sebuah bunyi dan lampu dari mobil berlogo bintang tiga yang hanya beberapa baris di depan keduanya menyala.  Sambil tersenyum mengejek Adrian menatap Sherin yang memejamkan paksa kedua matanya akibat rasa malu yang menjalar keseluruh tubuhnya. 'Dasar bodoh kau Sherin. Bisa bisanya kau berfikir bahwa ini mobilnya? Sementara kau sendiri belum tahu persis mobilnya yang mana.' Sherin mengutuk dirinya sendiri dalam hati karena tingkah bodohnya. Walaupun Sherin sudah pernah menaiki mobil Adrian satu kali, nyatanya tak membuatnya ingat dengan jelas bentuk mobil Adrian, yang ia tahu bahwa mobil itu sangat mahal dan berkelas. "Cepatlah, atau aku akan berubah pikiran." Seru Adrian sambil berjalan ke arah mobilnya. Dengan rasa malu yang masih terlihat, Sherin pun bergegas menyusul Adrian dan naik kedalam mobil mewah itu. Di dalam mobil, Sherin mencoba menenangkan dirinya yang masih membayangkan raut wajah kekecewaan Kevin padanya. Jari jari lentik kirinya kini telah berada pada cincin yang terpasang di jari kanannya. Matanya menatap sendu pada cincin tersebut. 'Aku penasaran, seberapa berartinya dia untukmu? Dasar bodoh, bahkan kau rela melukai perasaanmu sendiri.' Batin Adrian saat mendapati Sherin yang tak melepaskan pandangannya dari cincin yang di kenakannya. "Ka-" Adrian berniat buka suara namun kalah cepat saat Sherin terlebih dahulu mendominasi. "Kenapa kau bertindak seperti itu di depan Kevin?" Tanpa melepaskan pandangan dari jari manisnya, Sherin bertanya dengan suara rendah. Adrian menghela nafas perlahan sembari melirik Sherin. "Ya, setidaknya itu membantumu juga." Sahut Adrian santai. Entah kenapa wajah Sherin terlihat begitu kesal mendengar penuturan dari Adrian. Wajahnya segera terangkat dan menatap tajam ke arah Adrian. "Bukankah kau sendiri yang meminta untuk tak mencampuri urusan satu sama lain, terutama urusan pasangan. Jadi aku harap ini terakhir kalinya kau ikut campur masalahku dan Kevin." Perkataan Sherin mampu membungkam mulut Adrian. 'Benar juga, untuk apa aku repot repot mengurusi urusannya.' Batin Adrian tersadar. "Anggap saja itu hanya kebetulan. Dan pula, kau juga yang menarik tanganku. Bergantung di lenganku seperti bocah." Adrian tak ingin terlihat gugup, ia pun menyerang balik Sherin agar membungkam mulutnya. 'Ah, benar juga ya. Aduh Sherin, kenapa kau gegabah sekali.' Umpatnya dalam hati. "Aku, aku... Itu karena kau duluan yang menarik ku untuk me-" "Ah sudahlah... Berisik." Adrian kembali menyela perkataan Sherin hingga membuat Sherin terdiam paksa. "Dasar pria aneh, bilang saja kau tidak ingin disalahkan. Jadi kau menyuruhku untuk diam. Hais, benar benar aneh." Sherin memalingkan wajahnya arah kaca samping dengan suara pelan yang hanya ia sendiri yang mendengar. ***** "Mau apa kita disini?" Tanya Sherin saat mobil terhenti di sebuah kedai minuman yang terkenal di daerah selatan ibu kota. "Membeli buku." Sahut Adrian ketus. Sherin mengerutkan dahinya bingung, bagaimana caranya membeli buku di kedai minuman? Sebenarnya Adrian yang salah berhenti atau dia yang justru gagal paham dengan ucapan Adrian. "Cepat turun." Perintah Adrian yang telah turun dari dalam mobil. Sherin pun mengikuti perintah Adrian. Keduanya telah berada di dalam kedai berukuran sedang itu. Sherin memilih untuk duduk di kursi tunggu sementara Adrian tengah berada di meja kasir untuk memesan sekaligus membayar. Saat sedang duduk santai sambil bertopang dagu, tiba tiba sebuah minuman membasahi baju bagian bahu hingga mengalir ke d**a dan punggung Sherin.  "Aah bajuku..." Ucap Sherin pelan dan segera berdiri dari duduknya. Sherin menarik bajunya ke depan guna melonggarkannya agar tak terlihat bagian dalam dadanya yang telah tercetak jelas akibat minuman dingin yang membasahi tubuhnya. "Oh, maaf maaf. Aku tidak sengaja melakukannya." Ucap seorang perempuan bertubuh lebih tinggi dari Sherin dengan penampilan berkelasnya. Sherin memutar tubuhnya. "Tidak a-" mulutnya berhenti bergerak saat melihat siapa yang telah menumpahkan air di bajunya. "Kau, bukankah kau orang yang sama yang menginjak gaunku denganku sengaja hingga robek?" Sherin mencoba mengingat dengan jelas wajah perempuan yang ada di hadapannya. Perempuan itu hanya tersenyum angkuh, menatap rendah Sherin dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Ternyata kau tak sebanding denganku." Ucapnya meremehkan. Sherin hanya menggeram kesal dalam hati seraya menundukkan kepalanya.  'Ya, aku memang tidak sebanding denganmu, bahkan aku jauh di bawahmu. Tapi apa yang salah dengan ku? Sampai dua kali kau melakukan hal yang membuatku malu.' Batinnya. Adrian yang baru saja berjalan dari meja kasir dengan membawa dua cup minuman dingin di tangannya harus berjalan dengan cepat saat matanya menangkap dua orang perempuan yang di kenalinya tengah bersitegang. "Tiara..." 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN