9. KEMBALI BERULAH

1331 Kata
Naka sedang berada di klub yang didatangi kemarin malam. Kondisinya sudah tidak stabil karena menenggak beberapa gelas cairan yang mengandung alkohol. Di sebelahnya ada Lizzy yang menemani. Naka tidak menyangka kalau wanita itu ada di tempat tersebut, padahal mereka tidak ada janji bertemu. “Kenapa kamu nelpon sekretaris kamu? Aku ada di sini Naka. Aku bisa antar kamu pulang,” ucap Lizzy setelah Naka selesai menelepon Andrea. Naka meneguk kembali minuman miliknya. “Kamu juga minum, jadi sebaiknya aku pulang dengan Andrea.” “Aku Cuma minum sedikit, jadi masih sanggup buat nyetir.” “Soal kejadian semalam, aku masing ingat walaupun samar-samar. Aku nggak mau terjadi hal yang bisa merugikan kita berdua, terutama kamu. Aku minta maaf soal itu.” “Tapi Naka …” “Aku mau menikmati waktuku, tolong jangan cerewet. Kalau kamu memang mau di sini, silakan. Aku nggak akan melarang kamu, Zy,” ucap Naka. Lizzy menghela napas dengan raut wajah kecewa. Baru semalam dibuat kesal, malam ini sikap Naka kembali membuatnya geram. Dan yang lebih menyakitkan, tiba-tiba laki-laki itu justru menghubungi saudara tirinya untuk datang menjemput. Suasana yang cukup ramai dengan alunan musik khas yang terus menggema, para pengunjung begitu antusias menikmati. Berbeda dengan Lizzy, ia sudah tidak berselera menikmati malam ini. Sikap Naka sudah jelas sebagai jawaban, kalau malam ini mereka tidak bisa menghabiskan malam bersama-sama. *** Sementara itu, setelah sampai dan selesai memarkirkan mobil, Andrea segera turun. Pandangan matanya cukup awas karena sudah lama sekali ia tidak pernah mendatangi klub malam. Dulu saat ia masih lajang, ia pernah ke tempat seperti ini karena ajakan teman-temannya. Dan hanya terjadi dua kali, karena Andrea merasa tidak cocok dengan tempat seperti itu. “Sebaiknya aku telpon dulu, memastikan kalau dia masih di dalam,” gumam Andrea. Wanita itu segera mengambil ponsel yang tersimpan di saku celana jeans. Tangannya dengan cepat menghubungi Naka. Setelah menunggu beberapa saat, panggilan teleponnya dijawab. “Halo Pak, saya sudah di luar,” ucap Andrea dengan suara keras karena ia tahu suara musik di dalam sangat kencang. “Hah? Apa?” Belum selesai Andrea bicara, sambungan telepon terputus. Kening Andrea mengkerut, dengan wajah kesal. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. “Seumur-umur jadi sekretaris, belum sekali pun dapat tugas seperti ini. Bodohnya aku malah mau-mau saja,” gerutunya penuh sabar. Andrea menarik napas, lalu mengembuskan pelan agar tidak tersulut emosi. “Sabar Andrea. Anggap kamu membalas kebaikan Pak Dirja. Mungkin Pak Naka memang butuh bantuan.” Begitu masuk ke dalam klub yang cukup ramai dan sesak, pandangan mata Andrea menyapu ke sekitar untuk mencari keberadaan bosnya. Kedua matanya dibuka semaksimal mungkin, menelisik keberadaan Naka diantara banyaknya orang. Kupingnya bahkan terasa sakit karena suara keras musik di tempat tersebut. “Dia lagi ada di mana?” Pandangan mata Andrea terpaku pada seseorang yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Wajahnya yang tadi kebingungan, berganti dengan raut terkejut. Sosok Lizzy yang pertama kali dilihat, lalu Naka di sebelah wanita itu. Andrea semakin bingung, apa tujuan Naka memintanya datang padahal ada Lizzy di sana. Ragu-ragu Andrea melangkah, mendekati tempat duduk Naka. Matanya beradu pandang dengan adik tirinya. Nampak sekali wajah Lizzy terganggu dengan kedatangannya. “Pak Naka,” panggil Andrea dari belakang. Naka menoleh dengan wajah dan pandangan sayu. “Kamu sudah datang.” “Ada apa Pak Naka minta saya ke sini?” “Antar saya pulang,” jawab Naka. “Kamu bawa mobil?” Andrea mengangguk. “Tapi kenapa saya? Anda sudah bersama …” Pandangan Naka tertuju pada Lizzy lalu tersenyum. “Lizzy juga minum, jadi mana mungkin kami pulang bersama-sama.” “Aku belum mabuk, Naka,” ucap Lizzy penuh penekanan. Tangan Naka terulur, mengusap pucuk kepala Lizzy. “Aku pulang duluan. Oke?” “Biar sama aku saja.” Lizzy masih berusaha mengubah rencana Naka. “Aku masih bisa antar kamu pulang. Rasanya kurang tenang kalau kamu pulang sama dia.” Andrea tersenyum kecut. “Aku juga malas terlibat suasana canggung ini,” gumamnya pelan. Dalam keadaan terhuyung, Naka turun dari kursinya. “Jangan membantah anak manis. Sudah aku bilang, ini demi kebaikan kita.” “Tapi …” “Ayo antar saya pulang, pakai mobil kamu saja,” ucap Naka dengan tangan bertengger di pundak Andrea. Tubuh Andrea langsung kaku begitu tangan besar Naka bergelayut pada pundaknya. Beberapa detik sempat mematung hingga disadarkan oleh gerakan Naka yang hampir jatuh karena tidak bisa berdiri dengan tegak akibat setengah mabuk. “Kenapa diam?” “Oh? I-iya. Saya antar Bapak pulang.” Tiba-tiba Lizzy menahan tangan Andrea sambil memberikan tatapan tajam. “Kamu yakin antar dia pulang?” “Menurut kamu, apa aku bisa menolak?” Lizzy berdecis. “Antar dia pulang dengan selamat dan jangan macam-macam.” “Kamu tenang saja. Aku nggak suka cari masalah.” “Ayo cepat! Kenapa kalian malah ngobrol berdua?” protes Naka. “Biar aku bantu bawa Naka ke mobil,” ucap Lizzy dan langsung memapah Naka bersama dengan Andrea. Naka sudah tidak sadarkan diri saat berhasil dibawa ke dalam mobil milik Andrea. Terlihat sekali dua wanita itu kewalahan dengan tubuh Naka yang cukup berat. “Kamu mau ikut?” Lizzy menggeleng tegas. “Aku bisa pulang sendiri.” “Oh, baiklah.” Andrea masuk ke dalam mobil. “Jangan besar kepala atau memanfaatkan keadaan Naka.” Andrea terdiam, kemudian menatap Lizzy yang berdiri di samping mobilnya. “Aku bukan tipe orang seperti itu.” Mobil yang dikemudikan Andrea kini sudah bergerak menuju alamat rumah Naka. Untung saja ia pernah melihat alamat rumah bosnya, sehingga tidak kesulitan untuk mencari tahu, saat si pemilik rumah sudah tidak sadarkan diri. Aroma alkohol yang menyengat tercium dari tubuh Naka, menandakan bosnya mengkonsumsi minuman cukup banyak. “Semalam juga mabuk, kan? Terus siapa yang antar pulang?” tanya Andrea pada dirinya sendiri. Sesekali Andrea melihat ke samping, memastikan keadaan Naka. Wajah laki-laki itu nampak lelah. Biasanya ia selalu mendapati raut wajah bosnya dalam keadaan kesal atau marah. Kini Naka nampak kalem dan tenang. “Pasti dia benar-benar merasa hancur karena kejadian waktu itu, makanya sekarang sifatnya seperti ini.” Andrea membawa mobilnya berhenti di salah satu apotek yang buka selama 24 jam. Wanita itu turun dan meninggalkan Naka di mobil. Ia harus membeli obat sakit kepala agar Naka bisa meminumnya saat esok hari. Tentu saja pengalaman tadi pagi membuatnya lebih waspada. Mencegah kekacauan yang terjadi akibat ulah bosnya. “Kamu dari mana?” Suara Naka membuat Andrea terkejut ketika kembali ke mobil. “Pak Naka?” “Apa sudah sampai?” “Belum. Sebentar lagi kita sampai.” Andrea kembali melanjutkan perjalanan yang tidak lama lagi. Naka pun kembali tertidur. Mobilnya sudah masuk ke kawasan perumahan elit, dengan tipe bangunan yang nampak mewah. Ini kali pertama Andrea ke sana dan ia harus teliti mencari alamat rumah Naka. “Akhirnya sampai juga.” Tugas selanjutnya adalah mencari kunci rumah yang entah ada di mana. “Pak Naka, kunci rumahnya di mana?” Tentu saja pertanyaan itu sangat sia-sia. Naka tidak menjawab karena masih tidak sadarkan diri dan tidak bergerak sama sekali. Andrea menghela napas sambil mencoba untuk mencari benda tersebut di saku pakaian bosnya. Terasa sangat canggung ketika Andrea harus meraba-raba pakaian yang dikenakan Naka. Hingga akhirnya sebuah kunci ia temukan di saku kemeja laki-laki tersebut. Andrea bernapas lega karena usahanya tidak sia-sia. Setelah berhasil membawa Naka masuk dan berbaring di atas sofa, yang dilakukan Andrea adalah duduk sambil mengatur napas. Membawa Naka sendiri dalam keadaan seperti ini, membutuhkan tenaga ekstra. Kalau bukan karena mengingat kebaikan Dirja, hal seperti ini akan sangat enggan untuk dilakukan oleh Andrea. Andrea membantu Naka membuka sepatu, serta jas yang masih melekat di badan Naka. Bahkan membuka beberapa kancing kemeja agar laki-laki itu tidur dengan nyaman. Awalnya canggung namun Andrea berusaha santai agar semua segera selesai. “Kalau aku ingat sikap dan kata-kata kasar anda, rasanya malas sekali melakukan ini. Kalau saja saya nggak ingat besok ada jadwal meeting yang tadi tertunda, mana peduli saya dengan keadaan anda. Kenapa anda kembali berulah Pak Naka?” gumam Andrea sambil menatap Bayanaka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN