Sesuatu Yang Lembut

1126 Kata
Bab 9 Yhara sontak mendengkus dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Bertambah kesal saat tawa Ziyad masih terdengar, padahal pria itu sudah berada di dalam kamar mandi. Gadis berambut panjang itu bergegas mengenakan pakaian. Berdiri di depan meja rias untuk memulaskan bedak tipis, lipcare dan menyisir rambut. Dari arah kamar mandi terdengar suara Ziyad yang bersenandung lagu cinta. Tanpa sadar Yhara tersenyum saat mengingat keintiman mereka kemarin malam. Nyaris saja dia menyerah pada pesona sang suami yang mencumbuinya dengan lembut. Ingatannya terputus saat menyadari bahwa dia belum membuat pesanan Ziyad. Gadis berhidung kecil itu melesat ke dapur. Selain membuat kopi, dia juga memasak nasi goreng untuk sarapan mereka pagi ini. Tiga puluh menit kemudian, kedua orang tersebut sudah duduk bersila di depan televisi. Menikmati setiap suapan tanpa mengobrol sedikit pun. Setelah sarapan, Yhara beranjak ke dapur untuk meletakkan piring kotor. Gadis itu berpindah ke kulkas dan mengecek persediaan bahan makanan yang telah dibelinya kemarin. "Buat makan siang, Abang mau ayam atau ikan lagi?" tanya Yhara sambil berjongkok. "Ayam aja, digoreng garing kayak tadi malam. Sambalnya masih ada?" Ziyad balas bertanya tanpa menoleh. "Habis, nanti aku bikin lagi." Yhara berdiri setelah mengeluarkan semua bahan yang hendak dimasaknya nanti. Ziyad yang sudah selesai makan pun berdiri. Hendak menuju dapur tetapi terhalang oleh Yhara yang masih menata beberapa bungkusan di atas kulkas. "Ra, geser dikit," pinta Ziyad. Yhara menurut dan menegakkan tubuhnya hingga menempel pada pintu kulkas. Ziyad memiringkan tubuh dan bergerak melewati sang istri. Namun, bukannya meneruskan langkah menuju dapur, pria itu malah berhenti di belakang Yhara dan mengecup puncak kepala sang istri. Desir aneh yang belakangan ini terasa dalam hati kembali muncul. Ziyad masih berdiam diri di posisi tersebut selama beberapa detik. Menghidu aroma tubuh Yhara yang manis sambil memejamkan mata. Yhara tidak berani berbalik. Dia pun sibuk menenangkan jantung yang bergerak cepat bak rollercoaster. Menukik dan menanjak seiring dengan sentuhan tangan Ziyad di lengannya. "Zi, udah siap?" Suara khas Fauzan terdengar dari depan pintu. Ziyad memaki sahabatnya itu dalam hati karena menggangu momen romantis dirinya dan Yhara. "Bentar," sahutnya dengan enggan. Yhara menghela napas lega saat Ziyad melanjutkan langkah menuju dapur. Tak lama kemudian pria itu masuk kembali sambil merapikan kemeja hijau muda yang dikenakan. Ziyad berhenti di depan meja rias. Menarik dasi hitam dari gantungan di dekat lemari dan memakainya dengan cekatan. Meraih sisir dan merapikan rambut. Tak lupa menyemprotkan parfum kesukaan di beberapa titik tubuh sebelum menarik jaket jeans dari gantungan dan jalan ke dekat pintu. "Kita ke kampusnya habis makan siang. Karena sore sampai malam abang mau kerja," ujar Ziyad sambil mengenakan sepatu hitam yang sudah disemir mengilat kemarin sore. "Abang kerjanya sampai malam?" tanya Yhara. "Hu um, kan jam praktek dokter banyaknya jam segitu." Yhara manggut-manggut, walaupun sebenarnya dia belum begitu paham dengan cara kerja medical representatif, seperti yang dilakukan suaminya saat ini. Ziyad, Fauzan dan Abiyu bekerja di perusahaan yang sama, hanya berbeda divisi. Perusahaan yang bergerak di bidang farmasi itu merupakan salah satu dari lima perusahaan besar di Indonesia. Ziyad sudah bekerja selama tiga tahun di perusahaan tersebut. Satu tahun di Pontianak, kemudian dia ditarik ke Jakarta dua tahun lalu. Sedangkan Fauzan lebih senior dari Ziyad dan Abiyu. Pria asal Bandung itu memang lebih tua satu tahun. Namun, mereka sudah sangat akrab sehingga tidak memanggil Fauzan dengan embel-embel Mas, seperti yang biasa dilakukan karyawan lainnya. Abiyu sendiri baru satu tahun bergabung di perusahaan yang sama. Sebelumnya pria kelahiran Malang itu bekerja di perusahaan farmasi lain di Jember. Saat ada lowongan di perusahaan itu, Abiyu langsung melamar dan diterima, kemudian ditempatkan di Jakarta. Yhara mengantar kepergian suaminya sambil berdiri di depan pintu. Memandangi saat mobil yang dikemudikan Fauzan itu menjauh, baru kemudian dia berbalik dan mulai membersihkan rumah. *** Setibanya di kantor, Ziyad dikerumuni rekan-rekannya yang kompak mengucapkan selamat. Pria berhidung bangir itu menanggapi ucapan selamat tersebut dengan santai. Namun, berbeda halnya saat dia dipanggil Distrik Manajernya yang bernama Mulyadi. Pria asli Sukabumi itu memandangi Ziyad dengan ekspresi serius. Sedangkan Ziyad hanya bisa duduk sambil menatap laptop yang terbuka di depan bosnya. "Kamu cuti enam hari, tambah hari libur empat hari, plus cuti menikah dadakan tiga hari. Tapi aa' nggak dibawain oleh-oleh? Terlalu!" omel pria berusia tiga puluh lima tahun itu dengan suara ketus. "Ada, A'. Bentar, kuambilin dulu," sahut Ziyad sambil berdiri dan jalan ke kubikel tempat mejanya berada. Pria itu membuka kotak bekas mie instan yang tadi dibawa, dan mengambil satu kantung plastik bening berisi sekilo lempok khas Pontianak. Serta satu kantung plastik hitam yang berisi selai sarikaya, sekilo kopi cap obor dan sebungkus talas rasa original. (lempok = dodol durian) "Ini, tapi tanpa bingka karena keburu dihabisin yang lain," ujar Ziyad saat menyerahkan bungkusan tersebut yang diterima Mulyadi dengan senyuman mengembang. "Segini juga udah alhamdulilah. Seenggaknya istri aa' nggak ngeces karena ngidam lempok," sahut pria berkumis tipis itu. Saat ini istrinya tengah mengandung anak kedua mereka. Ziyad manggut-manggut seraya mengulaskan senyuman tipis. Kedua pria itu melanjutkan obrolan sambil bersenda gurau. Hubungan Mulyadi dengan bawahannya memang sangat dekat. Terkadang dia juga menjadi tempat curahan hati yang lainnya. Hari ini Ziyad tidak ikut detailing (keliling rumah sakit) seperti teman-temannya yang lain. Pria itu bergegas pulang dengan menumpang pada ojek online menjelang jam makan siang. Setibanya di rumah, aroma khas ayam goreng menguar dan menerpa indera penciuman pria itu. Seketika Ziyad merasa lapar dan segera melepaskan sepatu, melangkah memasuki rumah kecilnya sambil berucap,"assalamualaikum." "Waalaikumsalam," sahut Yhara yang melongok dari pintu dapur. Perempuan muda itu sontak menyunggingkan senyuman dan maju beberapa langkah. Mengambil tangan Ziyad dan mencium punggung tangan pria itu dengan takzim. Tidak menyadari tindakannya itu bagaikan siraman air es dalam hati sang suami. "Udah mateng? Abang lapar," ucap pria tersebut sambil menggulung lengan kemeja. "Udah, bentar, ya." Yhara kembali memasuki dapur dan keluar dengan membawa mangkuk berisi tumis capcay di tangan kanan, dan sepiring ayam goreng di tangan kiri. Ziyad bergerak membantu dengan menurunkan rice cooker dari meja di sebelah kulkas. Kemudian menuangkan air putih ke dalam gelas untuk dirinya dan Yhara. Saat gadis itu kembali muncul dengan membawa piring dan semangkuk sambal, Ziyad nyaris meneteskan liur karena tahu sambal bikinan istrinya itu sangat lezat. Untuk urusan perut, Yhara sudah mendapatkan poin plus di hati sang suami. Satu jam kemudian, seusai makan dan menunaikan salat Zuhur berjamaah, Ziyad mengajak Yhara untuk menuju ke dua kampus yang kemarin mereka lewati. Secarik senyuman terbit di wajah Yhara, saat Ziyad menarik tangannya untuk dilingkarkan di pinggang. Aroma khas parfum sang suami membuat Yhara menempelkan kepala yang terbungkus helm motif polkadot di pundak pria tersebut. Kemarin, saat ke pasar mereka tidak begini. Yhara duduk di ujung jok motor dan memegangi besi di samping kanan dan kiri sepanjang perjalanan menuju pasar, demikian pula saat pulang. Sedangkan Ziyad menegakkan punggung dan sedikit ngeri bila hendak mengerem, karena takut punggungnya akan dihantam sesuatu yang lembut milik Yhara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN