Bab 6
Pagi-pagi sekali Ziyad sudah membonceng Yhara di motor matic kesayangannya. Terpaksa meminjam helm Abiyu, karena mereka belum sempat membeli helm buat Yhara.
Ziyad sengaja mengajak Yhara melewati beberapa kampus yang terdekat dengan rumah kontrakan. Dengan alasan bila jaraknya dekat, mungkin nanti Yhara bisa membawa motor sendiri, bila mamanya Ziyad jadi mengirimkan uang untuk membeli motor buat menantunya tersebut.
Hal itu menjadi janji Salma pada Asminah. Bahwa setelah menikah dengan Ziyad, semua urusan kuliah dan kehidupan Yhara di Jakarta menjadi tanggung jawabnya dan Aldi.
"Besok siang kita ke kampus yang tadi sama yang ini," tunjuk Ziyad pada bangunan kokoh di sebelah kiri jalan.
"Oke, Bang. Kayaknya nggak jauh juga dari rumah. Aku berani bawa motor kalau ke sini," sahut Yhara dengan sedikit memajukan tubuh.
"Ingetin abang beli helm, ya. Di dekat pasar ada toko yang jual helm."
Yhara mengangguk mengiakan, walaupun dia tahu bila Ziyad tidak bisa melihatnya melakukan hal itu. Pria berhidung mancung tersebut kembali menarik gas. Menuju pasar yang letaknya ternyata tidak terlalu jauh.
Dari rumah kontrakan hanya perlu memutar satu kali, kemudian jalan lurus. Setibanya di pasar, sepasang pengantin baru itu jalan dengan ragu-ragu. Maklum, Ziyad belum pernah memasuki pasar ini sebelumnya. Sementara Yhara, dia masih canggung karena sejak tadi Ziyad memegangi pergelangan tangannya, seakan-akan takut mereka akan terpisah dan Yhara tersesat.
Begitu menemukan toko yang menjual berbagai macam peralatan rumah tangga, Yhara langsung melepaskan tangannya dan memilih aneka wajan dengan semangat. Sesekali dia menanyakan pendapat Ziyad yang menjawab dengan kata andalan, yaitu,"terserah."
Setelah menawar dengan lihai, akhirnya Yhara bisa membeli barang-barang yang dia inginkan dengan harga yang cukup murah. Wajah gadis itu tampak sangat bahagia telah berhasil menawar. Selama ini dia hanya mengamati cara neneknya bernegosiasi dengan pedagang. Sekarang dia bisa mempraktekkan hal tersebut di sini.
"Ada lagi yang mau dibeli?" tanya Ziyad.
"Helm," jawab Yhara.
"Itu di toko seberang. Maksud abang yang mau dibeli di sini."
"Aku mau beli sayur sama ikan dan lain-lain. Nyetok aja deh, nanti tinggal masak."
"Ikan biasanya di bagian belakang, Ra. Kamu aja yang masuk, ya, abang tunggu di sini."
Yhara tampak berpikir sesaat sebelum akhirnya mengangguk menyetujui. Perempuan muda itu memindahkan bungkusan plastik ke tangan Ziyad, dan melanjutkan langkah memasuki pasar.
Ziyad celingukan mencari tempat duduk, hingga akhirnya dia memutuskan untuk nongkrong di warung kopi yang berada di dekat tempat parkir. Menikmati secangkir kopi hitam dan beberapa potong kue bolu. Menunggu Yhara sambil berbalas pesan di aplikasi hijau.
Pria itu terbayang wajah sang kekasih yang berurai air mata, saat kemarin malam mereka mengobrol di tempat indekos Olga, yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah kontrakan Ziyad.
"Abang minta aku nunggu?" tanya Olga dengan suara meninggi.
"Iya, sampai Yhara bisa dilepas," jawab Ziyad.
"Jangan gitu, Bang, jahat dan nggak adil itu namanya."
"Lalu gimana, Ga? Abang ... masih cinta sama kamu."
Sesaat keduanya terdiam, masing-masing larut dalam pikiran yang semrawut. Posisi mereka sama-sama tidak enak saat ini. Bila menuruti hati, Olga bisa saja mengiakan permintaan Ziyad. Namun, sebagai seorang perempuan dia pun tidak tega bila harus membuat Yhara terluka.
Sementara itu di sisi lain, Ziyad juga benar-benar bingung harus berbuat apa. Dia menyayangi Yhara hanya sebatas adik, karena cintanya masih terpatri pada Olga.
Bunyi ponsel mengejutkan Ziyad dan memutus lamunan. Pria itu segera mengangkat saat melihat nama Yhara di layar ponsel. "Ya?"
"Abang di mana?"
"Di warung kopi dekat tukang parkir."
"Bisa ke tempat ikan nggak?"
"Ha?"
"Duitku kurang."
***
Sesampainya di rumah, Yhara langsung sibuk dengan acara memasak. Sementara Ziyad bergegas membersihkan rumah dan tak lupa untuk mencuci kandang. Setelah itu dia menyisiri Chika, sang kucing betina terlebih dahulu, sebelum melanjutkan menyisiri Ariel sang jantan.
Tadinya dia mau memberi nama kedua kucing itu dengan nama Ariel dan Luna. Akan tetapi, diurungkan karena takut nanti mereka melakukan adegan syur seperti kedua tokoh tersebut.
Abiyu keluar dari kamarnya dan menjemur pakaian di jemuran besi yang mereka pakai bergantian. Sementara Fauzan mencuci motor di sudut kanan halaman sambil bersiul lagu cinta.
Aroma khas ikan goreng menguar di udara. Ketiga pria tersebut kompak mengelus perut masing-masing yang mendadak berdenyut minta diisi.
Begitu pula dengan kedua kucing kesayangan Ziyad, mereka mengeong meminta jatah, padahal sebelumnya Ziyad jarang sekali membelikan ikan untuk kedua kucingnya.
"Abang, udah mateng nih," ujar Yhara sambil melongok dari pintu yang terbuka lebar. "Bang Abi sama Bang Uzan, ayo, kita makan bareng," ajak Yhara seraya mengulaskan senyuman.
Tanpa perlu dikomando ketiga pria tersebut bergegas masuk dan berebut mencuci tangan. Selanjutnya keempat orang itu duduk bersila di lantai ruang tamu. Bergantian mengambil nasi dan tumis kangkung, serta ikan kembung goreng, tahu dan tentu saja sambal.
Dalam hitungan menit semua lauk habis tak bersisa. Yhara tersenyum bahagia karena masakannya ternyata disukai oleh ketiga pria tersebut.
"Minggu depan, aku yang belanja, tapi Yhara yang masakin, mau 'kan?" tanya Abiyu.
"Sip, Bang. Tinggal sebut, pasti kumasakin," jawab Yhara.
"Aku nyumbang beras aja, sama kerupuk," sela Fauzan.
"Gak modal!" ledek Ziyad.
"Belum gajian, ntar beres dapat duit, gantian aku yang masak. Yhara bantuin doang."
"Emang Bang Uzan bisa masak?" tanya Yhara dengan mata membola.
"Bisa dong, terutama masak air dan mie instan." Fauzan cengengesan saat kedua sahabatnya itu melempari tisu ke arahnya.
Seusai acara makan bersama, Abiyu segera membantu mencuci piring dan mangkuk kotor. Sementara Fauzan membersihkan lantai. Setelahnya, kedua pria itu berpamitan sembari mengucapkan terima kasih telah diberi makan oleh Yhara.
Sepeninggal teman-temannya, Ziyad melanjutkan acara menonton televisi sambil menunggu Yhara yang tengah mandi. Saat gadis itu keluar, aroma sabun dan sampo menguar dari tubuhnya.
Tanpa disadari tatapan Ziyad terus mengikuti langkah Yhara, hingga gadis itu ke luar dari kamar sembari bersenandung lagu khas Melayu.
Namun tiba-tiba, senandung lagu itu berubah menjadi pekikan histeris. Ziyad bergegas ke teras dan terpaku saat melihat Yhara tengah duduk di halaman. Mata gadis tersebut membeliak sempurna dan tubuhnya gemetaran.
Dua ekor kucing yang tadinya berada di dalam kandang, entah bagaimana caranya sudah berpindah ke dekat Yhara. Melipat keempat kaki mereka dan dengan santainya memandangi perempuan yang tampak panik tersebut.
Ziyad segera mengangkat kedua ekor kucing itu dan kembali memasukkan mereka ke kandang. Mengunci pintunya sembari bergumam,"bisaan buka kandangnya. Anak papa memang pintar."
Pria tersebut menoleh dan menaikkan alis dengan dramatis, saat melihat Yhara masih dalam posisi yang sama. "Ayo, bangun!" titahnya.
"Bantuin, Bang, aku lemes," sahut gadis itu sembari meringis.
Ziyad mendengkus sambil berdiri. Jalan mendekati perempuan yang ternyata memang masih gemetaran. Mengulurkan tangan dan menarik tubuh Yhara yang terasa berat.
Tiba-tiba Ziyad kehilangan keseimbangan dan terjatuh dengan posisi menimpa Yhara yang kembali menjerit. Wajah keduanya yang tampak sangat dekat membuat jantung Ziyad berdegup kencang.
Sementara Yhara memandangi wajah sang suami yang tampak sangat tampan dengan jarak sedekat ini dengan hati bergemuruh.
Sekian detik suasana hening. Kemudian Yhara membuka mulut dan berkata,"Abang."
"Hmm?" balas Ziyad yang masih berusaha menata jantungnya.
"Berat."