Chapter 9

1278 Kata
Lingga melipat tangannya berjalan mundar mandir seperti setrikaan, membayangkan apa yang Dewi lakukan di luar sana dengan Naren. Bisa-bisanya Dewi pergi dengan cowok lain di saat Dewi sendiri tau dia sudah milik Lingga. "Lingga kamu kenapa sih dari tadi gak bisa tenang begitu." tegur Nuga yang merasa bosan melihat Lingga tidak bisa diam mundar mandir, Lingga menatap Nuga kemudian duduk disamping sahabatnya itu. "Ga, menurut kamu kalau cewek sama cowok jalan berdua apa yang mereka lakukan?" Nuga terlihat berpikir, "Kalau dua orang itu pacaran ya mungkin pergi kesuatu tempat romantis, pegangan tangan atau bahkan ciuman tapi kalau cuman teman biasa palingan makan-makan doang, eh Lingga, tumbenan kamu nanya apa kamu mau ngajak cewek buat jalan bareng atau ada cewek yang lagi kamu suka?" Lingga tidak begitu mendengarkan kalimat Nuga. Ciuman? Cukup satu kata itu berhasil membuat pikiran Lingga melayang kemana-mana. Bagaimana jika Dewi dan Naren melakukan hal tersebut?. "Hei Lingga malah bengong, elu kenapa sih aneh banget." Lingga menoleh kearah Nuga tapi bukannya menjawab Lingga malah pergi meninggalkan Nuga untuk mencari keberadaan Dewi, jangan sampai cewek itu benar-benar melakukan sesuatu bersama Naren lebih dari sekedar pegangan tangan. Kendaraan beroda dua dikendarai oleh Lingga mencari tempat yang kemungkinan akan di datangi Naren dan Dewi, awas saja jika sampai Dewi berani melakukan yang enggak-enggak dibelakang Lingga. Lingga memberhentikan motornya untuk menghubungi Dewi agar ia lebih cepat menemukan keberadaan cewek itu. "Ini dia pasti sengaja gak angkat telepon nya." gerutu Lingga sembari mencoba menghubungi Dewi lagi sampai akhirnya cewek itu pun mengangkatnya. "Ada apa sih nelpon terus dari tadi." "Bilang kamu dimana sekarang?" "Ih kepo banget deh." "Bilang sekarang atau aku bocorin ke semua orang kalau kamu udah nikah." ancam Lingga. Terdengar helaan nafas dari bibir Dewi, "Bisanya ngancem aja lu kemoceng, aku lagi ada di time zone." "Pulang!" "Ngapain pulang, aku sama Naren baru aja sampe masa kamu udah nyuruh aku pulang." "Pulang sekarang, aku gak kasih ijin kamu jalan bareng sama cowok lain." "Bawel!" ujar Dewi lalu mematikan panggilan dari Lingga. Dewi mematikan nada dering hp agar tidak terganggu dengan panggilan Lingga, hari ini Dewi hanya ingin jalan-jalan dengan Naren karena sangat jarang ia bisa berdua dengan cowok itu. Sekedar mengagumi tentu saja bagi Dewi itu tidak akan cukup. "Dewi, ini." Naren memberikan koin untuk bermain game yang ada di sana, Dewi menyambut dengan senyum. ____ Pov Lingga Motorku melaju cepat menuju lokasi time zone, aku harus segera menjauhkan kedua orang itu karena jangan sampai Dewi malah jadian dengan Naren. Oke katakan kalau aku ini cowok yang posesif tapi apa salahnya posesif sama istri sendiri, semua suami pasti akan setuju jika mereka tidak ingin melihat istrinya dekat dengan cowok lain. Motorku tiba di parkiran dan aku langsung berlari masuk mencari keberadaan Dewi sampai akhirnya aku melihat orang yang aku cari sedang tertawsebelumnya, Naren di depan sebuah mesin game. Perasaanku jelas cemburu melihat hal itu tapi anehnya aku tidak langsung mendekati kedua orang itu karena jika aku langsung datang dan melabrak mereka bisa-bisa Dewi akan sangat membenciku, tawa Dewi juga salah satu alasan yang membuatku hanya mampu melihat nya dari jauh. Tanpa aku sadari kedua tanganku mengepal, aku benci melihat kedekatan antara Naren dan Dewi tapi aku juga tidak bisa menghentikan kebahagiaan yang Dewi rasakan. Langkahku berbalik pulang membiarkan Dewi tetap bersama Naren, Dewi tidak sepenuhnya salah, harusnya aku paham sejak awal pernikahan ini tidak benar, usia kita masih sangat muda yang harusnya kita habiskan untuk bersenang-senang bukan malah dibebani hubungan pernikahan. Lebih baik jika aku memberikan kebebasan untuk Dewi. Aku tiba dirumah dan berbaring diatas kasur yang nyaman. Kamar yang harusnya hanya milikku kini aku harus membaginya dengan Dewi. Tanpa sadar aku ketiduran entah sampai berapa jam dan ketika aku bangun terlihat Dewi memasukkan baju-bajunya kedalam koper. "Kamu mau pindah ke rumah mama kamu beneran?" Dewi menoleh sebentar lalu kembali mengemasi pakaian nya. "Kamu udah janji mau bilang sama mama kan kalau untuk sementara kita gak akan tinggal bareng." Aku berdiri melepas baju karena hari memang sudah sore waktunya untuk mandi. "Oke kalau itu mau kamu." jawabku tidak keberatan lalu masuk ke kamar mandi. Kalau memang kemauan Dewi seperti itu aku tidak akan melarang, lagi pula kita masih muda, terlebih pernikahan kita juga masih dirahasiakan, lalu jika ada orang tau aku dan Dewi tinggal satu rumah bisa gawat sedangkan orang tuaku sedang tidak dirumah, pasti lambat laun akan timbul fitnah yang akan merusak nama baik aku dan Dewi. Habis maghrib aku dan Dewi pergi kerumah mama Nita, Allen terlihat bermain di atas karpet terlihat menggemaskan. "Kalian datang, mau mama masakin makan malam?" "Dewi udah masak dirumah kok mah." jawabku, padahal Dewi tidak masak apapun hanya mendidihkan air untuk merebus mi instan tapi jika aku bilang yang sebenarnya aku tidak mau Dewi dimarahi. Aku berjongkok menggendong Allen, adik kecil Dewi yang juga adikku sekarang. "Kamu sama Dewi mau nginap di sini?" tanya om Wardana. Aku dan Dewi saling tatap apakah orang tua Dewi akan marah kalau aku bilang niatku datang kemari untuk apa. "Mah, Pah, jadi begini aku sama Dewi sepakat untuk tinggal sendiri-sendiri dulu." ucapku. Mama dan papa Dewi terlihat kaget. "Kenapa kamu omong begitu Lingga, kalian kan baru menikah tapi kamu udah mau kembalikan Dewi ke kita?" ucap mama Nita. Aduh tuh kan mereka salah paham, aku langsung menggeleng cepat lalu Dewi datang mengambil Allen yang ada di gendonganku. "Aku sama Dewi gak bertengkar kok, suer deh Mah, Pah, cuman kan kita masih sekolah terus dirumah cuman ada aku dan kalau Dewi juga tinggal serumah sama aku bakalan ada fitnah yang gak baik, belum lagi kan pernikahan kita juga belum di umumkan." "Jadi akan sampai kapan kamu mengijinkan Dewi tinggal disini?" tanya om Wardana. "Sampai pernikahan aku dan Dewi diketahui banyak orang." jawabku. "Mah, Pah, boleh ya? Dewi masih pengen sekolah Dewi gak mau putus sekolah gara-gara orang lain tau kalau Dewi udah nikah." ucap Dewi. Om Wardana menghela nafas aku harap papa nya Dewi setuju, kalau tidak pasti akan sangat sulit menyembunyikan hubunganku dengan Dewi pada yang lain dan pernikahan diantara aku dan Dewi pasti diketahui yang lain lebih cepat dari dugaanku. "Jadi kalian gak benar-benar berantem kan?" tanya om Wardana memastikan. Aku dan Dewi menggeleng. "Yaudah kalau begitu papa gak akan melarang, papa kasih ijin buat kalian memutuskan apa yang kalian inginkan tapi kalau sampai ada hal tidak menyenangkan papa dengar dari hubungan kalian berdua jangan salahkan papa ambil tindakan tegas." "Lingga janji gak akan menceraikan Dewi meskipun kita nikah di usia muda." jawabku. Om Wardana tersenyum sembari menepuk bahuku, "Papa percaya sama kamu Lingga, kamu pasti bisa menjaga Dewi." "Terima kasih udah percaya sama Lingga." ucapku. "Yaudah nanti malam kamu nginap disini aja atau sering nginap disini juga gak papa kalau kamu gak mau nginap dirumahmu berdua dengan Dewi." kata mama Nita. Aku tersenyum dan mengangguk. "Iya, mah." kataku, setelah mendapatkan ijin untuk pisah rumah sementara dengan Dewi, aku menoleh kearah Dewi yang tersenyum lebar, hal itu malah membuatku merasa beberapa hari ini telah mengekang hidupnya dan aku merasa bersalah karena itu. Aku tersenyum, pilihan yang bijak jika untuk sementara membebaskan Dewi dari hubungan rumah tangga, gadis itu berhak menikmati masa remajanya. "Sini Allen biar aku yang gendong." kataku. Allen yang baru berusia satu tahun itu merentangkan tangannya menerima tawaranku. "Kalau gitu aku ke kamar duluan ya." pamit Dewi, aku mengangguk setuju untuk bermain sebentar dengan Allen. Aku dilahirkan menjadi anak tunggal tidak memiliki kakak atau adik tapi kini aku memiliki seorang adik laki-laki yang menggemaskan. Aku memiliki keluarga baru seperti ini dan aku harus mensyukuri nya di saat orang tuaku sudah tidak lagi dekat denganku. Mungkin papa sudah merencanakan hal ini agar ketika ia pergi aku memiliki keluarga yang bisa dekat denganku. Terima kasih pah aku akan berusaha menjaga keinginan terakhir papa. ___ Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN