Catatan: Glosarium/Footnote ada di bagian akhir cerita. Tulisan bold sekaligus italic menandakan kata tersebut ada di Glosarium/Footnote. Contohnya: Hepatoma
"Selamat datang di FullHope!" sambut De La kepada Derau, anggota tim yang baru.
Mata Derau memandang luas ke depan, menatap hamparan lapangan yang terbentang luas, berpijak cantik penuh gemerlap pesona. Dataran beraspal itu merupakan pusat dari bangunan yang megah. Di sekeliling bagunannya dihiasi banyak menara pencakar langit. Tak lupa, terdapat pula pilar-pilar besar penopang semua bangunan. Tepat di tengahnya, berdiri gagah satu tiang menjulang, dengan bendera kebangsaan yang berkibar-kibar, seolah mengibaskan sayap-sayap cantiknya. Tempat ini sangatlah besar, dipenuhi lalu-lalang manusia – berjalan kesana-kemari tiada henti. Mereka tampak sibuk, dengan berbagai macam rutinitas yang kian menerkam.
Sekejap, suara lengkingan speaker berdentum keras. Bunyinya merasuki setiap gendang telinga penghuni FullHope. Rupanya di setiap sudut bangunan memiliki masing-masing satu speaker. Tak heran jika suara menyeruak dari berbagai arah, menghimpit manusia yang berada di dalam. "Bagi para FullHoper, diharap berkumpul di lapangan untuk segera melaksanakan upacara." lengkingan bunyi dari dalam speaker.
Semua FullHoper bergegas merapat ke lapangan, menghentikan runtinitas yang terjadi seketika. Sekejap, suara yang semula riuh kini berubah menjadi khikmad. Mereka berduyun-duyun menuju satu titik di tengah lapangan.
Mata Derau menyorot redup wajah De La, benaknya diisi beberapa pertanyaan, "Apa aku harus ikut upacara? Memang setiap kapan saja upacara berlangsung?"
"Tentu saja, mereka melakukan upacara untuk menyambutmu. Setiapkali anggota baru bergabung, FullHoper akan melakukan melakukan upacara penyambutan."
"Menyambutku? Mengapa?" ujar Derau memenggal perkataan De La yang belum tuntas.
"Karena mereka yakin, satu orang yang datang akan menambah secercah harapan bagi mereka." ungkap Dela, perkataannya menyentuh lembut permukaan hati Derau yang masih dilema. "Silahkan masuk, mereka menunggumu." tutur De La lembut.
Derau pun berjalan ke titik pusat, meninggalkan pintu lorong yang masih tersibak lebar. Cahaya mentari lesat dari atas, menyapa tubuhnya seketika. Perlahan, jejak kaki Derau mulai menghampiri sekerumunan besar yang tengah menyambutnya. Perasaan ini terlalu aneh bila digambarkan oleh kata-kata. Situasi saat ini hampir serupa dengan suasana yang berlangsung setahun silam. Dimana kala itu ia diiringi oleh kumpulan manusia bermassa besar. Mereka berhimpun dalam suatu acara akbar, meriah dengan berjuta lesatan cahaya kamera, melukiskan paras Derau pada lembar foto digital. Saat itu, Derau berdiri tepat di depan podium, lalu ia memegang erat sebuah piala keagungan.
"Terimakasih kepada FMA yang telah menganugerahi saya piala cantik ini," ujar Derau kegirangan, lalu matanya menyorot seorang gadis di garis terdepan audien, "Juga kepada Aunette yang selalu memberikan cintanya, kedua orang tua saya yang berada di surga, tak lupa kepada para hadirin sekalian."
Piala emas itu ia junjung tinggi ke atas, setelah beberapa kalimat ia lantunkan di atas panggung. Tak sangka, ternyata hari itu adalah hari terakhirnya dikaruniai suatu penghargaan. Kala itu jua, ia masih mendapatkan ruang spesial dalam hati Aunette. Namun sayang, semua kebahagiaan itu telah meredup, menjadi kenangan manis yang terekam dalam memori ingatan Derau, selamanya.
Nnngg!!!
Suara desahan speaker menyadarkan Derau dari delusi senyapnya. Tak dapat ia percaya, kelap-kelip indah itu kini telah melesap. Ia pun kembali melangkah, lalu berdiri di baris terdepan. Matanya menyaksikan seorang pria tegak, ia berdiri angkuh di panggung depan, menatap para anggota yang tengah berbaris.
"Terimakasih untuk sambutannya. Selamat datang di FullHope, disini kami akan bersama-sama mewujudkan semua impian. Tak peduli seberapa banyak waktu yang kita dimiliki, yang harus dipedulikan ialah seberapa banyak kita melakukan kebaikan terhadap waktu." sambut pria bertopeng itu dengan lantang.
"Maaf, siapa dia?" tanya Derau kepada orang di sebelahnya, pandangan mata Derau menunjuk orang yang tengah berpidato di podium.
"Oh, dia Jacob Nevau, pendiri organisasi FullHope." balas pria berambut abu gondrong dengan kacamata bulat di matanya. Pria setengah baya itu menggunakan kursi roda dan tergores seorang ilmuwan dalam raut wajahnya.
"Mengapa ia memakai topeng?" tanya Derau penasaran.
"Wajahnya rusak akibat kecelakaan, padahal ia sudah melakukan operasi plastik berkali-kali." jelas Tuan berkursi roda itu.
Nevau menatap tajam semua hadirin, lantas ia kembali meninggikan suaranya, "Sekarang kita memiliki kabar baik. Hari ini, seorang anak adam telah bergabung dalam organisasi besar ini. Kita sambut saja dia... Jean Derau."
Semua insan diri bertepuk tangan, suara riuh menggetarkan batin Derau. Tak ia duga, keberadaannya diterima oleh semua orang. Kehadirannya disambut ramah, seolah membukakan pintu ucapan selamat datang kepada Derau. Dokter berkacamata itu lekas menerbangkan langkah ke depan, ke arah podium kehormatan.
"Terimakasih atas perhatiannya, saya mohon bimbingannya untuk mengisi sisa waktu yang saya miliki. Waktu kita tak banyak, jadi kita harus bersama-sama melakukan yang terbaik, untuk dunia dan anak-cucu kita," tegas Derau di depan para FullHoper lama.
Semarak riuh tepuk tangan saling bersahutan, menyambut FullHoper baru, Jean Derau. Dia disana, di atas panggung, melontarkan kalimat yang menggerakan hati banyak manusia. Kehadirannya menambah satu arti pentang bagi para anggota lama. Akhirnya, hanya di FullHope-lah para manusia berputus asa dapat kembali menumbuhkan tunas-tunas semangatnya. Berawal dari semangat, mereka semua mulai membangun kepercayaan diri, yang selanjutnya mengantarkan mereka kepada gerbang kegemilangan.
***
Siang ini, langit memercikkan kemilau butiran cahaya. Satu demi satu sinar menerjang ke bawah, menembus celah-celah awan berlubang, lalu menerangi wajah bumi seketika. Sang surya beranjak dari peraduannya, lalu berpijar terang di ufuk cakrawala. Semua kerumunan manusia berpencar tatkala upacara telah usai. Suara gemuruh semangat dari speaker pun telah berakhir. Namun Derau masih terpaku, tak beranjak dari tempat ia berdiri. Bola matanya menyoroti segala penjuru, dan lesap melacak keberadaan seseorang. Rupanya ia tengah mencari De La, sebab tak tahu harus pergi kemana.
Tepukan dari arah belakang mengejutkan Derau seketika, "Maaf, saya hampir meninggalkan anda."
Wajah Derau berpaling ke belakang sekejap, ke arah wajah De La, "Oh... tak masalah, jadi sekarang kita akan kemana?"
"Saya akan mengantarkan anda ke..."
"Anda? Bagaimana jika panggil saja aku-kamu, supaya tidak kaku." tukas Derau.
"Baiklah, aku akan mengantarmu ke ruanganmu." tutur De La dengan nada suara yang masih kikuk.
"Nah, itu lebih baik." ujar Derau sambil tersenyum lepas.
Wajah Derau berbinar-binar, senyumnya lahir kembali dari bibirnya yang tipis. Sesekali matanya melirik ke wajah De La, mencuri pandang darinya. Entah apa yang kini ia rasakan, namun sepertinya hati Derau mulai tersambar kembali rasa cinta. Batinnya berdecik kuat, dan semakin hebat, melintasi cakrawala khayalan.
Mereka melangkah dan terus berjalan tanpa henti, lalu berakhir ketika tepat di ujung bangunan. Terdapat sebuah ruangan besar, yang di berandanya terhias anggun sekumpulan mawar merekah. Di sepanjang bangunan, terhampar panjang jajaran kursi keramik. Ada pula orang-orang yang tengah duduk di pesisir beranda, sambil melakukan aktivitas dan terkadang menatap ke ujung langit.
"Nah, ini ruangan anda," seru De La, "Oh, maaf ruanganmu. Disini kau akan se-House-Room dengan tiga orang lainnya." tuturnya salah berucap.
"Oke, secepatnya kami akan beradaptasi." sahut pria berkursi roda yang tadi berbincang di samping Derau saat upacara.
"Baiklah, aku harus kembali ke tempatku. Kuharap kau akan menemukan jawaban hidupmu disini." De La pun lekas berbalik arah, hendak pergi.
Namun mendadak De La berbalik tubuh kembali, tampaknya sesuatu hal terlupa olehnya. "Maaf, aku lupa dengan yang ini." serunya sambil melekatkan sebuah tanda pengenal pada baju Derau.
Kemudian wanita itu menjangkau syal biru dari dalam tas kecilnya. Syal biru berarti FullHoper, sementara syal merah berarti para pegawai FullHope.
"Kau harus mengenakan ini, syal biru ini adalah salah satu identitasmu selain tanda pengenal." tambah De La kembali.
Kemudian ia meninggalkan Derau di tempat barunya. Meninggalkan angka '5546' di saku baju Derau, serta syal yang dikalungkan di lehernya.
Pria berkursi roda itu menghampiri Derau, "Hai, '5546' kenalkan namaku Leux Auxerre, panggil saja Leux," sambut Leux ramah.
"Namaku Jean Derau, sebut saja Derau." sapa Derau kepada tiga orang di depannya, mereka semua nantinya akan se-House-Room dengannya.
"Halo Derau, aku Pienn Aulléu," ujar pemuda berjenggot tebal, "Kalau yang ini namanya adalah Van Jens." tunjuk Pienn kepada pria di sebelahnya, pria bertubuh gempal.
Van Jens menganggukan kepala pelan. Ia tak bicara sepatah katapun, kemudian kembali lekat pada lukisan miliknya. Derau berpikir sejenak, setelah itu ia sadar bahwa Van Jens adalah seorang tuna wicara. Melihat orang seperti Van Jens, menggetarkan jurang hati Derau yang terdalam. Kini ia tahu, ada banyak orang yang senasib dengannya. Berpayung masalah, namun masih memiliki banyak harapan, ambisi, dan juga diliputi kekuatan yang disebut 'semangat'.
Derau House-Room's, 12 siang...
"Ini Tuan." Seorang pegawai menyeret koper bawaan ke hadapan Derau. Koper tersebut adalah milik Derau yang dititipkan tadi pagi di ruang front office. Derau lekas menggeretnya ke dalam ruangan, lalu ia tepikan ke pinggir ranjangnya. Semua anggota memiliki kamarnya sendiri, dan setiap kamarnya berukuran sekitar 10 meter persegi. Masing-masing kamar dihubungkan dengan ruang tengah sebagai pusatnya. Apalagi, setiap kamar memiliki kamar mandi dan dapurnya sendiri. Tempat ini sungguh menawan, hanya disajikan untuk para manusia yang selalu berpasrah diri, dan selalu berusaha pada takdir.
Derau segera menyibak kopernya, lalu ia mulai merapikan dan memasang benda-benda miliknya di setiap lekak-lekuk kamar. Ada pula foto-foto yang menerjang dinding-dinding kamar, bingkai foto yang melukiskan keceriaannya ketika ia masih lajang. Tak lupa, ia juga menjunjung tropi kehormatan di atas meja utama, menghiasi seluruh penjuru ruangan dengan kemilau emasnya.
Setelah usai merapikan kamar. Perlahan ia merenggangkan tubuhnya di atas permukaan ranjang yang hangat. Matanya menatap langit-langit, dan ia mulai tersulut kelap-kelip kenangan masa lalu. Ia bingung, harus melakukan apa disini, mentor adalah hal terbaik baginya. Ia membutuhkan seorang pembimbing demi mewujudkan angan impiannya. Sesosok orang yang tegas, dan mampu menuntunnya melalui jalan yang benar. Tetapi, siapa dia?
Setengah jam terpaku di kamar menjenuhkannya jua. Derau lekas menyibak pintu kamar, lesap melangkah keluar, berharap menemukan ide brilian di luar sana. Saat melintasi ruang tengah, sebuah pintu terselak lebar, matanya sekilas menatap sekumpulan alat elektronik dan robot-robot di ruang sebelah. Tampaknya salah satu dari teman se-House-Room-nya adalah seorang ahli robotik. Entah siapa dari mereka, tapi Derau menduga bahwa itu adalah kamar milik Leux. Tampak dari kursi roda elektrik yang Leux kenakan, benda itu dapat melaju dan berhenti ketika ada penghalang secara otomatis.
Derau lesap memalingkan pandangannya dari kamar itu, lalu ia beranjak keluar, hendak merajut persahabatan dengan banyak orang, berniat memperoleh inspirasi dari lembaran kisah anggota FullHope lainnya. Sebelum langkah kaki sempat beranjak, suara seorang pria sentak mengejutkannya. Pria itu mendapati Derau tengah mengawasi ruangan itu, ruang milik Leux. Apa mungkin dia akan mencurigai Derau yang sebagai pencuri?
"Derau! aku ingin memperlihatkanmu sesuatu hal milikku." sahut Tuan Leux menggegerkan hati Derau.
"Maaf, aku hanya melihat-lihat saja,..."
"Oke, tak apa. Ayo masuk!" ajak Leux sembari menekan tombol di ujung bangkunya, lalu ia melesat cepat menuju kamarnya.
Disana, tampak banyak peralatan elektronik dan robot-robot yang sudah terintegrasi. Bahkan pintunya dilengkapi sensor ultrasonic, dan dapat mendeteksi wajah siapa saja yang melintas di ruangan mereka. Tak hanya itu, di setiap sudut ruangan mata tajam CCTV siap mengintip gerak-gerik mencurigakan, untuk menghadang jika ada penyusup yang hendak masuk. Leux lantas menunjukan sebuah rangkaian digital pada Derau. Rangkaian tersebut belumlah siap guna, terlihat dari port-port dan chasing yang belum terpasang. Di depannya terdapat monitor yang digunakan untuk menampilkan output-an. Bila ditilik, alat ini layaknya alat elektrokardiogram.
"Wah, ini seperti elektrokardiogram. Bukankah begitu?" tanya Derau menaruh keingintahuan yang besar.
"Ya, tapi alat ini memiliki beberapa fitur tambahan." ungkap Tuan Leux.
Derau mengamati alat tersebut, di sekujur tubuhnya tergerai banyak kabel-kabel yang tampak akan dikoneksikan dengan memori internal.
"Sepertinya alat ini juga dapat mendeteksi berbagai macam penyakit, dan akan tampil di layar monitor," seru Derau, lalu ia menyentuh sebuah kabel panjang berkatup, "dan ini untuk input-annya?"
"Benar, tapi aku harus bekerjasama dengan orang sepertimu. Kau adalah ahli dibidangnya, pasti kita akan berhasil." tegas Tuan Leux berdecik.
Mata mereka saling menyoroti satu sama lain. Tangan mereka kemudian di junjung sedada, saling berjabatan – tanda sepakat akan perjanjian tersebut. Akhirnya, satu demi satu tugas kemanusiaan kembali diemban oleh Derau. Disini ia akan bekerjasama dengan para anggota yang kompeten dibidangnya, dan menciptakan manfaat bagi khalayak luas.
"Kau tahu, enam tahun lalu aku mengalami kecelakaan mobil." mata Tuan Leux menatap ke kursinya, "Benda ini. Ya, dia adalah hadiah dari FullHope untukku, mereka mendanaiku dengan banyak fasilitas." tutur Tuan Leux bernarasi.
Dulu, Tuan Leux adalah seorang ahli robotik di suatu lembaga pemerintahan. Ia telah banyak melakukan perancangan dan pembuatan mikrocontroller. Beberapa penghargaan juga telah ia peroleh. Namun, enam tahun silam kecelakaan mobil hampir saja merenggut nyawanya. Ketika ia di rumah sakit, tiba-tiba ia dapati dua orang yang tengah menantinya siuman. Ternyata mereka adalah agen FullHope yang telah menyelamatkan hidupnya. Mereka juga yang memperkenalkan berbagai pandangan serta situasi di dalam tubuh FullHope.
"Sebenarnya, FullHope telah berdiri sejak kapan?" lanjut Derau bertanya.
"Hmm... kurang lebih sudah sepuluh tahun, dan aku muncul ditahun ke-empat. Lalu lima tahun kemudian datanglah asistenku, Pienn." mata Leux mengarah pada tulisan '5546' di saku baju Derau. "Untuk saat ini kau adalah anggota terbaru '5546', sedangkan aku bernomor urut ke-2433. Sementara kini, anggota yang bertahan hanya 258. Sisanya telah meninggalkan sejuta pengetahuan yang berharga." tuturnya hangat.
"Kemana mereka semua?"
"Mereka semua sudah meninggal. Sedangkan aku, seharusnya meninggal enam tahun silam. Tetapi aku masih hidup, karena aku akan mewujudkan impian teman-temanku yang sudah tiada." sesal Tuan Leux, lalu setetes air mata terjatuh, nodai sehelai bajunya.
Derau berpikir sejenak, berusaha menemukan jalan untuk menghentikan keseluruhan masalah. Tatkala otaknya berdenyut, ketika itu jua sebuah tabir tertuang ke dalam benaknya, lalu ia pun mulai mengetahui sumber masalah yang terjadi.
"Penyakit mematikan, Itukan alasannya? Jadi, mengapa kita tidak musnahkan saja inti permasalahannya?" tegas Derau bersemangat, "Kita harus membuat serum anti-virus yang sangat mujarab."
"Benar, kita harus pikirkan cara tersebut, itu satu-satunya jalan untuk menyumbat angka kematian." seru Tuan Leux, sambil menaruh tangannya pada pundak Derau.
Rupanya Tuan berkursi roda itu kini telah menjatuhkan harapannya pada Derau. Ia yakin, kehadiran Derau akan membawa sebuah perubahan besar. Berawal dari sini, dari satu arah pemikiran, yang nantinya akan mengubah dinamika kehidupan manusia.
***
Lonceng semua menara berdentum keras, mengayun lembut ke dalam telinga setiap insan. Lonceng itu berdenging dua kali, membuat para penghuni FullHope terkencar-kencar seketika. Tak tahu apa yang terjadi, namun Derau lesat mengikuti Tuan Leux yang mengarah pada sumber suara. Pienn dan Van Jens pun turut melaju ke tempat kejadian.
"Aaapa yang terjadi?" ucap Derau ikut gelagapan.
"Sepertinya ada orang yang terluka, mungkin saja penyakitnya kambuh." sahut Pienn cepat.
Semua orang berlarian menuju satu titik, mengelilingi pusat kejadian. Sebelum Derau sempat ke titik pusat, tubuh seseorang mulai diangkat ke dalam tandu. Suasana pun berselimutkan kepiluan, beberapa dari mereka berteriak histeris, tak percaya bila orang yang dicintai sedang menghadapi sakaratul-maut.
"Kenapa dia? Apa dia penderita suatu penyakit?" tanya Derau pada orang di sebelahnya, berpakaian serba hitam dan membawa sebuah tongkat kecil.
"Ogge mengidap leukimia. Tampaknya ia tak dapat tertolong lagi." balas pria yang bernama Jansen Rayye itu.
Lantas Derau melintasi lorong-lorong, hendak mengejar penderita leukimia tersebut. Ia turut memasuki kamar kecil di ujung selatan, ruangan Exorra – kamar pengeksekusian, apakah penderita mampu selamat dari maut atau tidak. Tanpa berpikir panjang, Derau segera masuk ke dalam ruangan, lalu ia menjumpai dokter dan asistennya yang mulai memeriksa Ogge. Dokter itu menoleh ke kiri, lalu ia terkejut dengan keberadaan Derau.
"Jean Derau, apa benar ini kau?" tanya Dokter yang tampak lebih tua dari Derau. Pria yang di papan namanya tergores kaku nama Jake Willnev.
"Ya, sepertinya kalian butuh bantuan." ujar Derau.
"Ayo, bantu kami!" sahut asisten dokter.
Ia lekas mengambil jas lab yang tergantung di ujung ruangan. Kemudian ia mengambil masker, dan lesat menggunakannya. Semua orang memanjatkan doa untuk kesembuhan Ogge. Begitu pula Derau, sambil menyelamatkannya dengan tangan-tangan ajaibnya. Setiap detiknya sangatlah berharga, kekeliruan sekecil apapun dapat berdampak luar biasa, bahkan menimbulkan kefatalan.
Detik demi detik kian menyeret sukmanya. Perlahan katup mata Ogge terpejam dan akhirnya ia tertidur pulas. Namun bukan tidur biasa, karena layar elektrokardiogram menampilkan detak jantungnya terhenti, hingga akhirnya sebuah garis datar muncul di monitor itu. Tak dapat dipercaya, kini satu insan dunia telah berpulang diri. Menjumpai suatu zat yang kekal. Lalu Ogge hidup berselimutkan keabadian.
Mata Derau menitikan air mata, setetes butiran lembut membasahi bajunya. Ia merasa gagal, sebab tak mampu menyelamatkan nyawa orang itu. Ogge, meskipun Derau tak mengenalinya, namun ia merasa lekat dengan batin orang tersebut. Benar-benar dekat, karena tampaknya Derau sudah mulai mendekati dimensi yang serupa dengan Ogge, dimensi kematian.
Glosarium/Footnote:
FullHoper: Anggota resmi tim FullHope.
FMA (France Medical Association): Asosiasi kesehatan perancis fiksi.
House-Room: Rumah-ruang, seperti apartemen kecil yang di dalamnya di bagi menjadi beberapa ruang. Dalam satu ruang besar dislot menjadi beberapa kamar kecil. Sementara satu House-Room yang Derau tempati ada empat ruang besar, yakni ruang Derau, Leux, Pienn dan Jens.
Elektrokardiogram: Sistem alat berupa penunjukan gelombang grafik sebagai rekaman aktivitas jantung.
Mikrokontroller: Dianalogikan seperti otaknya robot. Sebuah chip pengontrol rangkaian elektronik yang berisi perintah-perintah program yang bertugas untuk memproses input dan menghasilkan output.
Ruang Exorra: Tempat perawatan di FullHope ketika penderita mengalami guncangan akibat penyakitnya.